Penggunaan tes cepat untuk penapisan secara massal terhadap mereka yang kemungkinan terinfeksi virus korona baru mesti hati-hati. Hal itu disebabkan akurasi hasil tes tersebut relatif kecil.
Penggunaan tes cepat untuk deteksi korona harus disikapi secara hati-hati, karena akurasinya relatif kecil. Masyarakat disarankan tetap mengisolasi diri, dan tidak hanya menjadikan hasil tes ini sebagai patokan bahwa seseorang yang dinyatakan negatif dengan prosedur ini akan aman dari penularan.
Alida R H dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) Jakarta, Jumat (20/3/2020) mengatakan, tes cepat Covid19 ini bertujuan mendeteksi zat anti (antibodi) baik immunoglobulin (igM) maupun igG yang merespon SARS-CoV-2, yaitu penyebab Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Zat anti tersebut terbentuk saat seseorang terpapar dengan SARS-Cov-2, tapi perlu waktu beberapa hari setelah paparan. IgM muncul lebih dulu diikuti IgG beberapa hari kemudian,” katanya.
Hal ini berarti, pada saat seseorang memiliki virus SARS-Cov-2 di tenggorokannya bisa jadi IgM dan atau IgGnya belum terdeteksi test kit serologi ini. “Jadi kalau hasil test negatif jangan lengah dulu,” kata dia.
Alida menyarankan, masyarakat agar tetap menjaga jarak 1-2 meter dan menghindari tempat umum, serta rutin cuci tangan. “Hasil negatif dari tes cepat ini dapat berarti dua kemungkinan, yaitu yang bersangkutan memang bersih dan tidak terpapara, tetapi juga tidak kebal. Kedua, yang bersangkutan sudah terinfeksi tapi belum membentuk IgM atau IgG anti SARS-CoV2, sehingga berpotensi menularkan pada orang lain,” ujarnya.
Ketua Umum PDS PatKLin Aryati, dalam keterangan tertulis, mengingatkan, urutan tingkat kepercayaan (confidence level) untuk deteksi berbagai patogen dari yang tertinggi yaitu kultur, molekular (DNA atau RNA), antigen, dan yang terendah yakni antibodi (IgM/IgG/IgA anti pathogen tersebut).
“Untuk SARS-CoV-2 tentu confidence level tertinggi saat ini adalah pemeriksaan molekular melalui real-time Polymerase Chain Reaction/PCR dilanjutkan sequencing,” katanya.
Metode ini yang dipakai Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan sejumlah laboratorium lain yang ditunjuk pemerintah. Metode yang sama juga diterapkan di negara-negara lain, termasuk di China.
Aryati menyebutkan, berbagai tes cepat itu belum diketahui validitasnya, antigen dan prinsip pemeriksaan yang digunakan, variasi waktu pengambilan spesimen, dan berbagai persoalan lain yang dapat menyebabkan hasil psoitif maupun negatif palsu Apalagi, hal ini sebenarnya juga belum ada izin edar.
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA–Seluruh armada Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya dikerahkan untuk melakukan penyemprotan disinfektan di ruang publik, secara rutin hingga wabah virus korona berhenti, seprti yang dilakukan pada Jumat (20/3/2020).
Hati-hati
Dia menegaskan, jika rapid test ini dipakai untuk deteksi dini, harus diinterpretasi dengan sangat hati-hati, karena hasil positif tidak bisa memastikan bahwa betul terinfeksi COVID-19 saat ini. Sementara hasil negatif tidak bisa menyingkirkan adanya infeksi COVID-19 sehingga tetap berpotensi menularkan pada orang lain.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) Kuntaman Prof Kuntaman, juga menyatakan deteksi dini Covid-19 menggunakan rapid test yang didasarkan pada deteksi antibodi tidak direkomendasikan selama kondisi darurat. Selain hasilnya belum teruji, ada berbagai kemungkinan reaksi silang dengan virus korona lain dan virus lain.
Alih-alih menggunakan tes cepat ini, pemerintah diharapkan menggunakan tes massal menggunakan PCR, sebagaimana yang kini dilakukan sejumlah laboratorium di Indonesia dan negara lain.
Sebagaimana diberitakan Kompas.id, pemerintah mulai memakai tes cepat untuk mendeteksi kemungkinan ada warga terinfeksi virus korona baru atau SARS-CoV-2. Tes cepat ini bisa diperiksa di laboratorium-laboratorium yang ditunjuk Kementerian Kesehatan di daerah. Obat untuk pasien Covid-19 juga disiapkan dan akan diberikan sesuai resep dokter.
Tes cepat (rapid test) itu untuk memperoleh indikasi awal warga yang terindikasi positif Covid-19. Adapun wilayah yang diprioritaskan mendapatkan tes cepat ini adalah yang dalam pemetaan dinilai paling rawan Covid-19.
”Pemerintah juga memutuskan melakukan desentralisasi tes dengan memberi kewenangan kepada laboratorium-laboratorium yang telah ditunjuk Kementerian Kesehatan,” kata Presiden Joko Widodo dalam keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jumat (20/3/2020) sore.
Sejauh ini, menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan korona, Achmad Yurianto, sudah disiapkan satu juta rapid test kit untuk pemeriksaan secara massal. Namun, pemeriksaan tetap hanya difokuskan kepada orang yang berisiko tertular Covid-19, seperti orang-orang yang berkontak dengan pasien positif Covid-19. Penapisan awal ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) apabila hasil tes cepat menunjukkan positif.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 21 Maret 2020