Polusi Cahaya Ganggu Orientasi Binatang Laut

- Editor

Rabu, 24 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hasil riset di Inggris baru-baru ini membuktikan bahwa polusi udara yang dihasilkan kota berpengaruh pada kehidupan binatang penghuni pantai. Mereka mengalami disorientasi saat melakukan perjalanan jauh.

WWW.MARINESPECIES.ORG—Makhluk laut yang biasa ditemukan di pinggir pantai di Eropa ini bernama sand hopper (“Talitrus saltator”). Sumber foto: www.marinespecies.org

Pencahayaan buatan yang dihasilkan manusia berpengaruh signifikan pada sejumlah spesies yang bergantung pada cahaya bulan dan bintang sebagai penunjuk arah pergerakan saat malam hari. Baru-baru ini, penelitian Bangor University dan University of Plymouth menunjukkan pergerakan makhluk kecil sand hopper (Talitrus saltator) terpengaruh oleh sinar cahaya buatan dari kota-kota yang berjarak berkilo-kilometer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Makhluk yang mengandalkan bulan sebagai kompas saat menempuh perjalanan jauh itu mengalami kehilangan orientasi, tersesat, dan gagal menuju lokasi tujuan akibat gangguan polusi cahaya buatan tersebut. Meskipun berukuran kecil, makhluk ini sangat penting bagi ekosistem pantai karena bertugas sebagai pemecah dan pendaur ulang ganggang-ganggang yang terbawa arus.

Dalam beberapa kasus, polusi cahaya buatan tersebut dapat menyebabkan T saltator bepergian ke laut dan menjauh dari makanan. Sebaliknya juga, dalam kasus lain hal ini mengurangi kemungkinan mereka berkelana untuk mencari makan.

Hasil riset mereka dipaparkan dalam jurnal Current Biology. Para peneliti menyatakan gangguan pada makhluk kecil tersebut mengancam kesehatan populasi sand hopper dan secara luas mengganggu ekosistem. Studi ini dilakukan sebagai bagian dari proyek penelitian Dampak Cahaya Buatan pada Ekosistem Pesisir (ALICE), yang didanai oleh Natural Environment Research Council.

Thomas Davies, pengajar konservasi laut di University of Plymouth (UK), penulis senior dan peneliti utama pada proyek ALICE, mengatakan cahaya buatan (artificial skyglow) merupakan bentuk pencemaran cahaya paling luas secara geografis. “Survei telah menunjukkan bahwa saat ini 23 persen pantai dunia setiap malam terpapar cahaya buatan,” kata dia dalam Science Daily, 22 Juni 2020.

Dengan peningkatan jumlah populasi manusia di pantai – setidaknya dua kali lipat pada tahun 2060 – efek sinar buatan pada makhluk laut akan kian meningkat. “Melalui proyek ALICE, kami menemukan semakin banyak bukti bahwa polusi cahaya dari kota-kota pantai dapat memengaruhi spesies laut yang menghuni pantai di dekatnya, pantai berbatu, dan bahkan dasar laut,” kata dia.

Stuart Jenkins, profesor ekologi kelautan di Bangor University dan penulis hasil penelitian ini, menyatakan penelitian baru pada Pantai North Wales menunjukkan secara jelas bahwa tingkat cahaya buatan yang sangat rendah dapat memiliki efek luas pada spesies laut pesisir. Makhluk kecil sand hopper atau dalam beberapa sumber dibahasakan kutu pasir eropa, merupakan penghuni pantai-pantai di Eropa.

Makhluk ini menghabiskan waktu siang hari terkubur di pasir pada kedalaman 10-30 centimeter. Mereka muncul pada malam hari untuk memakan rumput laut yang membusuk dan detritus lainnya.

Pada studi ini, para peneliti memantau populasi hopper pasir di pantai Cable Bay di North Wales, Inggris, lokasi yang secara alami gelap, selama 19 malam antara Juni dan September 2019. Mereka mengamati perilaku hampir 1.000 sand hopper di bawah berbagai fase bulan dan kondisi cuaca. Kemudian, para peneliti “mengenalkan” cahaya buatan yang mereplikasi intensitas dan warna cahaya langit dari kota ke kota di sekitar garis pantai Inggris.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 24 Juni 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB