Penggunaan aplikasi teknologi Telecardiotocography bisa membantu menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi di Tanah Air. Dengan aplikasi tersebut, bidan lebih tepat dan cepat mendeteksi faktor risiko kehamilan.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi turut menghambat pencapaian target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Hal itu disebabkan deteksi faktor risiko pada kehamilan terlambat dilakukan. Penggunaan aplikasi teknologi Telecardiotocography diharapkan bisa jadi solusi atas masalah itu.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Sejumlah bidan mempraktikkan proses kerja alat Tele CTG kepada ibu hamil untuk memonitor denyut jantung janin yang ada di dalam kandungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama ini pemenuhan akses layanan kesehatan di seluruh Indonesia, terutama di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, terbatas. Itu termasuk pada layanan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) pada ibu hamil. Padahal, pemeriksaan tersebut penting dilakukan untuk memastikan kehamilan yang dilalui berkualitas sehingga kondisi ibu dan janin terjaga.
Pemeriksaan itu juga sekaligus untuk mendeteksi jika ada faktor risiko dalam kehamilan. Kematian ibu seusai melahirkan banyak terjadi karena faktor risiko yang terlambat diketahui yang kemudian berakibat pada kondisi terlambat dirujuk dan terlambat ditangani.
Saat ini, angka kematian ibu di Indonesia amat tinggi. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2015, angka kematian ibu sebesar 305 jiwa pere 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, angka kematian bayi juga mengkhawatirkan, yakni 24 jiwa per 1.000 bayi lahir. Kondisi ini kian mengkhawatirkan karena jumlah tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis kandungan tidak merata di seluruh Indonesia.
Keberadaan bidan pun menjadi ujung tombak layanan kesehatan maternal di pelosok Tanah Air. Karena itu, para bidan seharusnya memiliki kompetensi lebih. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Bidan pun sulit meningkatkan kompetensinya karena informasi dan fasilitas yang terbatas.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Manfaat aplikasi CTG
Teknologi TeleCTG
Kegundahan akan realita tersebut akhirnya mendorong dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari Rumah Sakit Mayapada, Jakarta, Ari Waluyo, yang kini juga menjadi Co Founder dan Chief Executive Officer Sehati Group, mengembangkan teknologi inovasi yang dapat memudahkan bidan di daerah terpencil dan terbatas melakukan pemeriksaan kehamilan. Itu diwujudkan dengan perangkat cardiotocography (CTG) dalam bentuk portabel.
Alat yang disebut TeleCTG ini fungsinya sama dengan mesin CTG yang biasa tersedia di rumah sakit. Bedanya, alat ini lebih praktis dan mudah dibawa oleh tenaga kesehatan ketika kunjungan pemeriksaan ibu hamil di rumah.
Fungsi utama TeleCTG yakni memonitor denyut jantung janin, memonitor rahim ibu hamil, dan menghitung gerakan janin. Dengan begitu, bidan bisa memantu kondisi ibu hamil dan janin lebih tepat. Apabila ditemukan adanya ganggung ataupun faktor risiko, intervensi yang diperlukan bisa lebih cepat.
Secara teknis, hasil rekam pemantauan bisa didapatkan setelah 20 menit pemeriksaan dilakukan. Pada proses pemeriksaan, bunyi detak jantung bayi terdengar melalui perangkat berbentuk kubus yang dilengkapi dengan pengeras suara. Biasanya, pemeriksaan dengan TeleCTG dilakukan pada pemeriksaan antenatal di trimester ketiga saat usia kehamilan lebih dari 30 minggu.
“Alat ini diharapkan bisa mendorong rujukan yang berencana jika ada faktor risiko yang ditemukan pada ibu hamil. Misalnya, apabila dalam pemeriksaan ternyata denyut jantung bayi kurang dari 120 kali per menit ataupun lebih dari 160 kali per menit, bidan bisa langsung merujuk ibu agar segera mendapatkan pertolongan,” kata Ari.
Ia menambahkan, alat TeleCTG dirancang lengkap dengan aplikasi pendukung lainnya, yakni aplikasi ibu Sehati, Bidan Sehati, Dashboard Sehati, dan pusat konsultasi terintegrasi. Data yang terekam dalam proses pemeriksaan bisa terpantau dengan baik oleh ibu hamil, bidan, dokter kandungan, maupun pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Untuk konsultasi terintegrasi, bidang yang bertugas di masyarakat bisa melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kebidanan yang berada di Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung Ke depan, sistem konsultasi tersebut akan dikembangkan melalui kerja sama dengan rumah sakit di masing-masing daerah.
Alat TeleCTG telah mendapatkan nomor registrasi alat kesehatan dari Kementerian Kesehatan dngan nomor izin AKD 1289128398292312. Selain itu, alat ini telah mendapatkan sertifikasi dari TUV Rheinland, lembaga sertifikasi yang berpusat di Jerman, dengan nomor lisensi IEC60601 dan ISO 13845.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Manfaat aplikasi CTG
Sejak akhir 2018 sampai saat ini, sudah ada 20.000 ibu hamil dan lebih dari 10.000 bidan di 11 provinsi dan 27 kabupaten di Indonesia yang memanfaatkan perangkat TeleCTG. Adapun daerah yang telah menggunakannya antara alin, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur; Kabupaten Indramayu, Jawa Baraat; Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur; dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Menurut rencana, alat ini juga akan dimanfaatkan di 100 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia setelah masuk pada sistem e-catalog. Selain di dalam negeri, alat ini juga telah dilirik oleh pasar global, seperti Columbia, Peru, Chili, dan Argentina.
Mariana A Sailana, bidan yang juga Pengelola Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, teknologi ini sangat membantu pada bidan yang bertugas di daerah terpencil. Para bidan lebih cepat dan tepat memutuskan intervensi apa yang harus dilakukan ketika ditemukan faktor risiko pada kehamilan.
Pencatatan yang dilakukan juga lebih baik dan terukur dibandingkan cara konvensional dengan mencatat di buku kartu ibu dan anak. Seringkali petugas lupa mencatat ataupun buku yang dimiliki oleh ibu hilang. Dengan aplikasi, pencatatan lebih praktis dan mudah. Data yang masuk pun bisa langsung dipantau oleh kepala puskesmas serta pemerintah daerah.
Selama setahun alat ini digunakan di daerah tersebut, penurunan angka kematian ibu bisa ditekan secara signifikan. Dari 8 orang ibu yang meninggal pada 2018 menjadi 5 orang pada 2019. Kematian akibat faktor risiko, seperti anemia pada ibu hamil pun bisa dicegah.
Meski begitu, kendala penggunaan alat ini pada akses jaringan internet. “Akhirnya bidan sampai harus naik ke atas pohon supaya dapat internet. Tetapi bagaimanapun kendala yang ada, alat ini sangat membantu bidan untuk menyelamatkan ibu hamil. Bayi yang dilahirkan lebih berkualitas dan sehat tanpa stunting (tengkes),” ujarnya.
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 30 Desember 2019