Antibiotik Bukan untuk Batuk-Pilek

- Editor

Jumat, 7 Maret 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penderita batuk, pilek, atau diare yang disebabkan virus tidak perlu minum antibiotik. Fungsi antibiotik adalah mematikan bakteri, bukan virus.

Konsumsi antibiotik berlebihan atau tidak tepat justru berpotensi membunuh bakteri baik yang diperlukan tubuh dan membuat bakteri buruk resisten. Hal itu dikemukakan Penasihat Yayasan Orangtua Peduli (YOP), dokter spesialis anak Purnamawati Pujiarto, saat jumpa pers ”Bakteri: Kawan atau Lawan?”, di Jakarta, Kamis (6/3).

Dari penelitian yang dilakukan YOP pada 2010, 86,4 persen pasien demam akibat batuk-pilek dan 74,1 persen penderita diare diberi antibiotik. Padahal, penyakit yang disebabkan virus itu dapat sembuh tanpa obat, cukup istirahat, makan makanan bergizi, dan cukup asupan air putih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Satya Sivaraman, Communication Advisor ReAct (Action on Antibiotic Resistance), menyarankan agar masyarakat bersikap kritis saat ke dokter. Penting menanyakan diagnosis penyakit, kebutuhan obat, dosis, cara kerja, dan cara pakai obat, kandungan, serta kontraindikasinya. Masyarakat juga disarankan meminta obat generik.

”Orang pergi ke dokter untuk konsultasi dan mencari akar permasalahan untuk mendapat solusi tepat. Pola pikir pergi ke dokter meminta obat harus diubah, baik pada masyarakat maupun dokter,” ujar Purnamawati.

Ia menyatakan, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik yang mengatur rinci penggunaan antibiotik. Namun, peraturan ini belum tersosialisasi secara baik di kalangan dokter.

Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi Ikatan Dokter Indonesia Masfar Salim mengatakan, belum tahu isi Permenkes. Menurut dia, dokter sudah diajar mengenai penggunaan antibiotik yang tepat sejak di fakultas. ”Jika ada Permenkes, para dokter bisa mengacu aturan itu,” katanya. (A04)

Sumber: Kompas, 7 Maret 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB