Kemandirian energi listrik di Indonesia dibangun dengan mendayagunakan sumber energi terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga hibrida. Selama ini, PLTH umumnya memadukan tenaga surya dan angin. Belakangan ini, sel bahan bakar dan energi surya terkonsentrasi mulai dikembangkan.
Pengembangan sistem pembangkitan energi listrik itu disampaikan secara terpisah oleh Direktur Pusat Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi dan Kepala Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Budi Prawara, Kamis (16/10), di Jakarta.
Budi memaparkan, Indonesia memiliki beragam energi terbarukan yang melimpah, seperti matahari, air, angin, panas bumi, biomassa, energi arus, dan gelombang laut. Untuk memakainya secara efektif diperlukan pemilihan sistem pembangkit yang tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Selama ini, pembangkit listrik dari sinar matahari pakai sel surya fotovoltaik, terdiri atas lapisan datar kolektor panas. Padahal, untuk radiasi matahari tinggi, sistem kolektor panas terkonsentrasi lebih layak,” ujarnya.
Pada sistem itu, kolektor panas berupa penampang tabung setengah lingkaran akan merefleksikan panas matahari pada satu fokus, yakni tabung, kemudian menguapkan air hingga menggerakkan generator daya listrik.
LIPI telah merancang bangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terkonsentrasi berkapasitas 1 kilowatt (kW) yang telah diuji coba di Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Jika uji coba sistem pembangkit PLTS itu terbukti layak, kapasitasnya akan dinaikkan menjadi 10 kW. Lokasi penerapan PLTS terkonsentrasi itu nantinya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Pembangkit tenaga surya jenis itu dipilih untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki kandungan lokal tinggi, hingga 75 persen.
”Dalam menerapkan hasil riset ini, LIPI bekerja sama dengan pemerintah daerah. Ini sebagai upaya mendorong kemandirian energi di daerah yang tak terjangkau jaringan listrik PLN,” kata Pelaksana Tugas Kepala LIPI Akmadi Abbas.
Pembangkit listrik energi surya dan beragam pembangkit listrik energi terbarukan lain yang dikembangkan Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI itu dibahas pada Konferensi Internasional Rekayasa dan Aplikasi Energi Berkelanjutan (ICSEEA) di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, ditampilkan kendaraan ramah lingkungan, antara lain mobil listrik dan mobil hibrida.
Sel bahan bakar
Sementara itu, Eniya menjelaskan, PLTH sel bahan bakar (fuel cell) berdaya 2 kW ekuivalen sejak 2012 hingga kini telah terpasang di 1.000 lokasi. Sel bahan bakar pada sistem pembangkit listrik menghasilkan energi dari reaksi kimia pada pencampuran gas hidrogen yang berasal dari air dengan oksigen dari udara.
Pemakaian energi itu sebagai cadangan listrik di menara base transceiver station (BTS). ”Sayangnya, semua komponen sel bahan bakar masih didatangkan dari Amerika Serikat,” ujarnya. Selain teknologi dari AS, PLT sel bahan bakar kapasitas 2 kW dari Jepang juga akan diuji coba di Bontang, Kalimantan Timur.
Pihak BPPT sebenarnya mampu membuat sel bahan bakar hingga 80 persen dan telah memiliki paten bagi tiga komponen sistem energi itu. Untuk pengembangan selanjutnya, BPPT telah menjalin kerja sama dengan Universitas Toulouse, Perancis.
Di Indonesia, produksi sel bahan bakar juga akan mendapat dukungan dari lembaga riset terkait dan industri strategis nasional. Namun, untuk pelaksanaan program tersebut secara nasional diperlukan dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal pendanaan. (YUN)
Sumber: Kompas, 18 Oktober 2014