China berhasil mengatasi pandemi Covid-19 lebih awal sehingga kini memasuki fase pemulihan ekonomi. Situasi itu bisa dicapai melalui upaya pencegahan dan pengendalian penyakit itu secara ketat.
Sebagai negara yang menjadi episentrum awal wabah Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru, China berhasil mengatasinya lebih awal sehingga kini memasuki fase pemulihan ekonomi. Kunci sukses mereka di antaranya menjadikan pencegahan dan pengendalian sebagai prioritas, selain deteksi dini dan ketat menerapkan protokol kesehatan.
Pengalaman China mengendalikan pandemi ini disampaikan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, dalam diskusi daring yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Senin (24/8/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah membuat banyak perjuangan dan pengorbanan, kini situasi (pandemi) di China terkendali. Ini tidak mudah. Selain secara reguler mencegah kembalinya wabah, saat ini fokus utama kami yakni meningkatkan produksi untuk memulihkan ekonomi,” tuturnya.
Xiao mengatakan, ada lima langkah kunci yang dilakukan China dalam pencegahan dan pengendalian wabah di fase normal baru. Pertama, memastikan agar warga menjaga protokol kesehatan meliputi jaga jarak, memakai masker saat di luar, membuka jendela agar sirkulasi udara membaik, dan rutin mencuci tangan. Tindakan ini diikuti sanksi tegas.
Kedua, menangani secara dini dalam hal deteksi, pelaporan, isolasi, dan perawatan pasien untuk memutus rantai penularan dengan cepat. “Ini butuh langkah tegas dan tak boleh setengah-setengah,” ujarnya.
Ketiga, fokus pada area kunci, termasuk memberi petunjuk jelas terkait protokol kesehatan di tempat publik. Keempat, memperkuat kapasitas tes dengan metode reaksi rantai polimerase atau PCR, terutama terhadap kelompok rentan.
Adapun langkah kelima yakni memperkuat akuntabiltas penanganan di tingkat daerah. “Jika ada ledakan wabah di daerah, kepala daerahnya akan dipecat. wali kotanya dipecat. Mereka mereka dianggap gagal menjalankan tugas sehingga penduduknya menderita bahkan meninggal,” ungkapnya.
Jika langkah-langkah itu telah dilakukan, termasuk tes PCR secara masif, dan selama 14 hari tidak ada lagi kasus baru, warga bisa keluar dengan aman. Sebagai contoh, beberapa hari lalu di Wuhan digelar acara musik di tengah kota. “Itu karena situasi aman dan tidak ada lagi penularan selama 14 hari atau lebih,” kata Xiao.
Untuk mencegah penularan dari luar, China juga menerapkan langkah pencegahan yang ketat antara lain membatasi jumlah penerbangan dari negara lain. Penumpang yang mau pergi ke China wajib mengantongi hasil tes PCR negatif maksimal lima hari sebelum terbang. Setiba di China, penumpang kembali dites PCR.
Begitu ada kluster penularan baru, seperti terjadi baru-baru di Beijing, dilakukan beberapa langkah tegas dengan melakukan investigasi epidemiologis dan tes PCR secara massal. “Hasilnya, kluser-kluster ini bisa diatasi secara cepat,” kata dia.
Sekalipun telah mengembangkan sejumlah vaksin, termasuk salah satunya yang diproduksi Sinovac dan kini menjalani uji klinis fase tiga di Indonesia, China menunjukkan, pencegahan dan pengendalian Covid-19 merupakan yang utama, sebelum bisa kembali produktif. “Sekarang kami percaya diri, wabah tidak akan terjadi lagi di China, semoga,” ujar Xiao.
Sebelum berhasil mengendalikan penularan, China juga melakukan pembatasan sosial dengan ketat melalui strategi penutupan episenter wabah di Wuhan dan sejumlah kota lain di bulan Januari. Pada bulan Juni, mereka juga melakukan karantina wilayah di sebagian wilayah Beijing setelah ditemukannya kluster penularan di salah satu pasar grosir terbesar kota ini.
Sebagai perbandingan, menurut data di worldometers.info, China memiliki total kasus Covid-19 84.967 dengan penambahan kasus baru harian hanya 16 orang, serta total korban jiwa sebanyak 4.634. Negara dengan populasi tertinggi di dunia ini telah melakukan 90,4 juta tes PCR atau 62,8 tes per 1.000 penduduknya.
Indonesia kini memiliki 76.745 kasus dengan penambahan kasus baru 1.877, serta korban jiwa sebanyak 6.759 orang. Sejauh ini Indonesia hanya bisa melakukan 2,03 juta tes atau 7,3 tes per 1.000 penduduk, merupakan salah satu yang terendah di dunia.
Begitu ada kluster penularan baru seperti terjadi baru-baru ini di Beijing, langkah tegas dilakukan melalui investigasi epidemiologis dan tes PCR secara massal. “Hasilnya, kluster bisa diatasi secara cepat,” ujarnya.
Meski mengembangkan sejumlah vaksin, termasuk yang diproduksi Sinovac dan kini menjalani uji klinis fase tiga di Indonesia, China menunjukkan, pencegahan dan pengendalian Covid-19 jadi hal utama sebelum kembali produktif. “Sekarang kami percaya diri, wabah tak akan terjadi lagi di China, semoga,” kata Xiao.
Sebelum berhasil mengendalikan penularan, China melakukan pembatasan sosial dengan ketat melalui strategi penutupan episenter wabah di Wuhan dan sejumlah kota lain di bulan Januari lalu. Pada bulan Juni lalu, mereka menerapkan karantina wilayah di sebagian wilayah Beijing setelah ditemukan kluster penularan di pasar grosir terbesar kota ini.
Sebagai perbandingan, menurut data di worldometers.info, China memiliki total kasus Covid-19 84.967 dengan penambahan kasus baru harian hanya 16 orang, serta jumlah total korban jiwa 4.634 orang. Negara dengan populasi tertinggi di dunia ini melakukan 90,4 juta tes PCR atau 62,8 tes per 1.000 penduduknya.
Indonesia, menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Senin (24/8), kini memiliki 76.745 kasus dengan penambahan kasus baru 1.877 orang dan jumlah total korban jiwa 6.759 orang. Sejauh ini, Indonesia hanya bisa melakukan 2,03 juta tes PCR atau 7,3 tes per 1.000 penduduk, termasuk yang terendah di dunia.
Pengadaan vaksin
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah mengamankan pengadaan vaksin Covid-19 sebanyak 290 juta dosis hingga akhir 2021. Pemerintah mencari vaksin dari luar negeri maupun mendorong produksi vaksin di dalam negeri. Jika vaksin yang tersedia kelak melebihi kebutuhan dalam negeri, tak tertutup kemungkinan akan dijual ke negara lain.
”Sampai akhir 2020, kita akan dapat 20-30 juta (dosis) vaksin, tetapi sampai akhir 2021 sekitar 290 juta vaksin,” kata Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas penanganan Covid-19 ? dan pemulihan ekonomi nasional, di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.
Di Bandung, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akan melaksanakan tes usap dalam proses uji klinis vaksin Selasa (25/8). Pemeriksaan awal ini dilaksanakan untuk memastikan Ridwan Kamil bebas dari Covid-19 sebelum masuk ke tahap berikutnya.
Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Sekretariat Daerah Provinsi Jabar Hermansyah di Bandung, menyatakan, tes PCR dilakukan pada tahap awal. Jika dinyatakan negatif, maka rangkaian uji klinis bisa dilaksanakan ke tahap berikutnya.
Sumbangan Riset
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, LIPI saat ini terlibat dalam konsorsium riset dan inovasi untuk mengidentifikasi dan menangangi Covid-19 dalam berbagai aspek. Tak hanya kajian fisik, namun juga sosial dan ekonomi. “Kami juga melakukan riset untuk meminimalkan dampak dari pandemi ini,” kaa Laksana.
Riset LIPI terkait Covid-19 meliputi antara lain pengembangan ventilator, hingga uji klinis kandida immunomodulator dari tanaman herbal lokal. “Saat ini kandidat immunomodulator ini menunggu keputusan akhir dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” katanya.
Selain itu, LIPI turut dalam upaya peningkatan kapasitas tes berbasis molekuler di Indonesia. “Kami saat ini mengembangkan RT-LAMP (reserve transcription loop-mdeiated) untuk deteksi SARS-CoV-2, yang diharapkan bisa membantu pemeriksaan di daerah-daerah terpencil,” ujarnya.
Laksana menambahkan, sekalipun sudah menerapkan protokol kesehatan, sejumlah peneliti LIPI telah menderita Covid-19. Namun, dia tidak menyebutkan, berapa banyak yang terinfeksi. Seperti diketahui, seiring dengan meningkatnya mobilitas, perkantoran, termasuk di kementerian dan lembaga di Jakara, telah menjadi kluster penularan Covid-19.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 25 Agustus 2020