Proses perkuliahan tidak hanya dihitung dari jumlah pertemuan di ruang kelas. Aktivitas di luar kampus yang menunjang kompetensi dinilai sebagai bagian dari kuliah.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Plt. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Paristiyanti Nurwardani menjelaskan mengenai kebijakan Kampus Merdeka kepada Asosiasi Dosen Indonesia di Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berjanji mengeluarkan semua petunjuk teknis mengenai kebijakan Kampus Merdeka pada hari Rabu pekan ini. Selain membangun jaringan dengan pelbagai sektor di dalam negeri, kebijakan ini juga menargetkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan intelektual di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud Paristiyanti Nurwardani dalam acara seminar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen Indonesia di Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Kebijakan Kampus Merdeka dikeluarkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada awal tahun ini. Intinya ialah agar proses perkuliahan tidak hanya dihitung dari jumlah pertemuan di ruang kelas. Hendaknya kegiatan mahasiswa di laboratorium, mengerjakan proyek, magang, dan berbagai aktivitas di luar kampus yang menunjang peningkatan kompetensinya turut dilihat sebagai bagian dari kuliah.
Dalam seminar tersebut, para dosen mengemukakan kebingungan mereka mematrikulasi jumlah waktu yang dihabiskan mahasiswa di luar kampus ke dalam satuan kredit semester. Di samping itu, mereka juga meminta pedoman melakukan evaluasi secara obyektif mengenai hasil yang diperoleh mahasiswa dari kegiatan magang ataupun aktualisasi diri lainnya.
“Hari Rabu nanti panduannya selesai dan ada penjelasan mengenai matrikulasi serta evaluasi,” tutur Paristiyanti ketika ditemui seusai memberi pemaparan materi.
Ia menjelaskan, visi Kemendikbud menginginkan agar perkuliahan membuka pintu ke dunia lokal dan global seluas-luasnya. Tujuannya agar hasil perkuliahan bisa berkesinambungan dengan permasalahan riil di masyarakat, baik pada tataran akar rumput maupun isu-isu nasional, regional, dan internasional.
Dalam beberapa pekan ke depan Kemendikbud akan memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara 120 badan usaha milik negara dengan Majelis Rektor Indonesia. Kerja sama ini memungkinkan adanya kuliah praktik maupun pengembangan riset yang lebih berbobot dan komprehensif.
Selain itu, tercatat ada 96 perguruan tinggi dan swasta yang siap difasilitasi untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang masuk 100 besar kampus terbaik di dunia versi QS World Ranking. Terdapat pula nota kesepahaman dengan jaringan perguruan tinggi negara-negara ASEAN untuk memungkinkan mobilitas dosen dan mahasiswa. ASEAN sebagai wadah regional di Asia Tenggara harus dimanfaatkan untuk membangun sumber daya intelektual dan hilirisasi riset.
“Saat ini tercatat ada 6.000 mahasiswa sedang magang di luar negeri dengan biaya patungan dari pemerintah, kampus, sponsor, dan pribadi. Ke depannya skema ini juga akan ditambah,” kata Paristiyanti. Beberapa negara yang telah menjalin kerja sama pendidikan tinggi dan riset dengan Indonesia adalah Belanda untuk keamanan siber, Jepang di sektor pariwisata, Australia untuk agribisnis, Kanada untuk aktuaria, dan Amerika Serikat untuk analisa mahadata.
“Akhir Januari lalu juga sudah ada perjanjian dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait keterlibatan perguruan tinggi dalam pengembangan program di 700 desa di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal,” ujar Paristiyanti.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Heri Hermansyah, Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional mengimbau kepada para dosen untuk tidak hanya meningkatkan jumlah, tetapi mutu riset di perguruan tinggi pada seminar dengan Asosiasi Dosen Indonesia di Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Dongkrak jumlah riset
Terkait kerja sama riset, Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kementerian Riset dan Teknologi Heri Hermansyah menekankan adanya kebijakan Kampus Merdeka juga diharapkan menggenjot jumlah riset yang dilakukan di kampus. Menurut dia, akan sukar meningkatkan mutu riset apabila kegiatan penelitian sendiri jarang dilakukan di perguruan tinggi.
Indonesia memiliki 4.724 perguruan tinggi negeri dan swasta. Akan tetapi, dari 33.000 makalah ilmiah yang diterbitkan di berbagai jurnal nasional dan internasional, sebanyak 43 persen atau setara dengan 14.000 makalah berasal dari perguruan tinggi negeri berbadan hukum yang jumlahnya ada sebelas.
“Indonesia memiliki 107 lembaga penelitian dan pengembangan mandiri yang juga bisa diajak bersinergi dalam melakukan penelitian. Tujuannya agar penelitian bisa komprehensif serta mendalam. Tidak tumpang tindih,” papar Heri.
Salah satu bentuk sinergi yang sudah dilakukan adalah pada pembangunan wilayah Surabaya-Malang di Jawa Timur. Programnya dikelola oleh Forum Organisasi Profesi Iptek (FOPI) yang di dalamnya mencakup Asosiasi Dosen Indonesia. Ketua Umum FOPI Ahmad Hermanto Dardak menjelaskan, setiap permasalahan dipecahkan dan dicari sektor yang akan bertindak sebagai ujung tombaknya. Para anggota FOPI kemudian bersinergi mengembangkan strategi sesuai cetak biru dari ujung tombak itu.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 10 Februari 2020