Gerhana Matahari Cincin kembali akan terjadi, Minggu (21/6/2020). Di Indonesia, wilayah yang tak bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian (GMS) ialah selatan dan barat Jawa serta sisi barat ujung selatan Sumatera.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO—Gerhana Matahari cincin yang teramati di Lapangan Bunsur, Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Fenomena ini disambut antusias masyarakat setempat dan juga berbagai pendatang dari berbagai kota di Indonesia.
Gerhana Matahari Cincin kembali akan terjadi, Minggu (21/6/2020). Namun, sebagian besar wilayah Indonesia akan melihatnya sebagai gerhana Matahari sebagian karena posisi Indonesia yang berada di tepi jalur gerhana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gerhana Matahari cincin (GMC) kali ini bisa disaksikan di 14 negara Asia-Afrika, seperti Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, Ethiopia, Yaman, Arab Saudi, Oman, Pakisan, India, China, dan Taiwan. Puncak GMC terjadi di Uttarakhand, India utara.
Jalur lintasan gerhana Matahari ini amat tipis. Lebar jalur gerhana saat proses gerhana dimulai atau di akhir sekitar 85 kilometer sehingga gerhana Matahari cincin di wilayah itu hanya berlangsung selama 1 menit 20 detik. Sementara di wilayah yang bisa mengamati puncak gerhana Matahari cincin, lebar jalurnya hanya 21 kilometer hingga durasi cincin hanya berlangsung 38 detik.
Di Indonesia, wilayah yang tak bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian (GMS) ialah selatan dan barat Jawa serta sisi barat ujung selatan Sumatera. DKI Jakarta dan Banten ialah dua provinsi yang sama sekali tak bisa melihat GMS.
KOMPAS/ECLIPSE.GSFC.NASA.GOV—Wilayah yang akan dilewati jalur gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020. Gerhana Matahari cincin hanya bisa disaksikan di wilayah yang dilintasi garis merah, sedangkan di luar daerah itu, termasuk di Indonesia, hanya akan bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian.
Karena hanya berupa GMS, maka jangan membayangkan gerhana yang bisa dilihat dari Indonesia pada GMC 21 Juni nanti akan seperti cincin Matahari yang terlihat pada GMC 26 Desember 2019 di sebagian Sumatera dan Kalimantan.
GMS di Indonesia terjadi sejak Minggu siang hingga petang. Namun, waktu mulai, puncak dan akhir gerhana di tiap daerah berbeda. “Waktu gerhana bergantung pada konfigurasi posisi Matahari-Bulan yang teramati di muka Bumi,” kata peneliti Astronomi dan Astrofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Rukman Nugraha, Jumat (19/6/2020).
Waktu mulai GMS di Indonesia antara pukul 13.16 WIB di Sabang, Aceh hingga 15.20 WIB di Kepanjen, Malang, Jawa Timur. Puncak GMS paling cepat terjadi di Sabang pada 14.35 WIB dan paling lambat di Agats, Papua pukul 17.37 WIT. GMS berakhir dari pukul 15.07 WIB di Tais, Bengkulu hingga 17.32 WITA di Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
“Beberapa kota di Maluku, Papua dan Papua Barat tidak bisa melihat puncak gerhana karena Matahari sudah tenggelam,” ujarnya. Puncak gerhana GMS berlangsung saat bagian Matahari yang ditutupi piringan Bulan mencapai maksimum.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA—Warga melaksanakan shalat gerhana di samping layar monitor yang menayangkan proses gerhana Matahari sebagian di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 26 Desember 2019. Saat itu, sebenarnya sedang berlangsung gerhana Matahari Cincin yang bisa disaksikan dari sejumlah daerah di Kalimantan dan Sulawesi. Namun di Jawa, termasuk Surabaya, hanya bisa menyaksikan sebagai gerhana Matahari sebagian karena berada di luar jalur inti gerhana Matahari cincin.
Saat puncak GMS, besaran piringan Matahari yang tertutup Bulan di Indonesia berkisar antara dari 0- 52 persen. Piringan Matahari yang nol tertutup Bulan berarti tepi Matahari-Bulan hanya akan saling bersentuhan. Ini terjadi di daerah yang terletak di pinggir jalur gerhana, seperti Kepanjen, Jatim.
Piringan Matahari yang 52 persennya tertutup Bulan bisa dilihat di Melonguane, Sulut. Di sana, Matahari akan terlihat seperti biskuit bulat yang digigit separuh.
GMC kali ini bertepatan dengan posisi Matahari di titik balik utara atau disebut juga summer solstice atau titik balik musim panas bagi belahan bumi utara. Setiap tahun, Matahari ada di titik balik utara antara 20-22 Juni. Tahun ini, Matahari mencapai titik itu pada 21 Juni pukul 04.43 WIB.
“Karena terjadi bersamaan dengan summer solstice, GMC kali ini hanya bisa dilihat oleh penduduk yang tinggal di belahan Bumi utara,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung Moedji Raharto.
KOMPAS/BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA—Peta wilayah di Indonesia yang bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian pada Minggu (21/6/2020). Jawa bagian selatan dan barat serta sisi barat ujung selatan Sumatera adalah wilayah yang tidak bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian sama sekali. Gerhana saat itu, sebenarnya berupa gerhana Matahari cincin, namun karena Indonesia berada di luar jalur inti gerhana, maka hanya bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian.
Titik balik utara adalah garis lintang utara terjauh yang bisa dicapai oleh gerak semu Matahari, yaitu di garis 23,5 derajat lintang utara. Gerak semu Matahari itu terjadi sebagai akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi sebesar 23,5 derajat.
KOMPAS/STELLARIUM—Ilustrasi gerhana Matahari sebagian yang terjadi di Kepanjen, Malang, Jawa Timur, Minggu (21/6/2020). Karena wilayah ini tepat berada di pinggiran jalur gerhana, maka puncak gerhana Matahari sebagian yang terjadi ditandai dengan sentuhan antara pinggiran piringan Matahari dan Bulan.
Terjadinya GMC yang bersamaan dengan summer soltice relatif jarang terjadi. Selama abad ke-21, peristiwa ini hanya terjadi dua kali, yaitu pada 21 Juni 2020 dan 21 Juni 2039.
Namun komunikator astronomi dan pendiri situs astronomi langitselatan Avivah Yamani menegaskan, “Tidak ada beda tampilan GMC saat summer solstice atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Moedji, GMC kali ini masuk dalam musim gerhana pertama di 2020. Selain GMC 21 Juni, selama musim gerhana ini juga terjadi gerhana Bulan penumbra (GBP) 6 Juni dan GBP 5 Juli. Dari tiga gerhana itu, hanya GBP 5 Juli yang tak bisa dilihat dari Indonesia.
KOMPAS/STELLARIUM–Ilustrasi gerhana Matahari sebagian yang terjadi di Manado, Sulawesi Utara, Minggu (21/6/2020). Di kota ini, sebanyak 42,7 persen piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan.
Karena saat ini masih berlangsung pembatasan aktivitas di luar rumah akibat pandemi Covid-19, pengamatan GMC atau GMS dipastikan tak bisa dilakukan banyak orang. Masyarakat bisa mengakses tayangan langsung gerhana yang dilakukan sejumlah pihak, seperti Virtual Telescope Project di virtualtelescope.eu atau media sosial dan situs jejaring MY-East Asia Universe Awareness Solar Eclipse.
Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 20 Juni 2020