Dalam setahun terakhir, kabar dari India seolah melulu kabar buruk, mulai dari pemerkosaan dan pembunuhan sadis perempuan muda, gedung roboh yang menewaskan penghuninya, bus sekolah yang ditabrak kereta api, sampai bencana banjir besar. Tiba-tiba, Rabu (24/9) lalu, muncul berita tak terduga.
Wahana antariksa Mangalyaan, karya asli putra-putri India, tiba di orbit Planet Mars pada pukul 08.02 waktu setempat. India menjadi negara pertama di Asia dan keempat di dunia yang berhasil mengirimkan benda buatan manusia ke orbit ”Planet Merah” itu.
Di dunia yang telanjur didominasi pengakuan atas keunggulan teknologi negara-negara maju, ambisi India meluncurkan misi luar angkasa ke Mars sempat diliputi banyak keraguan. Keraguan yang beralasan mengingat 23 dari 41 upaya manusia menggapai Mars sebelum ini berakhir dengan kegagalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, India menepis semua keraguan itu dengan menjadi negara pertama yang berhasil mengirimkan wahana antariksa ke Mars dalam percobaan pertama.
Hari Kamis (25/9), Mangalyaan mulai mengirim foto-foto permukaan Mars dari posisinya di orbit. Kamera di wahana itu juga akan memotret dua bulan Mars, Phobos dan Deimos.
Semua itu menjadi bukti bahwa India tidak hanya asal mengirim benda buatan manusia ke planet itu, tetapi satelit ilmiahnya yang berfungsi penuh.
”Parameter kesehatan dan fungsi lainnya di pesawat itu semua baik serta semua fungsi esensial bekerja normal,” ujar V Koteswara Rao, ilmuwan senior Organisasi Riset Antariksa India (ISRO), Kamis.
Fakta mengejutkan lain adalah biaya misi Mangalyaan yang ”hanya” 74 juta dollar AS (Rp 888 miliar). Sebagai perbandingan, misi wahana MAVEN yang dijalankan Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) dan juga baru tiba di orbit Mars, hari Minggu pekan lalu, menelan biaya 671 juta dollar AS.
Biaya misi Mangalyaan lebih murah daripada ongkos produksi film Gravity (2013), yakni 100 juta dollar AS. Bahkan, misi ini juga lebih murah daripada harga pesawat kepresidenan RI yang mencapai 89,6 juta dollar AS.
Muatan kecil
Apa kunci biaya yang ”murah” ini? ”Mereka membuat wahana yang kecil. Berat muatannya hanya sekitar 15 kilogram,” kata Profesor Andrew Coates dari Inggris yang memimpin misi pendaratan wahana penjelajah buatan Eropa di Mars pada tahun 2018.
Muatan seberat itu jelas tidak banyak. Namun, Coates menyebutkan, India membawa perangkat yang menyasar obyek penelitian paling penting saat ini di Mars, yakni pengukur kadar gas metana di atmosfer planet itu.
Para ilmuwan menduga keberadaan gas metana di atmosfer bisa menjadi petunjuk adanya kehidupan di sebuah planet. Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa miliaran ton gas metana di atmosfer Bumi sebagian besar diproduksi mikroba.
Ada spekulasi, gas metana di atmosfer Mars pun berasal dari semacam ”serangga” penghasil gas itu (metanogen) yang hidup di bawah tanah. Mangalyaan akan turut berperan penting dalam membuktikan hal tersebut.
Pakar satelit dan penginderaan jarak jauh asal Indonesia yang menjadi profesor di Universitas Chiba, Jepang, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, mengatakan, keberhasilan India ini membuktikan bahwa pengembangan teknologi tinggi tidak selalu identik dengan biaya mahal.
Josh, panggilan akrab Josaphat, juga mengingatkan, banyak teknologi ruang angkasa yang akhirnya bermanfaat secara ekonomi untuk kehidupan sehari-hari kita. Teknologi satelit, misalnya, bisa berperan untuk memantau permukaan Bumi dengan beragam tujuan.
Kemudian teknologi komunikasi luar angkasa (deep space communication) juga bisa diterapkan untuk banyak hal di Bumi, mulai dari kendali pesawat nirawak (drone) jarak jauh sampai kontrol peluru kendali antarbenua.
Selain itu, ”Investasi di bidang sains dan teknologi membangun kapabilitas dan kapasitas serta mengembangkan orang-orang yang akan menguntungkan ekonomi dan masyarakat secara lebih luas,” tulis koresponden sains BBC, Jonathan Amos.
Beranikah kita mengikuti jejak India? (AFP/BBC/AP/DHF)
Sumber: Kompas, 29 September 2014