Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengalokasikan 100 hektar lahan rawa untuk kebun raya lahan basah yang pertama di Indonesia. Selain untuk pelestarian, kebun raya itu dimaksudkan sebagai pusat penelitian tanaman herbal pada ekosistem rawa.
Lahan disiapkan di kawasan Patra Tani, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), sekitar 90 kilometer dari Kota Palembang. Sebanyak 200 spesies tumbuhan lahan basah telah disiapkan untuk koleksi kebun raya itu, di antaranya jenis yang mulai langka, seperti bunga bangkai, yang ditemukan di Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan, pembangunan kebun raya itu didasari keprihatinan kerusakan lahan yang mengancam plasma nutfah khas rawa. Lahan basah kaya tanaman dan satwa khas, di antaranya kerbau air, burung belibis, dan berbagai tanaman rawa.
”Kebun raya ini diharap melestarikan berbagai plasma nutfah sebelum hilang,” kata dia, di Palembang, Kamis (3/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konsep kebun raya tepat dalam bentuk konservasi. Berdasarkan undang-undang, kawasan yang telah ditetapkan sebagai kebun raya tak bisa dialih fungsi ke bentuk lain. Kini, Pemerintah Provinsi Sumsel telah menggandeng sejumlah lembaga penelitian tanaman dan kehutanan untuk merancang.
Kebun raya itu diharap membuat Sumsel jadi pusat penelitian lahan basah di Indonesia. Kebun raya yang akan dibangun 2015 dan selesai 2017 itu juga akan difungsikan sebagai sarana pendidikan dan obyek wisata.
80 persen terdegradasi
Peneliti Rawa pada Universitas Sriwijaya Momon Sodik Imanuddin memperkirakan, saat ini 80 persen rawa di Sumsel terdegradasi. Itu karena penimbunan rawa seiring pesatnya pembangunan perumahan, pusat perbelanjaan, dan perkebunan.
Oleh karena itu, langkah pelestarian mendesak. ”Pembangunan kebun raya lahan basah di perkotaan seperti ini patut diapresiasi dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” kata dia.
Namun, kata Momon, selain membangun kebun raya, pelestarian hutan rawa tersisa pun harus tetap dilakukan. Itu untuk menjaga keseimbangan ekosistem Sumsel secara keseluruhan.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah Sumsel Ekowati Retnaningsih menjelaskan, 200 spesies tanaman yang telah terkumpul saat ini diperoleh dari ekspedisi tanaman lahan basah di 17 kabupaten/kota di Sumsel.
Menurut Retno, izin untuk membangun kebun raya itu sudah diperoleh dari Kementerian Kehutanan. Lahan itu awalnya kawasan hutan produksi dapat dikonversi (HPKV). Dari 100 hektar yang disiapkan, hanya 30 persen yang akan digunakan sebagai bangunan.
Saat ini, kebun raya itu memasuki tahap detail engineering design. Pembangunan dimulai tahun depan. Biaya pembangunan Rp 394 miliar diperoleh dari tiga sumber: APBN, APBD Sumsel, dan pihak ketiga, seperti kalangan pengusaha. (IRE)
Sumber: Kompas, 4 April 2014