Gending ”Kebo Giro” terdengar di dalam sebuah mobil di tengah kemacetan kota Jakarta suatu malam, tepatnya pada pukul 21.00. Gending klasik tersebut mengalun dari siaran radio Pro1 RRI Surakarta. Yang empunya telepon memang meng-install aplikasi RRI Play. Lewat RRI Play, ia bisa mendengarkan siaran radio dari 57 stasiun RRI Pro1.
”Kebo Giro” yang terdengar jernih dari smartphone tadi hanyalah musik pengantar acara Pawartos Basa Jawi atau berita dalam bahasa Jawa yang disiarkan RRI Surakarta atau Solo sejak puluhan tahun silam. Lewat RRI Play, di mana saja sejauh ada koneksi internet, orang bisa mengakses siaran RRI.
Hanya dengan menyentuhkan ujung jari di layar sentuh smartphone, orang bisa melompat-lompat dari RRI Ambon, Banda Aceh, Fakfak, Biak, Manokwari, Manado, Makassar, dan wilayah lain dengan segala acara khas masing-masing. Orang bisa menikmati siaran tonil wayang orang dari RRI Surakarta, drama gong dari RRI Denpasar, atau menikmati beragam musik daerah dari setiap wilayah di mana RRI berada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Itu baru dari RRI Pro 1. Lewat RRI Play pengguna bisa menikmati siaran dari 87 program. Selain Pro1 tersedia juga Pro 2 untuk mengikuti gaya hidup dan kreativitas kaum muda, Pro3 program khusus berita, Pro 4 program khusus budaya daerah. Di luar itu masih ada program khusus musik klasik dari Classic Channel.
Era digital
Direktur Teknologi dan Media baru LPP RRI, Mohamad Rohanudin, menyebut RRI kini memasuki era teknologi digital audio broadcast (DAB) Plus. Di Indonesia, RRI termasuk yang pertama menggunakan multiplexing. ”Frekuensinya tidak lagi di frekuensi broadcast yang sekarang ini, tetapi di 200 mega,” kata Rohanudin.
Teknologi DAB Plus, kata Rohanudin, menjamin kualitas audio sehingga era radio dengan kresek-kresek sudah lewat. Dengan perangkat teknologi keradioan yang semakin maju, RRI memberi ruang penikmatan, termasuk untuk musik keroncong, klasik, dan jazz.
”Jadi, salah kalau dikatakan RRI hanya untuk petani. Yang high class juga diakomodasi. Katakanlah ini supermarket, semua lorong, semua segmen kini disiapkan oleh RRI,” tutur Rohanudin.
Niken Widiastuti, Direktur Utama LPP RRI, menuturkan, embrio RRI Play adalah gagasan Parni Hadi tentang konvergensi media. Parni Hadi, yang ketika itu menjadi Dirut LPP RRI, ingin menyatukan suara, teks (lewat rri.co.id), dan video (lewat radio picture) dalam satu platform. ”Kami terus mencari cara untuk wujudkan itu,” kata Niken.
Mohamad Rohanudin, yang pada tahun 2012 menjadi Kepala Stasiun RRI Surabaya, merintis RRI Play di Surabaya. Ketika itu respons publik masih minim. Kemudian sekitar setahun lalu, RRI Play resmi diluncurkan. Kini RRI Play diakses sekitar 40 juta pendengar. Pada waktu pemilu legislatif dan pilpres lalu, pengakses RRI Play melonjak.
RRI Play menjadi pilihan ketika pesawat radio tidak mampu menangkap siaran radio akibat adanya blank spot atau wilayah yang tidak terjangkau frekuensi radio. Direktur Program dan Produksi RRI Kabul Budiono menyebut masih ada 40 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia yang masuk dalam blank spot. Daerah blank spot tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
”Blank spot terjadi karena kurangnya jumlah pemancar dan kapasitas jangkauan pemancar di daerah-daerah pelosok. Anggaran pemasangan pemancar juga terbatas. Satu pemancar kapasitas jarak 10 kilometer bisa menghabiskan anggaran Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,7 miliar,” kata kabul Budiono.
RRI masuk ke multiplatform karena Indonesia ini termasuk ranking ke-3 terbesar pengguna internet di dunia. Pengguna terbesarnya adalah kaum muda. ”Kalau RRI tidak merebut anak-anak muda ini, RRI akan kehilangan pendengar. Tujuan RRI Play ini juga untuk merebut publik yang baru,” kata Rohanudin.
Kini pendengar dari berbagai kalangan usia, profesi, di mana saja, lewat perangkat smartphone, bisa mendengarkan dinamika Tanah Air lewat RRI Play. ”Dengan teknologi (DAB Plus) ini, keindonesiaan benar-benar dibangun oleh RRI,” kata Rohanudin. (GER/XAR)
Sumber: Kompas, 14 September 2014