Lembaga riset nasional siap memberikan bantuan teknis dalam pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral di industri pertambangan. Itu menjadi peluang menyusul pelarangan ekspor bijih mineral pada 12 Januari 2014.
Penerapan teknologi pengolahan dan pemurnian telah lama dilakukan industri nasional, antara lain oleh PT Timah yang beroperasi sejak 1960-an. ”Peneliti di BPPT saja mulai meneliti dan mengembangkan teknologi tersebut sejak awal tahun 1980-an,” kata Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Ridwan Djamaluddin, di Jakarta, Kamis (16/1).
Menyusul penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, saat ini sedang disusun rancangan peraturan presiden yang akan menjabarkan lebih lanjut tingkat pengolahan dan pemurnian mineral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Teknologi pengolahan bijih besi, menurut Ridwan, telah diterapkan BPPT di Kalimantan Selatan tahun 2010. Adapun teknologi pengolahan nikel tahun lalu digunakan di industri di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Dalam pendirian industri pengolahan mineral, BPPT memberikan bantuan teknis, antara lain pembuatan desain dan kajian tekno-ekonomi.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Material Indonesia Ryad Chairil, selain BPPT, pengembangan teknologi proses tersebut juga dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Mereka membuat produk Blast Furnace, sedangkan Lembaga Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) mengembangkan sistem tabung berputar Rotary Kiln.
Dampak positif
Pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, menurut Ryad, mampu memberikan dampak positif. Selain meningkatkan harga jual atau devisa, proses ini juga dapat membuka lapangan kerja baru.
Jika 400.000 ton pasir besi yang diekspor melalui Pelabuhan Cilacap bulan Desember lalu diolah, akan menghasilkan hingga 100.000 ton besi baja yang harganya hingga 30 kali lipat. Saat ini, harga bijih besi sekitar 60 dollar AS per ton.
Dari sisi teknologi, selain BPPT dan LIPI, perguruan tinggi juga sudah menghasilkan prototipe alat pengolah dan pemurnian mineral, antara lain UI, ITB, dan ITS. Namun, alat tersebut tidak diterapkan industri.
Sementara itu, Kementerian Riset dan Teknologi akan memberikan dukungan teknis berupa audit teknologi, technology clearing house, melakukan kajian, intermediasi, diseminasi, serta difusi teknologi pengolahan dan pemurnian mineral. ”Kami siap dukung,” kata Staf Ahli Menristek Bidang Energi dan Material Maju Idwan Suhardi. (YUN)
Sumber: Kompas, 18 Januari 2014