Riset dan inovasi untuk menangani pasien Covid-19 serta sejumlah alat kesehatan seperti tes kit diagnosis Covid-19 bisa segera dimanfaatkan. Hal itu memberi harapan untuk mempercepat penanganan pasien penyakit tersebut.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Petugas laboratorium menyiapkan peralatan yang akan dimasukkan ke dalam mesin pendeteksi virus penyebab Covid-19 di Laboratorium Rumah Sakit Pertamina Jaya, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Mesin ini akan menguji sampel air liur, apusan bagian belakang tenggorokan, cairan dari saluran pernapasan bawah, atau tinja yang diambil petugas dari pasien maupun masyarakat.
Riset dan inovasi terkait penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri semakin menjanjikan. Setidaknya, riset pengobatan dan terapi pasien Covid-19 serta sejumlah alat kesehatan seperti tes kit diagnosis Covid-19 bisa segera dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Minggu (3/5/2020) mengatakan, tes kit untuk diagonis Covid-19 ditargetkan bisa diproduksi secara massal pada akhir Mei 2020. Setidaknya, sebanyak 50.000 unit alat tes kit berbasis PCR (Polymerase chain reaction) tersebut bisa dihasilkan pada tahap awal produksi.
“ Produksi tes kit ini sangat diperlukan untuk mendukung pemeriksaan dalam skala masif. Tes kit yang kami kembangkan punya kelebihan karena semua pengembangannya menggunakan virus dari transmisi lokal, sedangkan tes kit yang sebelumnya dipesan secara impor menggunakan virus dari negara-negara yang menghasilkan alat tersebut,” ujarnya.
Selain itu, inovasi lainnya yang juga segera dihasilkan adalah alat bantu napas atau ventilator. Alat ini diharapkan bisa mulai diproduksi pada pertengahan Mei oleh mitra industri yang ditunjuk. Sampai saat ini, ada empat prototipe ventilator yang sedang diuji ketahanan di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Ventilator yang sedang diuji tersebut merupakan hasil pengembangan dari sejumlah lembaga riset dari Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan PT Dharma. Diharapkan, alat ini bisa memenuhi kebutuhan ventilator bagi pasien Covid-19 di Indonesia.
Bambang menuturkan, para peneliti juga mengembangkan obat dan terapi bagi pasien Covid-19. Salah satu riset yang dilakukan terkati terapi plasma konvalesen. Terapi ini diberikan pada pasien dengan memanfaatkan plasma darah dari pasien yang sudah sembuh.
“Penelitian ini sudah mulai dilakukan di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto) dan hasilnya cukup melegakan. Karena itu, Kemristek/BRIN bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan akan melakukan riset ini secara lebih besar lagi dan melibatkan banyak rumah sakit,” tuturnya.
Selain RSPAD, terapi plasma konvalesen juga dikembangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/ Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM/FKUI). Salah satu tim peneliti Plasma Konvalesen RSCM/FKUI, Chosphiadi Irawan mengatakan, terapi ini akan diberikan untuk pasien dengan kondisi berat ataupun kritis.
Sementara itu, donor yang bisa memberikan plasma harus merupakan seseorang yang pernah terinfeksi Sars-CoV-2, penyebab Covid-19, kemudian setelah dua kali tes swab untuk pemeriksaan berbasis PCR hasilnya negatif. “Standar terapi yang efektif untuk pasien Covid-19 belum ada. Terapi plasma ini bisa jadi pilihan yang baik karena teruji di beberapa negara,” ungkapnya.
Orang tanpa gejala
Sementara itu, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan, pasien Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala ataupun dengan gejala sangat ringan mulai banyak ditemukan. Hal ini diyakini karena adanya mutasi atau perubahan dalam virus penyebab Covid-10.
Kondisi ini menyebabkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menetapkan penularan Covid-19 sebagai pandemi. Pemerintah Indonesia pun telah menyatakan kondisi ini sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat sehingga perlu dipahami bersama, terutama mengenai bahaya dan cara mencegahnya.
“Tidak boleh terputus dalam memahami anjuran untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan saja, tetapi juga berdampak di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, ketertiban masyarakat, juga berpotensi mengancam keamanan negara,” kata Yurianto.
Ia menuturkan, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah. Secara kumulatif, kasus positif per 3 Mei 2020 mencapai 11.192 orang. Kasus terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta (4.463 kasus), Jawa Timur (1.117 kasus), Jawa Barat (1.054 kasus), Jawa Tengah (776 kasus), dan Sulawesi Selatan (601 kasus).
Sementara itu, kasus yang dinyatakan sembuh berjumlah 1.876 orang dan kasus kematian sebanyak 845 orang. Seluruh kasus yang dilaporkan merupakan hasil pemeriksaan dengan pengujian berbasis PCR. Sampai saat ini, sebanyak 112.965 spesimen dari 83.012 orang telah diuji di 46 laboratorium yang tersebut di wilayah Indonesia. Dari kasus yang diuji, 71.820 orang dinyatakan negatif Covid-19 dan 11.192 orang dinyatakan positif tertular penyakit itu.
Yurianto mengatakan, setidaknya terdapat 236.369 orang yang ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan 23.130 orang sebagai pasien dalam pengawasan (PDP). Kasus tersebut ditemukan di 326 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia.
“Berbagai pakar dari perguruan tinggi telah melakukan kajian dengan melakukan perhitungan matematis tentang gambaran pandemi Covid-19 beberapa bulan ke depan. Diperkirakan Covid-19 bisa mereda di bulan Juni-Juli 2020. Ini jadi tantangan kita bersama karena kuncinya dalah kita semua harus disiplin,” ucap dia.
Oleh DEONISIA ARLINTA
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 3 Mei 2020