Evakuasi Korban Longsor; Pembusukan Terjadi, Lingkungan Memburuk

- Editor

Selasa, 16 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lebih dari tiga hari sejak bencana longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, terjadi, jasad korban yang belum ditemukan dipastikan mulai membusuk. Jaringan tubuh mereka akan melunak sehingga jasad satu korban dengan lainnya mirip dan sulit dikenali.


”Jasad korban bisa diidentifikasi dari baju, rambut, perhiasan, kartu identitas yang dibawa, atau informasi lain, seperti postur dan tinggi badan,” kata Guru Besar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Agus Purwadianto, di Jakarta, Senin (15/12).

Oleh karena itu, pengumpulan informasi semasa hidup (antemortem) korban yang hilang dari keluarga amat penting. Data yang dibutuhkan tak hanya jenis kelamin dan usia, tetapi juga berbagai informasi kesehatan korban yang memudahkan kerja tim identifikasi orban bencana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK UI Yuli Budiningsih memaparkan, jika jasad tak bisa dikenali karena baru ditemukan setelah sekian lama, identifikasi bisa dilakukan dengan membandingkan antara asam deoksiribonukleat (DNA) korban dan keluarganya.

”Tes DNA adalah pilihan terakhir berdasar keputusan pemerintah karena menyangkut efektivitasnya,” katanya. Pada beberapa kasus, jika banyak korban bencana tak ditemukan hingga batas waktu pencarian ditetapkan, wilayah bencana itu ditetapkan sebagai kuburan massal.

Relawan
Proses pembusukan membuat kondisi lingkungan tempat bencana longsor memburuk. Karena itu, relawan perlu berhati-hati. Jika memungkinkan, memakai sepatu bot setinggi lutut agar mudah menyelamatkan diri jika terperosok. ”Penggunaan sarung tangan tebal dan sepatu bot adalah keharusan,” kata Agus.

Yuli menambahkan, jika relawan dan tim evakuasi tak sehat, sebaiknya istirahat. ”Relawan harus tahu batas kekuatannya,” ujarnya. Keselamatan relawan adalah hal utama.

Jika kondisi tak memungkinkan untuk evakuasi dan identifikasi korban, proses itu sebaiknya ditunda hingga aman agar tak muncul masalah baru. Di saat bersamaan, informasi proses evakuasi dan berbagai kondisi yang menyertai harus disampaikan kepada keluarga korban sehingga keluarga korban dan masyarakat paham situasi terjadi.

Dalam waktu kurang dari 24 jam, proses pembusukan jenazah mulai terjadi. Menurut Agus, di udara terbuka, pembusukan membuat wajah dan tubuh jenazah menggelembung berisikan cairan pembusukan. Jika jasad ada dalam tanah, jaringan tubuh, seperti kulit dan otot, melunak dan mengubah bentuk tubuh sehingga sulit dikenali.

Di udara terbuka, pembusukan membuat tubuh korban berwarna hijau kehitaman. ”Jasad korban yang tertimbun longsor akan berwarna hijau kecoklatan seperti warna tanah tempat mereka ditemukan,” paparnya.

Menurut Agus, karena tubuh korban tertimbun longsoran, proses pembusukan lebih lambat dibandingkan jika jasad korban ada di udara terbuka. Namun, kondisi tanah berair mempercepat pembusukan.

Proses pembusukan korban yang tertimbun longsor tak menimbulkan penyebaran kuman penyakit ke lingkungan. Sebab, jasad korban tertimbun tanah dan mereka dari komunitas sehat. ”Relawan harus rajin cuci tangan dan minum air dari sumber terlindung,” ucapnya. (MZW)

Sumber: Kompas, 16 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB