Jangan Bedakan Fungsi Budidaya dan Lindung
Koalisi organisasi masyarakat sipil meminta dibukanya peluang revisi Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Pengesahan PP itu dipenuhi kontroversi, di antaranya substansi yang minim peta hidrologi dan peta lindung gambut.
”Dilihat dari tinjauan terakhir, PP ini masih permisif kepada perusahaan-perusahaan, tetapi keterlibatan masyarakat kurang. Padahal, itu rentan terjadi perampasan lahan dan penggusuran,” kata Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Industri Ekstraktif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, di Jakarta, Jumat (26/9). PP itu seharusnya mengakomodasi masyarakat sekitar melindungi lahan gambut.
Kementerian Lingkungan Hidup memastikan PP tersebut telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pekan lalu, sebelum Sidang Paripurna DPR yang meratifikasi Persetujuan ASEAN untuk Asap Lintas Batas, 16 September 2014 (Kompas, 23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Teguh Surya, Pengampanye Politik Hutan Indonesia Greenpeace Asia Tenggara, berdasarkan draf terakhir, peta fungsi hidrologi gambut baru akan keluar dua tahun setelah PP diberlakukan. Peta perlindungan gambut menyusul dua tahun berikutnya.
”Yang dikhawatirkan, selama rentang empat tahun sebelum data lengkap, ada ketidakpastian soal perlindungan gambut dan bisa dijadikan celah merusak. Seharusnya, saat PP itu terbit, data sudah lengkap dan bisa membantu tata kelola,” tuturnya.
Peluang revisi
Menurut Teguh, Presiden Yudhoyono masih punya kesempatan merevisi PP itu atau membatalkan. Bisa juga diserahkan kepada presiden terpilih, Joko Widodo, yang lalu mengajukan revisi atau membatalkannya.
PP itu, kata Kurniawan, seharusnya melindungi lahan gambut secara menyeluruh, bukan mengelompokkannya berdasarkan fungsi budidaya dan lindung. Sebab, ekosistem lahan gambut merupakan satu kesatuan.
Di PP, fungsi lindung gambut diberi kriteria kedalaman lebih dari 3 meter dan plasma nutfah tinggi, serta ada kubah gambut. Di luar itu, gambut bisa ditetapkan sebagai fungsi budidaya.
Sebelumnya, dalam dialog yang digelar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Satyawan Pudyatmoko mengatakan, Indonesia memiliki teknologi ekohidro untuk mengelola gambut secara lestari, yakni mengatur tata air sehingga tetap menggenangi areal tanpa mematikan tanaman. (A01/HAM)
Sumber: Kompas, 27 September 2014