Dua dosen dan peneliti dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekonomi Universitas Jember, Jawa Timur, akan dikenai sanksi setelah menghadapi sidang etik. Mereka diduga melakukan penelitian tanpa prosedur yang benar. Selain itu, kedua dosen itu dituding melakukan pelanggaran etika karena menggunakan nama lembaga penelitian tanpa pemberitahuan kepada pimpinan universitas atau pimpinan lembaga penelitian itu.
Menurut Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jember (Lemlit Unej) Achmad Subagyo, di Kampus Unej, Tegalboto, Jember, Selasa (1/4), komisi etik universitas segera bersidang dan memanggil kedua peneliti itu, yaitu RH dan Sis. Hasil kajian dari penelitian yang dilakukan kedua dosen itu mengatasnamakan Lemlit Unej.
”Apa yang dilakukan dua dosen itu merupakan bentuk pelanggaran berat sehingga akan dikenai sanksi,” kata Achmad Subagyo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus ini berawal dari niat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember yang ngotot ingin menjual aset dua bidang tanah senilai sekitar Rp 27,6 miliar. Untuk menyetujui penjualan aset itu, Komisi A DPRD Jember memerlukan kajian.
Hasil kajian kedua dosen itu, yaitu RH dan Sis, menyatakan, aset milik Pemkab Jember yang berada di Kelurahan Bintoro dan Kelurahan Sumbersari layak untuk dijual tanpa pertimbangan lain. Artinya, hasil kajian kedua peneliti itu tidak menawarkan opsi atau pertimbangan lain, kecuali untuk dijual.
Ketua Komisi A DPRD Jember M Jufriadi menambahkan, saat menerima hasil kajian dari Lemlit Unej, ia merasa curiga karena tidak ada tanda tangan penanggung jawab. Untuk memastikan apakah hasil kajian itu dari lembaga penelitian, pihaknya akan mengundang ketua Lemlit Unej pada rapat dengar pendapat.
”Anehnya lagi, hasil kajian Lemlit Unej yang diserahkan kepada kami secara resmi sekarang diambil lagi oleh pemkab melalui pendamping Komisi,” kata Jufriadi.
Achmad Subagyo menambahkan, permohonan penelitian kepada Lemlit Unej pasti melalui penawaran kontrak. ”Kami nanti menugaskan dosen peneliti untuk melakukan penelitian,” ujarnya.
Akan tetapi, apa yang dilakukan pemerintah kabupaten dan kedua peneliti itu tanpa pemberitahuan atau penawaran kepada Lemlit Unej. Mereka mengabaikan prosedur pembuatan penelitian. (sir)
————
Penelitian Pelepasan Aset Langgar Prosedur dan Etika Lemlit Unej
Penelitian yang menjadi dasar rekomendasi pelepasan dua aset tanah Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, ternyata melanggar prosedur dan etika. Penelitian ini terancam dimulai dari nol kembali.
Adanya pelanggaran etika dan prosedur ini dikemukakan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jember, Prof. Dr. Achmad Subagyo, Selasa (1/4/2014) malam. Penelitian ini dikerjakan dua dosen, yakni Rudi Hartadi dan Siswoyo. “Penelitian itu dilakukan Maret kemarin,” kata Subagyo.
Pemerintah Kabupaten Jember meminta agar ada penelitian mengenai perlunya pelepasan dua aset, yakni eks tanah bengkok Kelurahan Bintoro dan eks tanah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Sukorejo. Pemkab sudah mengalokasikan pemasukan Rp 27 miliar dari penjualan dua aset itu untuk pendapatan asli daerah 2014.
Secara prosedural, menurut Subagyo, seharusnya Pemkab Jember melayangkan penawaran terlebih dulu kepada Lemlit. Dari situ, Lemlit menugaskan beberapa dosen untuk melakukan penelitian sebagaimana kebutuhan Pemkab Jember.
Pemkab Jember bisa saja memberikan tugas kepada dosen secara individu. “Itu boleh sebagai bagian dari kebebasan akademik, di mana dosen bisa melakukan penelitian,” kata Subagyo. Namun dalam pelaporannya, dosen bersangkutan tak boleh menggunakan nama institusi Lemlit atau Unej.
Prosedur ini yang tidak dilakukan oleh Pemkab Jember. Tidak ada penawaran atau pengajuan kerjasama yang masuk. Ini berujung pada pelanggaran etika. Dosen yang melakukan penelitian tidak memberikan laporan terlebih dulu kepada Subagyo sebagai ketua Lemlit Unej.
Lemlit Unej lantas meminta kepada Pemkab Jember untuk mengikuti prosedur yang ada. “Janjinya hari ini mereka menyelesaikan (ketentuan prosedur),” kata Subagyo.
Selanjutnya, Lemlit akan melakukan kajian atas penelitian yang sudah dilakukan. Jika memang dirasakan tim kajian Lemlit ada yang kurang dari hasil penelitian tersebut, maka penelitian bisa diulang dari awal.
Sejauh ini, Subagyo melihat ada kekurangan dalam penelitian tersebut. “Hasil penelitiannya terkesan saklek, bahwa aset layak dilepas,” katanya.
Padahal, menurut Subagyo, dalam laporan hasil penelitian, peneliti harus memberikan opsi-opsi berikut implikasi yang muncul jika opsi itu diambil. “Misalkan, kalau aset ini disewakan, apa implikasi positif dan negatifnya. Begitu juga kalau misalkan aset ini dijual, apa implikasinya. Dengan begitu itu bisa menjadi dasar pertimbangan Pemkab Jember dalam mengambil keputusan,” katanya. [wir]
Reporter : Oryza A. Wirawan
Jember (beritajatim.com) – Selasa, 01 April 2014 22:58:05