Minuman berenergi populer di kalangan pekerja karena khasiatnya, yakni menambah tenaga dan konsentrasi. Namun, konsumsi minuman iniharus dilakukan hati-hati karena potensi dampak buruknya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Suasana kantin sekolah SMAN 78 Jakarta ketika waktu istirahat berlangsung. Mayoritas warung-warung yang tersedia di kantin ini menjual minuman kemasan.
Minuman berenergi pertama kali diperkenalkan di Jepang, saat Taisho Pharmaceuticals memproduksi minuman yang mampu menambah tenaga. Minuman bernama Lipovitan-D itu mengandung sejumlah vitamin, niasin (vitamin B3) dan asam amino taurin yang penting dalam metabolisme untuk meningkatkan tenaga dan konsentrasi. Tahun 1987, Dietrich Mateschitz, warga Austria, memodifikasi minuman itu dengan menambah kafein dan gula. Produknya diberi merek Red Bull yang sejauh ini menguasai pasar dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena khasiatnya, popularitas minuman berenergi segera meluas ke seluruh dunia. Minuman jenis ini masuk Eropa tahun 1980-1990an bersama budaya rave, pesta musik dan tari di kalangan orang muda. Di Amerika Serikat, pria usia 18-34 tahun merupakan konsumen terbanyak dari jenis minuman ini.
Hingga saat ini, minuman berenergi menjadi andalan para pekerja yang harus banyak bekerja lembur. Dari berbagai penelitian, sebagaimana dikutip laman Healthline, minuman berenergi mampu meningkatkan kerja otak seperti daya ingat, konsentrasi, kecepatan reaksi, serta mengurangi keletihan mental. Minum minuman ini bisa menghilangkan kantuk bahkan pada orang yang kurang tidur.
Secara umum kandungan minuman berenergi yang banyak beredar saat ini adalah kafein, gula, vitamin B, asam amino taurin dan L-karnitin serta tambahan herbal seperti guarana dan ginseng. Kafein merupakan kandungan utama dari minuman ini, yakni 70-240 miligram (mg) per 16 ounces atau oz (474 ml). Sebagai perbandingan sekaleng cola isi 12 oz (355 ml) mengandung 35 mg kafein sedangkan secangkir kopi (237 ml) mengandung 100 mg kafein.
Dalam laman Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS disebutkan, sejumlah penelitian menunjukkan minuman berenergi meningkatkan daya tahan fisik, namun bukan kekuatan otot atau tenaga. Minuman itu juga menambah kewaspadaan dan kecepatan reaksi, di sisi lain mengurangi kekukuhan pegangan tangan.
–Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengumumkan 22 merek kopi yang mengandung, tadalafil dan sildenafil, obat kimia penyakit disfungsi ereksi. Meski berizin pangan industri rumah tangga dari dinas kabupaten/kota, kemasan karton terllihat lux. Jika dikonsumsi, kopi berbahan obat kimia ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan kematian bagi penderita sakit jantung. Tampak sebagian merek kopi itu ditunjukkan BPOM, Jumat (25/11).
Risiko kesehatan
Kafein dalam jumlah besar bisa menimbulkan masalah serius pada jantung dan pembuluh darah seperti gangguan ritme jantung, peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Kafein juga membahayakan sistem saraf dan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) pada anak yang masih dalam pertumbuhan. Zat tersebut juga dikaitkan dengan gangguan kecemasan, gangguan tidur, gangguan pencernaan dan dehidrasi.
Bagi orang sehat direkomendasikan mengonsumsi maksimal 400 mg kafein per hari. Dalam hal ini minuman berenergi umumnya mengandung 80 mg kafein per 8 oz (237 ml).
Orang yang memiliki masalah jantung disarankan berhati-hati mengonsumsi jenis minuman ini. Di AS, sepanjang 2007-2011 kunjungan ke ruang gawat darurat setelah minum minuman berenergi meningkat dua kali lipat dibanding kurun waktu sebelumnya. Pada 2011, 1 dari 10 pasien perlu dirawat inap. November 2012 dilaporkan 13 kasus kematian dalam kurun 4 tahun ke belakang.
Minuman berenergi umumnya mengandung gula, sehingga bisa meningkatkan kadar gula darah. Karena itu perlu diperhitungkan dalam asupan sehari-hari, terutama pada penderita diabetes.
Hal itu seiring dengan kajian terhadap minuman berenergi oleh tim peneliti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kantor Regional Eropa yang dipublikasi di jurnal Frontiers in Public Health. Kajian itu menyatakan, potensi risiko konsumsi minuman berenergi adalah overdosis kafein yang menimbulkan sejumlah gejala seperti palpitasi (jantung berdebar), tekanan darah tinggi, mual dan muntah, kejang, bahkan kematian.
Minuman berenergi bisa memicu timbulnya diabetes tipe 2 karena konsumsi kafein tinggi mengurangi sensitivitas insulin. Selain gangguan sistem kardiovaskular dan saraf pada anak-anak dan remaja, juga menyebabkan gangguan kesehatan gigi, serta kegemukan.
Aturan
Sejak 2004, Uni Eropa menerapkan aturan, minuman berenergi yang mengandung kafein 150 mg per liter harus dilabel sebagai mengandung kafein dosis tinggi. Sejumlah negara juga menambahkan aturan. Misalnya di Swedia, produk itu hanya boleh dijual di apotek/toko obat dan dilarang dikonsumsi anak usia di bawah 15 tahun.
American Academy of Pediatrics, tahun 2011, menyarankan, minuman berenergi tidak dikonsumsi anak-anak dan remaja. Minuman ini juga tidak disarankan dikonsumsi perempuan hamil dan menyusui. Dan pada Februari 2013, negara bagian Washington melarang konsumsi minuman berenergi bagi warga yang berusia kurang dari 18 tahun.
Pemerintah Indonesia mewacanakan untuk mengenakan cukai pada minuman berenergi dan minuman kopi kemasan terkait pertimbangan kesehatan. Namun, tampaknya kita harus menunggu hal itu terealisasi.
Oleh ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 21 Februari 2020