Maraknya kasus plagiasi sungguh memprihatinkan. Lingkungan pendidikan tinggi masih berjuang menegakkan standar etik dan jati diri. Masa depan pendidikan, peradaban, dan martabat bangsa menjadi taruhan.
Plagiasi atau plagiarisme kembali menjadi pembicaraan hangat. Sebenarnya, akademisi dan media massa, termasuk Kompas, sudah sering mengangkat isu ini. Paling mutakhir adalah dugaan plagiasi yang melibatkan para pengelola beberapa perguruan tinggi di Indonesia.
Terkuaknya informasi praktik plagiasi membuka tabir tentang karut-marut dan kekumuhan pengelolaan dan standar pendidikan tinggi di Indonesia. Fakta itu mengonfirmasi adanya pelanggaran norma, etika, dan standar mutu akademik yang parah dan perlu diperbaiki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelanggaran etika
Plagiasi merupakan salah satu pelanggaran etika dan standar akademik atau perilaku akademik yang tidak jujur dan melanggar integritas akademik.
Ketidakjujuran akademik (academic dishonesty) adalah perbuatan yang tidak jujur dalam rangka pendidikan, pengajaran, pembelajaran, riset, dan kegiatan akademik lain. Hal ini berlaku bukan hanya kepada mahasiswa, melainkan juga kepada setiap orang di lingkungan akademik.
Pelaku tindakan semacam itu umumnya akan berusaha mencari beragam dalih untuk menjustifikasi perbuatannya. Tidak jarang, pelaku plagiasi berdalih atau bersembunyi pada celah ketidaklengkapan regulasi yang tersedia.
Plagiasi merupakan pelanggaran etik, metode, dan standar mutu akademik. Pendekatan legal tidak akan selalu menuntaskan masalah karena perlu pembuktian hukum, proses hukum, dan penegakan hukum yang berliku dan panjang.
Namun, ketiadaan atau ketidaklengkapan regulasi atau aturan legal tentang plagiasi tidak berarti bahwa tindakan tersebut dapat dibenarkan dan dibiarkan berlanjut dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Melihat maraknya gejala plagiasi dan kemungkinan dampaknya, sangat penting bagi setiap perguruan tinggi untuk mencegah dan menetapkan sanksi yang tegas, adil, dan konsisten. Penetapan sanksi yang tegas, adil, dan konsisten dapat menimbulkan efek jera sehingga tidak terjadi pengulangan tindakan serupa.
Plagiasi perlu mendapat perhatian serius karena dapat berdampak buruk terhadap pendidikan tinggi.
Pembusukan
Dampak buruk yang mungkin terjadi, antara lain, demoralisasi pendidikan tinggi, menurunnya standar proses dan mutu akademik sehingga perguruan tinggi kita makin tidak kompetitif, terjadi involusi pada pendidikan dan pengembangan ilmu. Pada ujungnya dunia pendidikan Indonesia menjadi mundur.
Pendidikan merupakan kunci pokok dalam membentuk masyarakat yang berperadaban dan berdaya saing. Semua negara berupaya memajukan pendidikan dengan segala daya.
Negara maju yang disegani dan mampu bersaing di tingkat global adalah mereka yang mampu menyediakan pendidikan bermutu di semua jenjang bagi warganya. Tidak ada negara yang maju yang tidak didukung sistem pendidikan yang kuat dan bermutu.
Keunggulan sistem pendidikan tinggi menjadi salah satu tolok ukur kemajuan dan keunggulan suatu negara di hadapan negara lainnya.
Sejatinya misi fundamental perguruan tinggi adalah menyelenggarakan pendidikan akal budi, merawat dan mengembangkan karakter mulia manusia, mencari dan mengungkapkan kebenaran melalui penelitian yang dilakukan, serta menyumbangkan hasil pencarian kebenaran itu bagi kemajuan peradaban dan kemakmuran bangsa.
Penyelenggaraan misi pendidikan tinggi itu dibingkai oleh nilai-nilai etis, kaidah akademik, dan tata kelola yang menjaga standar mutu dan reputasinya. Nilai-nilai etis dan integritas akademik menjadi panduan dan harus selalu dirawat serta dipertahankan sivitas akademika.
Pendidikan tinggi bukanlah pendidikan biasa. Ia menuntut suatu pribadi kesarjanaan dan tradisi kecendekiawanan dengan adab dan karakter yang mulia. Memperoleh gelar kesarjanaan dari perguruan tinggi merupakan kehormatan.
Secara tradisional, para sarjana mendapat sebutan sebagai orang ”yang amat terpelajar”. Suatu sebutan yang menyiratkan standar capaian, karakter, dan komitmen pada nilai-nilai etis dan integritas akademik. Alasannya sangat sederhana dan mendasar.
Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa dan perbaikan peradaban. Namun, penyelenggaraan pendidikan tinggi yang membiarkan terjadinya pelanggaran nilai, tradisi, dan kaidah akademik oleh sivitas akademika—dan tidak dicegah oleh para pemangku kepentingan di dalamnya—cepat atau lambat justru akan meruntuhkan standar mutu dan reputasi.
Pengabaian terhadap jati diri dan misi dasar tersebut telah merendahkan martabat perguruan tinggi dan mereka yang berproses di dalamnya. Menjebak perguruan tinggi tak ubahnya lingkungan yang anarkistis dan kumuh.
Tanpa komitmen merawat dan mempertahankan nilai-nilai etis dan integritas akademik, institusi pendidikan tinggi akan terperosok pada pembusukan akademik.
Martabat bangsa
Kemajuan pendidikan, termasuk standar etik dan mutu pendidikan tinggi, dapat meningkatkan martabat negara dan bangsa. Kerusakan pendidikan menjadi jalan bagi kemunduran bangsa dan hancurnya peradaban.
Di hadapan kompetisi global yang kian ketat, pendidikan tinggi di Indonesia dituntut menjadi tulang punggung inovasi dan kemajuan produksi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sungguh memprihatinkan jika ternyata lingkungan pendidikan tinggi masih berjuang menegakkan standar etik dan jati diri.
Masa depan pendidikan, peradaban, dan martabat bangsa menjadi taruhan.
Sigit Riyanto, Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum UGM
Editor: YOHANES KRISNAWAN
Sumber: Kompas, 23 Februari 2021