Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai rekor tertinggi 3.003 orang pada Jumat (28/8/2020). Meningkatnya kasus di Indonesia menandai laju penularan virus SARS-CoV-2, pemicu Covid-19, di masyarakat tinggi.
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai rekor tertinggi 3.003 orang pada Jumat (28/8/2020), sehingga total menjadi 165.887 kasus. Rasio kasus positif juga terus meningkat, sedangkan rumah sakit mulai penuh dan tenaga kesehatan mengalami kelelahan dan terus berguguran.
Penambahan kasus ini didapatkan dari pemeriksaan terhadap 16.649 orang. Ini berarti rasio kasus positif mencapai 18 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan rasio positif rata-rata dari total pemeriksaan nasional sebesar 13,3 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagian besar penambahan kasus ini disumbangkan Jakarta dengan adanya 869 kasus baru dari 5.709 orang yang diperiksa atau 34 persen pemeriksaan nasional. Rasio kasus positif di Jakarta 15,2 persen, jauh lebih tinggi daripada rasio positif di Jakarta dalam sepekan terakhir sebesar 10,1 persen.
Sekalipun Jakarta menyumbangkan kasus terbanyak, jumlah korban jiwa paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan 28 korban jiwa, Jawa Timur 20 korban jiwa, Aceh 11 orang. Adapun Jakarta mendapat penambahan 10 orang meninggal, dan 36 korban meninggal lainnya tersebar di 12 provinsi lain.
Secara nasional, menurut laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kumulatif korban jiwa karena Covid-19 kini mencapai 7.169 orang. Hal itu menempatkan Indonesia di urutan ke-19 negara dengan korban jiwa terbanyak. Jumlah korban jiwa di Indonesia ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, dan di urutan ketiga di Asia setelah India dan Iran.
Tenaga medis
Indonesia juga tercatat mengalami korban jiwa dari tenaga kesehatan yang amat tinggi. Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, jumlah korban jiwa dari kalangan dokter 96 orang, dengan tambahan satu lagi anggoa IDI Buleleng, Bali, I Made Widiartha Wisna, yang meninggal dunia pada Jumat ini. Sementara jumlah dokter gigi yang meninggal 8 orang dan perawat 66 orang.
Dengan jumlah ini, rasio kesehatan yang meninggal dibandingkan jumlah total korban di Indonesia 2,37 persen. “Persentase tenaga kesehatan yang meninggal di Indonesia ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain, misalnya Amerika Serikat rasionya hanya 0,37 persen,” kata Ketua Terpilih IDI Adib Khumaidi.
Tingkat kematian dokter tertinggi juga terjadi di delapan daerah yang memiliki jumlah kasus Covid-19 paling banyak. Jawa Timur kehilangan paling banyak dokter, yaitu 30 persen dari keseluruhan korban.
Sebanyak 60 persen dokter yang meninggal ini berusia di atas 50 tahun dan 54,7 persen merupakan dokter umum. Jadi, ada 40 persen yang meninggal usianya tergolong muda, bahkan ada yang masih berumur 26 tahun, dengan tanpa komorbid. ” Ini pesan penting bahwa Covid-19 berbahaya,” katanya.
Menurut Adib, kematian tenaga kesehatan ini disebabkan beragam faktor, termasuk akibat kelelahan. “Selama enam bulan ini kasus juga terus naik, pasien yang dirawat meningkat, beban kerja tenaga kesehatan meningkat. Saat ini rumah sakit juga kembali penuh pasien Covid-19,” tuturnya.
Faktor lain, belum semua fasilitas kesehatan memiliki kualitas ruangan yang memenuhi standar keamanan dalam pelayanan untuk pasien Covid-19 ini. Sebagai contoh, belum semua fasilitas kesehatan memiliki ruangan bertekanan negatif atau sirkulasi udara yang baik.
Untuk alat pelindung diri (APD), lanjut Adib, saat ini sudah terpenuhi, melalui distribusi pemerintah pusat maupun daerah, rumah sakit, dan membeli sendiri. “Faktor kelelahan bisa menurunkan daya tahan fisik maupun psikis, sehingga teledor saat memakai atau melepas APD. Namun, secara prosedur, rata-rata sekarang rekan-rekan sudah sadar risiko, sehingga tidak benar kalau dikatakan kami lalai memakai APD,” ucapnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, kapasitas rumah sakit masih memadai. Saat ini secara nasional okupansi tempat tidur di rumah sakit mencapai 33 persen, namun ada 10 daerah yang dipantau mengalami peningkatan kasus.
“Saat ini ada 2.938 rumah sakit dan semuanya diinstruksikan untuk tangani Covid-19, walaupun tidak jadi rumah sakit rujukan. Beberapa provinsi yang merah, termasuk DKI Jakara, menyiagakan Wisma Alet untuk isolasi sementara. Jawa Timur juga sudah punya. Tidak semua harus ke rumah sakit,” kata Oscar.
Lebih cepat
Epidemiolog dari Laporcovid19.org, Iqbal Elyazar mengatakan, terus meningkatnya kasus di Indonesia menandai laju penularan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, di masyarakat lebih tinggi dibandingkan kecepatan surveilans yang dilakukan.
“Kelemahan kita terutama karena kapasitas tes dan pelacakan kasus yang masih kurang, selain cakupannya terbatas sehingga terlambat menemukan dan mengisolasi,” kata Iqbal.
Kondisi ini diperparah dengan kurang optimalnya pembatasan sosial yang dilakukan. Kombinasi antara tingginya mobilitas dan keterlambatan isolasi itu mengakibatkan laju penularan makin cepat. “Angka kasus kita hanya puncak gunung es, karena yang belum ditemukan jauh lebih tinggi,” katanya.
Sekalipun ada peningkatan, jumlah orang yang dites per 1.000 penduduk di Indonesia masih sangat rendah, yaitu berada di urutan ke-162 dari 215 negara.
Data dari worldometers.info, Indonesia baru memeriksa 7,79 per 1.000 penduduk. Tiga negara dengan kasus terbanyak, yaitu Amerika Serikat melakukan tes 239 per 1.000 penduduk, Brasil 66 per 1000 penduduk, dan India 28 per 1.000 penduduk. India saat ini rata-rata sudah bisa melakukan 1 juta tes per hari dengan rasio kasus positif 10 persen.
Menurut Iqbal, setidaknya ada sejumlah aspek untuk melihat keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia, yakni jumlah tes, rasio kasus positif, kecukupan dan kecepatan penelusuran kontak, kecukupan ruang perawatan, tingkat kematian. dan kesembuhan.
“Kesembuhan hanya satu bagian, yang harus dibandingkan dengan tingkat mortalitas dan indikator lain. Jadi, kalau pemerintah membanggakan rasio kesembuhan lebih tinggi dari kondisi global, bisa keliru,” ujarnya.
Iqbal menambahkan, kesembuhan bukan keberhasilan pencegahan pandemi. “Berhasil itu kalau jumlah kasus kecil dan yang meninggal sedikit. Selain itu kita juga perlu melihat kriteria sembuhnya, apakah ada dampak permanen pada tubuh,” kata Iqbal.
Vietnam misalnya, rasio kesembuhannya hanya 57,7 persen, sedangkan Indonesia rasio kesembuhannya 71,2 persen. Namun, Vietnam hanya memiliki 1.036 kasus dengan total korban jiwa 30 orang atau tingkat kematian 2,8 persen. Sementara Indonesia memiliki jumlah kasus 165 kali lebih banyak dibandingkan Vietnam dan tingkat kematian 4,3 persen.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 29 Agustus 2020