Roket peluncur Electron yang membawa tujuh satelit kecil dari tiga perusahaan berbeda gagal mencapai orbit. Kegagalan itu diduga disebabkan ada persoalan pada roket tingkat dua.
KOMPAS/ROCKETLAB/TWITTER–+Roket peluncur milik RocketLab bernama Electron siap diluncurkan dari lokasi peluncurannya di Semenanjung Mahia, Pulau Utara, Selandia Baru, Sabtu (4/7/2020). Peluncuran itu gagal membawa satelit ke orbit setelah roket tingkat kedua Electron gagal bekerja. Ketujuh satelit kecil dari tiga perusahaan asal Jepang, Amerika Serikat dan Inggris itu pun hilang.
Roket peluncur Electron yang membawa tujuh satelit kecil dari tiga perusahaan berbeda gagal mencapai orbit. Meski masih diselidiki penyebab kegagalan peluncuran tersebut, permasalahan diduga berasal dari roket tingkat kedua Electron. Kegagalan itu juga membuat seluruh satelit dalam peluncuran tersebut telah musnah terbakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Electron merupakan roket dua tingkat milik perusahaan peluncuran asal California, Amerika Serikat, Rocket Lab. Roket itu diluncurkan dari landas luncur milik Rocket Lab di Semenanjung Mahia, Pulau Utara, Selandia Baru pada Sabtu (4/7/2020) pukul 21.19 waktu setempat atau pukul 16.19 WIB.
Ketujuh satelit yang hilang itu merupakan satelit kecil untuk pencitraan Bumi yang berasal dari tiga perusahaan. Sebanyak lima dari tujuh satelit yang diangkut meliputi antara lain Planet Labs Inc asal California, AS, satu satelit milik perusahaan Canon Electronis dari Jepang, dan satu satelit Faraday-1 milik perusahaan rintisan teknologi asal Inggris, In-Space Missions.
Pimpinan Eksekutif Tertinggi (CEO) Rocket Lab Peter Beck melalui Twitter meminta maaf atas kegagalan perusahannya mengirimkan roket-roket tersebut. “Kami sangat menyesal karena gagal mengirimkan satelit milik pelanggan kami. Namun yakinlah, kami akan segera menemukan dan memperbaiki masalahnya dan segera meluncurkan kembali,” tulisnya.
——Ilustrasi peluncuran roket.
Menit-menit pertama peluncuran berjalan sesuai rencana, tanpa kendala. Rekaman video peluncuran menunjukkan roket tingkat kedua Electron beroperasi secara normal pada 5 menit 40 detik setelah peluncuran, saat roket berada pada ketinggian 192 kilometer dan bergerak dengan kecepatan 3,8 kilometer per detik.
Setelah itu, pada menit keenam setelah peluncuran, video yang memberikan informasi ke pusat pengendali di Bumi membeku. Peristiwa itu terjadi bersamaan dengan roket Electron yang mulai kehilangan kecepatan dan ketinggiannya hingga siaran langsung itu terhenti. Tak lama setelah itu, Rocket Lab mengumumkan melalui Twitter bahwa ada masalah dengan roket mereka, khususnya pada roket tingkat dua, hingga muatannya hilang.
Peluncuran Electron itu, seperti dikutip dari Space, Minggu (5/7/2020), semula dijadwalkan berlangsung pada Jumat (3/7/2020). Cuaca buruk membuat peluncuran diundur menjadi Minggu (5/7/2020). Namun tiba-tiba peluncuran dimajukan lagi pada Sabtu (4/7/2020).
Dalam peluncuran roket, pengunduran waktu peluncuran umumnya mengambil jeda waktu cukup lama, bisa dalam hitungan minggu, disesuaikan dengan dengan periode atau jendela waktu peluncuran di setiap lokasi peluncuran. Namun memajukan jadwal peluncuran adalah sesuatu hal yang jarang terjadi.
Peluncuran tujuh satelit Sabtu lalu itu menjadi misi ke-13 dari Rocket Lab dan dinamai “Pics or it Didn’t Happen”. Penamaan itu diberikan karena ketujuh satelit kecil itu adalah satelit pencitraan Bumi.
Meski satelit milik Planet Lab Inc yang diluncurkan itu berjumlah lima buah, sebagaimana dikutip dari BBC, Minggu (5/7/2020), muatan utama peluncuran itu adalah satelit milik Canon Electronis Jepang, yaitu satelit CE-SAT-IB. Satelit ini membawa kamera yang memiliki sudut pandang lebar dan beresolusi tinggi untuk mengambil citra di permukaan Bumi dalam orde kurang dari satu meter.
Sementara itu, lima satelit SuperDove Earth-imaging merupakan bagian dari jaringan satelit pencitraan Bumi milik Planet Lab Inc, perusahaan berbasis di San Franssico, AS. Meski kehilangan lima satelitnya, perusahaan ini diyakini yang paling cepat pulih operasionalnya perusahaan itu telah dan sedang akan meluncurkan berbagai satelit lainnya.
Pimpinan Eksekutif Tertinggi Planet Lab Inc Will Marshall juga mengumumkan hilangnya lima satelit miliknya melalui Twitter. “Meski kegagalan ini tidak pernah diharaplan, risiko kegagalan peluncuran telah diantisipasi. Satelit berikutnya akan diluncurkan menggunakan roket Vega milik Eropa dan Falcon 9 milik AS,” seperti dikutip dari Space.
Satelit terakhir yang hilang dalam peluncuran satelit kecil Faraday-1 milik In-Space Mission, milik perusahaan rintisan teknologi asal Bordon, Oxfordshire, Inggris. Perusahaan ini membangun satelit dan menyewakan ruangan di dalamnya kepada sejumlah perusahaan yang ingin menerbangkan instrumennya ke orbit tanpa harus mendanai membangun sendiri satelitnya.
Karena itu, kegagalan Electron ini menjadi kekecewaan besar bagi In-Space Mission maupun bagi perusahaan-perusahaan lain yang telah menitipkan instrumennya pada mereka. “Tim In-Space sedih mendengar kabar ini. Kerja keras selama dua tahun dari sekelompok perekayasa brilian dengan komitmen penuh hilang dalam asap. Ini merupakan wahana kecil yang sangat keren,” katanya melalui Twitter.
Sejak didirikan hingga misi ke-13 yang gagal, Rocket Lab telah meluncurkan 53 wahana dalam 12 misi berbeda. Sebagian besar dari misi tersebut berhasil meletakkan satelit ke orbit. Hanya misi pertama yang diluncurkan pada 2017 yang gagal akibat adanya gangguan sistem telemetri roket, sistem yang menentukan sejumlah parameter seperti ketinggian dan kecepatan, bukan karena masalah dalam sistem roket peluncurnya.
Rocket Lab saat ini menyelidiki penyebab roket peluncur mereka gagal bekerja. Investigasi itu bermakna penting karena perusahaan juga harus segera menyiapkan misi pengiriman wahana ke Bulan sebagai bagian dari misi dari Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS atau NASA.
Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 7 Juli 2020