Populasi harimau sumatera yang berada di kawasan hutan gambut Senepis-Buluhala, di Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai, Riau, diperkirakan hanya tersisa 21 sampai 42 ekor. Jika tak dilindungi, satwa liar itu terancam punah karena kawasan hutan yang jadi habitat harimau beralih fungsi jadi lahan perkebunan.
”Melihat kondisi harimau kian terdesak, kami dari kelompok pemerhati, pemerintah, dan warga, sepakat melindungi keberadaannya,” kata Rusmadia Kecang, Koordinator Greenpeace Riau, membacakan kesimpulan Lokakarya ”Strategi Bersama Pengelolaan Lanskap Ekosistem Hutan Rawa Senepis-Buluhala dan Perlindungan Harimau Sumatera”, Rabu (14/5), di Pekanbaru. Unsur yang terlibat dalam kesepakatan penyelamatan harimau, antara lain Greenpeace, WWF, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau. Unsur lain adalah Dinas Kehutanan Riau, perusahaan, dan masyarakat.
Aan Kasman, peneliti Jikalahari, menyatakan, Menteri Kehutanan pernah mengusulkan pembentukan kawasan lindung Senepis seluas 106.000 hektar pada 2006. Saat diusulkan, tutupan hutan masih 92.000 hektar, tetapi pada 2013 tutupan hutan tinggal 75.000 hektar. Wali Kota Dumai juga pernah mengusulkan perlindungan harimau di Buluhala seluas 60.000 hektar pada 2004. Tutupan hutan diusulkan 50.000 hektar. Karena tak ada tindak lanjut, tutupan hutan Buluhala kini hanya tersisa 12.000 hektar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada ekosistem Senepis, mantan Bupati Rokan Hilir, Annas Maamun, yang kini menjabat Gubernur Riau, justru membuka jalan di areal hutan untuk menghubungkan wilayah Rokan Hilir dengan Kota Dumai lewat pesisir pantai timur Sumatera. Menurut Afdhal dari WWF, Menhut menegur Annas agar menghentikan proyek jalan itu. (SAH)
Sumber: Kompas, 16 Mei 2014