”Tyto alba”, Penjaga Hasil Pertanian Kwasen

- Editor

Minggu, 20 April 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SETELAH enam kali periode tanam padi tanpa bisa memanen, petani di Desa Kwasen, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pakalongan, Jawa Tengah, akhirnya mulai merasakan lagi hasil jerih payah mereka. Semua itu tak lepas dari pemeliharaan burung hantu yang digunakan sebagai predator alami hama tikus.

”Panen pertama dilakukan pada Maret lalu,” kata Arifin (53), Senin (14/4). Arifin, salah satu anggota Kelompok Tani Bangkit, yang turut menginisiasi penggunaan burung hantu jenis barn owl (Tyto alba) untuk menanggulangi hama tikus.

Senin siang itu, sejumlah petani tampak membawa karung-karung hasil panenan dari sejumlah petak sawah. Wajah semringah melengkapi keceriaan mereka merayakan panen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala Desa Kwasen Sarwo Gangsar mengatakan, pengenalan burung hantu Tyto alba untuk digunakan sebagai predator alami tikus dimulai pada Februari 2013. Itu dilakukan setelah berbagai metode pembasmian tikus, yang sebelumnya dilakukan, gagal membuahkan hasil. ”Berbagai cara dilakukan sebelumnya, termasuk gropyokan (berburu tikus beramai-ramai hingga ke lubang persembunyian) hingga menggunakan (asap) belerang,” kata Sarwo.

1a7a6dd21e0c48fbb509158b0960a8feAkan tetapi, hama tikus tetap merajalela di areal persawahan desa. Lebih jauh, sejumlah konflik rumah tangga mulai terjadi pada keluarga-keluarga petani yang dipicu ketiadaan penghasilan. ”Banyak yang kemudian berhenti jadi petani. Mereka jadi tukang sayur atau urbanisasi ke Jakarta,” ujar Sarwo.

Awalnya, sepasang burung hantu Tyto alba didatangkan dari Desa Tlogoweru, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang lebih dahulu mengecap sukses dalam penggunaan predator alami hama tikus di sawah. Burung hantu itu kemudian ditangkarkan para petani Desa Kwasen dan kini jumlahnya menjadi sebanyak 60 ekor.

Burung-burung itu lantas ditempatkan dalam puluhan rumah burung hantu (rubuha) atau pagupon dengan ketinggian 4,5 meter, yang tersebar di areal persawahan. Dari kejauhan, rubuha itu seperti gardu kecil, rumah para penjaga—Tyto alba—memantau hamparan padi menguning dari serbuan tikus. Dari ketinggian rubuha itu, burung-burung nokturnal—aktif pada malam hari tersebut—aktif memburu tikus-tikus dalam senyap.

Nasrullah, Ketua Kelompok Tani Bangkit, Desa Kwasen, mengatakan, jumlah burung hantu yang dibiakkan petani masih belum mencukupi. ”Memang sudah ada pengaruhnya. Namun, sebenarnya jumlah burung hantu masih kurang. Satu ekor burung hantu dewasa satu hari rata-rata makan tiga tikus. Saat ini ada 250 hektar sawah. Idealnya, dibutuhkan 125 pasang. Karena satu hektar minimal butuh satu pasang,” ujarnya.
Serasi dengan alam

Bonjok Istiaji, ahli tanaman dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian (DPT-FP) Institut Pertanian Bogor (IPB), mengapresiasi inisiatif cerdas petani membudidayakan burung hantu untuk mengusir tikus. Upaya itu merupakan salah satu praktik pertanian ramah lingkungan yang bisa ditiru petani lain, meskipun mungkin belum menjadi solusi tuntas untuk permasalahan hama tikus.

”Solusi lain yang bisa dilakukan, misalnya dengan membersihkan dan terus merawat areal persawahan agar tidak menjadi sarang tikus. Tidak ada solusi instan untuk pertanian dan semangat inilah yang sekarang harus terus dibangunkan. Gairah untuk bertani,” kata dia. Semoga…. (INK/AIK)

Sumber: Kompas, 19 April 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB