Merujuk pada laporan WHO tahun 2018, investasi pemerintah dalam sistem kesehatan relatif terbatas. Ada disparitas antarwilayah dalam hal status kesehatan dan kualitas, ketersediaan dan kapasitas pelayanan kesehatan.
KOMPAS/PRIYOMBODO –Perawat mengenakan masker saat berada di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3/2020). Di rumah sakit ini dirawat dua orang warga Depok, Jawa Barat yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
Senin (2/3/2020) pemerintah akhirnya mengumumkan dua kasus corona virus (Covid-19) ditemukan di Indonesia. Temuan ini menjawab keraguan sebagian peneliti luar atas kondisi belum ditemukannya kasus Covid-19 di Indonesia —termasuk kajian Harvard— di tengah makin bertambahnya jumlah kasus yang terpapar penyakit ini di dunia, Saat itu, salah satu pertanyaan yang terlontar adalah kemampuan Indonesia mendeteksi kasus Covid-19 dan potensi risiko penyebarannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis berpandangan bahwa upaya penguatan untuk kesiapan menghadapi wabah Covid-19 jauh lebih utama dan penting daripada sekadar berdebat mempersoalkan ada atau tidaknya kasus Covid-19 di Indonesia. Dengan demikian, dalam menjawab pertanyaan di atas, akan dikemukakan dua hal yang menjadi rujukan.
Pertama, kerangka kerja strategis kesiapsiagaan darurat yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017 yang membantu setiap negara memperkuat tiga komponen utama dalam mengantisipasi ancaman kesehatan global dan nasional. Tiga komponen utama dimaksud meliputi tata kelola, kapasitas, dan sumber daya. Kedua, hasil evaluasi eksternal bersama (joint external evaluation/JEE) implementasi International Health Regulation (IHR) Indonesia yang dilakukan pada November 2017.
Situasi global
Secara global, hingga 25 Februari 2020, penyebaran infeksi Covid-19 telah terjadi di seluruh benua dengan negara terdampak berjumlah 36 negara, kasus terkonfirmasi 80.150 dengan 2.699 kematian. Pada 27 Februari, jumlah negara meningkat menjadi 45, jumlah kasus 81.322 dan meninggal 2.770.
Jika melihat kasus wabah virus korona sebelumnya, seperti SARS dan MERS, wabah Covid-19 tercatat memiliki kecepatan penyebaran yang tertinggi walaupun angka kematiannya relatif lebih rendah.
Dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan juga sangat besar. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 0,1-0,2 persen menjadi 3,3 persen di tahun 2020 akibat Covid-19. Sejauh ini WHO belum menyatakan Covid-19 dalam status pandemik, walaupun mengakui adanya potensi untuk menjadi pandemik. Melihat situasi global ini, Indonesia harus semakin waspada dan bersiap mengantisipasi ancaman serta dampaknya.
Sejak awal 2020, Indonesia telah merespons cepat kasus Covid-19 dengan mengaktifkan dan menyiagakan semua dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota, kantor kesehatan pelabuhan, balai besar teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, dan semua rumah sakit rujukan nasional dan regional. Menyiagakan kembali 100 rumah sakit (RS) rujukan yang pernah disiapkan dalam menghadapi flu burung serta berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menguji kesiapsiagaan melalui pelaksanaan simulasi tabletop exercise Covid-19 di RSPAD pada 6 Februari 2020.
Apa yang dilakukan Indonesia saat ini bukanlah respons mendadak dan pertama kali. Merujuk pada pengalaman sebelumnya, Indonesia telah berhasil melalui beberapa tes dalam kemampuan merespons munculnya wabah penyakit menular.
Pada tahun 2003 saat terjadi wabah SARS, data WHO menunjukkan Indonesia dengan dua kasus SARS adalah negara terdampak paling akhir sekaligus memiliki kasus terendah di ASEAN. Tahun 2009, saat pandemik influenza menimpa sejumlah wilayah Indonesia, tercatat mayoritas kasus dalam kategori sedang (mild).
Fokus pada saat itu berupa isolasi pasien untuk mencegah adanya penularan yang lebih luas di masyarakat dan terbukti efektif. Sejak wabah MERS CoV diidentifikasi tahun 2012 di Saudi, hingga saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang bebas kasus MERS, walaupun secara risiko cukup tinggi karena merupakan negara dengan jumlah anggota jemaah haji terbanyak.
Semua hasil di atas merupakan buah dari kinerja dan investasi pemerintah dalam infrastruktur dan sumber daya manusia lebih dari dua dekade pembangunan. Investasi ini menjadi modal untuk menghadapi ancaman penyakit berikutnya.
Tata kelola, kapasitas dan sumber daya
Indonesia memiliki pengalaman manajemen risiko pandemi dan rencana kontinjensi nasional sejak kasus SARS dan influenza. Pedoman WHO telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia dengan menghubungkannya dengan kerangka bencana nasional dan mengujinya melalui latihan simulasi. Awal 2019, pemerintah melakukan pengembangan lanjutan untuk meningkatkan rencana kontinjensi nasional dari fokus episenter ke mitigasi dan respons fase pandemi influenza.
Terkait Covid-19, Indonesia memiliki Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV) yang meliputi surveilans dan respons, manajemen klinis, pemeriksaan laboratorium, dan komunikasi risiko.
Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan infrastruktur kesehatan, termasuk layanan kesehatan primer dan fasilitas rujukan. Jumlah tempat tidur rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas telah meningkat. Namun, merujuk pada laporan WHO tahun 2018, investasi pemerintah dalam sistem kesehatan relatif terbatas. Ada disparitas yang signifikan antardaerah/wilayah dalam hal status kesehatan dan kualitas, ketersediaan dan kapasitas pelayanan kesehatan.
Penguatan surveilans influenza like illness dan ISPA Berat melalui surveilans sentinel dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons telah dilakukan. Hal ini didukung oleh identifikasi daerah berisiko dan tersedia serta berfungsinya 195 thermal scanner di 135 pintu masuk negara yang dilengkapi 21 alat capsule transport di 21 kantor kesehatan pelabuhan.
Keberadaan infrastruktur dan tenaga kesehatan terlatih yang dihasilkan dari beragam program selama ini menjadikan negara ini memiliki kemampuan untuk mendeteksi wabah dan melakukan skrining pada pintu masuk negara. Kapasitas Laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes sebagai rujukan nasional telah memenuhi syarat global dalam melakukan pemeriksaan untuk diagnosis Covid-19 dan saat ini pemerintah sedang menyiapkan enam laboratorium lain untuk pemeriksaan diagnosis Covid-19.
Kesiapan pembiayaan dan logistik wabah penyakit Covid-19 terutama di daerah-daerah berisiko telah dialokasikan sesuai Kepmenkes Nomor: HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
Evaluasi WHO
Evaluasi atas implementasi IHR 2005 sebagai safeguard keamanan kesehatan global digagas oleh CDC Amerika bekerja sama dengan WHO yang bernaung dalam agenda keamanan kesehatan global (global health security agenda) di mana Indonesia pernah menjadi ketua pengarah pada 2016.
Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan para ahli dari WHO tahun 2017 dengan melibatkan tidak hanya pihak pemerintah dan pakar Indonesia, tetapi terutama memperoleh pandangan dan penilaian independen dari para ahli yang antara lain berasal dari AS, Jerman, dan Swedia. Selain itu, mengingat sebagian besar wabah global bersumber zoonosis yang merupakan transmisi dari hewan ke manusia, lembaga internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Hewan (OIE) serta ahli kesehatan hewan turut dilibatkan.
KOMPAS/PRIYOMBODO–Petugas keamanan mengenakan masker saat berjaga di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3/2020). Di rumah sakit ini dirawat dua orang warga Depok, Jawa Barat yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
Hasil evaluasi menunjukkan secara umum Indonesia memiliki kapasitas baik dalam implementasi IHR 2005—meski baru 29 persen dari indikator memiliki angka mendekati negara maju—termasuk kapasitas laboratorium untuk mendeteksi penyakit prioritas dan rujukan spesimen yang sudah diakui memenuhi standar baku internasional.
Masih cukup banyak rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti dari evaluasi IHR ini. Namun, dengan komitmen kepemimpinan yang kuat, perencanaan tepat dan terarah dengan dukungan anggaran yang efektif dan efisien, diharapkan Indonesia dapat semakin meningkatkan kapasitasnya.
(Dicky Budiman Kandidat PhD; Dokter dan Peneliti Global Health Security & Policy Centre for Environmental and Population Health, Griffith University, Australia)
Sumber: Kompas, 3 Maret 2020