Rahmat Budiarto yang kerap dipanggil Diar hanya anak loper koran dengan penghasilannya paling besar Rp 60.000 per hari. Dengan segala keterbatasan keluarganya, ia bisa menggapai pendidikan tertinggi: doktor.
ARSIP PRIBADI—-Rahmat Budiarto
Meski berasal dari keluarga prasejahtera, Rahmat Budiarto (28) berhasil menggapai pendidikan hingga level tertinggi. Doktor muda dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran itu kini mencurahkan perhatiannya pada tanaman buah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diar, demikian sapaannya, menjelaskan serba-serbi jeruk dengan bahasa yang mudah. Kadang, kalimat-kalimat yang ia sampaikan sedikit jenaka. ”Mbah buyut jeruk ada tiga. Pertama, Citrus reticulate atau keprok. Kedua, Citrus maxima, jeruk besar, biasa disebut jeruk bali. Ketiga, Citrus medica, itu citron atau sukade,” katanya.
Sekarang, jeruk sudah beraneka ragam. Ada lemon, nipis, limau, kalamansi, manis, dan purut. ”Jeruk memiliki daya adaptasi yang luas, mulai daerah tropis hingga subtropis. Jeruk juga bisa berkawin silang sehingga anak-anaknya cukup beragam,” katanya.
Keterangan Diar yang ringan, tetapi informatif, mengindikasikan kepakarannya. Ia memang mendalami jeruk hingga menggondol gelar doktornya. ”Tak ada buah yang memikat saya seperti jeruk karena mudah ditemui dan tertanam dalam benak sejak kecil. Jeruk pun termasuk buah paling populer,” katanya.
Tak sekadar menuntaskan jenjang S-3. Di balik semangat menggantungkan cita-cita setinggi langit dan menggapainya, ia harus jatuh bangun dengan memulai dari bawah. Diar hanya anak loper koran dengan kehidupan yang sarat akan keterbatasan ekonomi.
Hingga ayah Diar berhenti berjualan pada Maret 2020, penghasilannya paling besar Rp 60.000 per hari, itu pun jika semua koran laku. Sebelum menjajakan koran, orangtua Diar juga sempat berdagang batu akik yang membawanya berkeliling dengan koper. ”Setelah pandemi, Ayah jualan cupang hias saja di rumah,” kata Diar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/7/2021).
Ia menyaksikan keuletan sang ayah yang enggan dibantu anak-anaknya. Orangtua itu hanya meminta Diar bersekolah dengan giat. ”Ayah itu role (panutan). Soal pendidikan, beliau disiplin sekali. Kalau mau bantu, kata Ayah, belajar saja yang benar,” katanya.
Keteladanan itu menginspirasi Diar meraih prestasi setinggi mungkin. Sejak SD hingga S-3, ia tak pernah luput menyabet beasiswa, mulai dari BOS, beasiswa unggulan (BU), dan Program Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Tidak hanya Diar, kedua adiknya pun menjadi penerima Beasiswa Bidikmisi.
”Dalam prosesnya, Ayah dan Ibu selalu mendukung kami untuk fokus belajar. Waktu SMP karena agak jauh, saya malah diantar Ayah sebelum berjualan koran. Bangun sebelum azan Subuh,” ucapnya.
Seusai shalat, mereka mandi dan berangkat. Diar selalu tiba di sekolah saat masih gelap dan tukang kebun tengah menyapu halaman sekolah. ”Kalau ayah sudah selesai berjualan koran, saya baru dijemput ketika sore,” kata Diar mengenang masa lalunya di Jember, Jawa Timur, itu.
Pertanian pun mulai menarik hati Diar semenjak SMK. ”Masuk SMK pertanian (SMKN 5 Jember), awalnya agar setelah lulus bisa langsung kerja, dan upahnya ditabung untuk modal kuliah. Waktu sekolah, saya pernah juara 1 lomba debat bahasa Inggris tingkat SMK Jember pada 2010,” katanya. Pada tahun yang sama, Diar juga menggondol juara harapan 3 lomba pidato bahasa Inggris sekabupatennya.
”Mulanya, saya ingin kuliah jurusan sastra Inggris, tapi Tuhan punya jalan yang lebih bagus,” ujar Diar sambil tersenyum. Hingga kuliah, Diar terus mengukir prestasi. Ia mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,93 saat menuntaskan S-1 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Kiprah Diar berlanjut dengan magang di Hankyong National University, Anseong-si, Korea Selatan, selama sebulan pada 2013. Pengalaman itu disusul pertukaran mahasiswa di Kasetsart University, Kamphaeng Saen, Thailand, selama setahun hingga pertengahan 2014.
Wisudawan terbaik
”Setelah lolos seleksi berdasarkan IP (indeks prestasi) setiap semester dan bahasa Inggris, di Kasetsart University, saya juga kuliah, magang, hingga penelitian untuk skripsi,” katanya. Tekad Diar memajukan pertanian Indonesia menguat. Di ”Negeri Gajah Putih” itu, ia menyaksikan sayur, buah-buahan, bahkan tanaman hias bermutu tinggi.
”Saya ingin belajar hortikultura, khususnya berbagai buah dengan sungguh-sungguh. Di Thailand, sektor itu berkembang pesat. Indonesia juga punya potensi besar,” kata Diar yang melanjutkan S-2 dan S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Berkat dukungan keluarga dan dosen, ia meraih IPK sempurna atau 4,00 saat menyelesaikan S-2 dan S-3 sehingga dinobatkan menjadi wisudawan terbaik.
Dalam proses menyelesaikan S-2 dan S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB, Diar mengikuti kelas musim panas (summer course) yang diadakan Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA) selama dua pekan di Kasetsart University.
Diar sudah membuat pula 12 jurnal internasional dengan 10 tulisan yang sudah diterbitkan, serta dua karya lain sudah diterima dan menunggu jadwal penerbitan. Kini, ia mengajar lima mata kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Tri Dharma Perguruan Tinggi pun tak dilupakan. Ia berbagi ilmu kepada 60-an petani dan penyuluh soal penanaman manggis, jeruk, dan jagung di beberapa daerah di Jawa Barat. Ia melatih ibu-ibu di desa untuk memanfaatkan pekarangan buat pertanian. Lewat kerja sama Fakultas Pertanian Unpad dan perusahaan pertanian berskala nasional, Diar ikut memberi pelatihan budidaya tanaman pada Agustus 2021.
Keresahan utama
Kecintaannya terhadap jeruk baru-baru ini ia buktikan dengan membuat penelitian berjudul ”Kinerja Ekspor Jeruk Indonesia (2010-2020)”. Ia bersama dosen Politeknik Negeri Jember Dian Galuh Pratita merampungkan hasil riset tersebut yang akan diseminarkan pada akhir Agustus 2021.
”Saya ingin sekali membuktikan Indonesia punya potensi buah-buahan yang besar. Komoditas hortikultura yang seksi itu berorientasi ekspor, termasuk jeruk,” ujarnya. Potensi untuk meluaskan jangkauan ekspor jeruk sangat besar, tetapi berdasarkan penelitian Diar dan Dian, Indonesia belum memiliki kekuatan untuk merebut pasar.
”Vietnam saja memiliki kekuatan mempertahankan pangsa pasarnya. Indonesia punya potensi maju, tapi jadi tugas semua pihak untuk bergerak dan bekerja sama,” ucapnya. Potensi buah-buahan Indonesia yang amat besar, tetapi kualitasnya yang relatif belum menggembirakan, menjadi keresahan utama Diar.
Tantangan sektor buah-buahan Nusantara, yakni produksi, juga harus bisa mengejar mutu. Soal kuantitas, Indonesia tak kalah dengan negara-negara lain. Jangankan ekspor, buah-buahan yang dihasilkan petani belum semuanya memenuhi standar pasar swalayan. ”Seandainya kendala itu bisa diatasi, Indonesia bisa memamerkan buah-buahannya yang tak hanya sangat beraneka ragam, tetapi juga bermutu tinggi kepada dunia,” katanya.
Rahmat Budiarto
Lahir: Jember, Jawa Timur, 10 April 1993
Pendidikan:
SD Negeri Gebang 4, Jember, Jawa Timur
SMP Negeri 5, Jember, Jawa Timur
SMK Negeri 5 Jember, Jawa Timur
S-1 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember
S-2 Agronomi dan Hortikultura IPB University
S-3 Agronomi dan Hortikultura IPB University
Oleh DWI BAYU RADIUS
Editor: BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 25 Agustus 2021