Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan, dalam lima tahun ke depan, paradigma BPOM dalam bekerja tidak lagi hanya reaktif terkait pengawasan di hilir, tetapi juga proaktif dengan melakukan pencegahan ke hulu. Dalam hal ini, BPOM akan berkolaborasi bersama lembaga-lembaga terkait.
Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) DKI Jakarta Ambar Ningsih menunjukkan sampel makanan yang positif mengandung bahan pewarna tekstil rhodamin B yang dijual di salah satu pusat perbelanjaan di Harmoni, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Ke depan, Badan POM akan melakukan upaya proaktif dalam pengawasan makanan dan obat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk bergerak hingga ke hulu, yakni di tingkat masyarakat.
Hal itu disampaikan Roy dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional BPOM di Jakarta, Senin (16/3). Menurut Roy, sikap reaktif BPOM selama ini tidak efektif, apalagi penegakan hukum yang dilaksanakan belum mampu memberi efek jera bagi pelaku kejahatan. Sikap reaktif juga tidak bisa menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Upaya proaktif hingga ke hulu diharapkan bisa mencegah kasus menyangkut keamanan obat dan makanan. Dalam upaya proaktif, BPOM akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk bergerak hingga ke hulu, yakni di tingkat masyarakat. Selain itu, BPOM terus berkoordinasi dengan penegak hukum terkait hukuman yang dijatuhkan, tetapi belum memberi efek jera pada pelaku kejahatan.
Salah satu cara dalam langkah proaktif ialah mengedukasi dan memberdayakan masyarakat. BPOM akan terus menyosialisasikan informasi terkait keamanan obat dan makanan melalui berbagai cara. Hal itu mulai dari edukasi tentang bahan makanan berbahaya kepada pedagang di pasar atau makanan sehat di kantin sekolah sampai pemberdayaan komunitas dalam penggunaan bahan makanan yang aman.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyatakan, pertumbuhan penduduk dan pola penyakit yang berubah menjadi tantangan bidang kesehatan saat ini. Upaya proaktif hingga ke hulu diharapkan tidak hanya mampu menekan kasus terkait keamanan obat dan makanan, tetapi juga memunculkan perubahan perilaku masyarakat. “Selama ini, prioritas program ke hulu untuk promotif preventif belum maksimal,” ujarnya.
Nila menambahkan, program promotif preventif tidak bisa dilakukan sendiri oleh BPOM ataupun Kementerian Kesehatan. Harus ada kolaborasi lintas sektor dan lembaga karena persoalan yang muncul di masyarakat berkaitan. Masalah kesehatan saat ini, seperti gizi buruk dan tingginya angka kematian ibu melahirkan, sangat berhubungan dengan faktor kemiskinan.
Adhitya Ramadhan
Sumber: Kompas Siang | 16 Maret 2015