Empat daerah dipilih menjadi lokasi pusat data nasional. Lokasi itu adalah Batam di Kepulauan Riau, Bekasi di Jawa Barat, Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah berencana membangun pusat data nasional untuk menyelaraskan data antara pusat dan daerah. Empat lokasi yang dipilih adalah Batam di Kepulauan Riau, Bekasi di Jawa Barat, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, serta Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur. Pusat data nasional di Bekasi direncanakan rampung pada 2023.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Batam, Jumat (23/4/2021), mengatakan, saat ini pemerintah pusat dan daerah mengoperasikan 2.700 pusat data dan hanya 3 persen di antaranya yang memenuhi standar global. Selain itu, pemerintah juga menggunakan 24.700 aplikasi layanan. Sejak lama, hal itu dinilai tidak efisien dan harus segera ditata ulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Saat ini, pusat-pusat data pemerintah terlalu banyak. Itu berdampak terhadap sulitnya merancang satu data yang dibutuhkan dalam mengambil kebijakan publik. Belanja negara juga menjadi terlalu besar untuk membiayai pusat data yang terlalu banyak itu,” kata Johnny saat meninjau lahan bakal calon lokasi pusat data nasional di Jalan Trans Batam-Rempang-Galang.
Mengutip Kontan edisi Selasa (5/4/2021), pembangunan pusat data nasional diperkirakan bisa menciptakan efisiensi fiskal hingga Rp 20 triliun per tahun. ”Inefisiensi (yang terjadi selama ini) memang besar sekali, sangat besar, (tetapi) saya enggak perlu menyebutkan angkanya,” kata Johnny.
Empat pusat data nasional itu nantinya akan memiliki standar global tier 4, yakni dibekali dengan prosesor 42.000 core dan berkapasitas 72 petabyte. Cara kerja empat pusat data nasional itu adalah saling membackup satu sama lain. Adapun pusat data nasional yang ditargetkan selesai dalam waktu paling dekat adalah yang berlokasi di Bekasi, yakni pada 2023.
Johnny menjelaskan, empat lokasi itu dipilih dengan pertimbangan khusus. Bekasi dipilih karena lokasinya dekat dengan ibu kota negara saat ini, sedangkan pusat data nasional di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara akan dibutuhkan saat ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur. Adapun Batam dan Labuan Bajo dipilih sebagai penghubung dengan kawasan strategis internasional.
Menurut dia, percepatan pembangunan pusat data nasional salah satunya juga dipicu soal kekacauan data selama pandemi Covid-19. Pada masa awal pandemi, data dari daerah sering kali tidak sesuai dengan data pemerintah pusat. Dari situ, pemerintah belajar pentingnya ketersediaan data yang terintegrasi untuk dapat mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
”Dalam periode ini, Presiden (Joko Widodo) ingin memiliki pusat data nasional untuk mendukung kebijakan satu data agar pemerintah lebih mudah dalam mengambil kebijakan akurat yang didukung dengan data yang sesuai dan valid,” kata Johnny.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyatakan, Badan Pengusahaan Batam telah menetapkan lahan seluas 4,16 hektar di Jalan Trans-Barelang untuk digunakan sebagai pusat data nasional. Batam dinilai sangat siap ditunjuk menjadi salah satu lokasi pusat data nasional karena semua infrastruktur pendukung yang dibutuhkan sudah tersedia dengan baik.
Di Batam, sudah ada 32 pembangkit listrik dengan kapasitas total 528 megawatt. Lokasi calon pusat data nasional itu letaknya juga dekat dengan salah satu sumber air bersih terbesar di Batam, yakni Waduk Tembesi. Selain itu, pengamanan di lokasi itu terbilang ketat karena dekat dengan Markas Komando Brigadir Mobil dan Markas Batalyon Infanteri 135 Raiders.
”Selama ini, di lokasi itu juga belum pernah terjadi bencana alam baik gempa bumi maupun banjir. Oleh karena itu, kami menilai lahan tersebut sangat tepat digunakan sebagai lokasi pusat data nasional,” ujar Amsakar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, juga menilai bahwa pemilihan Batam menjadi salah satu lokasi pusat data nasional cukup beralasan. Pusat data nasional di Batam dapat bermanfaat bagi industri digital yang bermarkas di pulau itu, salah satunya kawasan Nongsa Digital Park yang pembangunannya juga ditargetkan akan rampung pada 2023.
HUMAS NONGSA DIGITAL TOWN—-Rancangan Nongsa Digital Town di Batam Kepulauan Riau. Kawasan itu akan dibangun untuk menjadi jembatan digital antara Indonesia dan Singapura.
Nongsa D-Town adalah pengembangan dari Nongsa Digital Park yang sebelumnya diresmikan oleh Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Luar Negeri Singapura pada 2018. Kini, Nongsa D-Park menjadi rumah bagi 1.000 pekerja digital dari 100 perusahaan multinasional. Dengan proyek Nongsa D-Town, kini luas Nongsa D-Park bertambah 5.000 meter persegi menjadi total 62 hektar.
Meski demikian, Bhima menilai pembangunan pusat data nasional tidak serta merta membereskan kekacauan data antara pusat dan daerah. ”Kekacauan data ini penyebabnya bukan hanya soal infrastruktur, melainkan juga soal ego sektoral. Setiap instansi dan lembaga ingin menggunakan anggaran masing-masing untuk melakukan pengumpulan data sendiri,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pemerintah mengatasi permasalahan kekacauan data langsung dari akarnya, yakni dimulai dari menunjuk satu lembaga yang bertanggung jawab penuh soal data nasional. Apabila ada suatu instansi dan lembaga yang membutuhkan suatu data seharusnya mereka tinggal mengajukan saja permohonan kepada Badan Pusat Statistik.
”Hal itu yang seharusnya menjadi prioritas. Pusat data nasional memang penting, tetapi sebenarnya bukan di situ inti persoalan integrasi data. Yang sebenarnya harus diintegerasikan lebih dulu adalah metodologi pendataan, kebutuhan pendataan, dan pihak yang melakukan pendataan. Itu yang lebih penting,” kata Bhima.
Oleh PANDU WIYOGA
Editor: AUFRIDA WISMI WARASTRI
Sumber: Kompas, 23 April 2021