Sukaria Sambut Gerhana Matahari Cincin

- Editor

Selasa, 31 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tepat tengah hari, Kamis (26/12/2019), matahari di atas wilayah Siak, terlihat bagaikan cincin cahaya. Langit yang beberapa saat sebelumnya terlihat cerah, berubah jadi seperti mendung meskipun saat itu tidak ada awan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO–Fase puncak gerahana matahari cincin yang teramati di Lapangan Bunsur, Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Fenomena gerhana matahari cincin ini disambut antusias masyarakat setempat dan juga berbagai pendatang dari berbagai kota di Indonesia. Sepanjang tahun 2019, gerhana ini merupakan gerhana kedua yang bisa diamati di wilayah Indonesia setelah gerhana bulan sebagian 17 Juli 2019.

Ribuan warga yang memadati Lapangan Kampung Bunsur, Sungai Apit, Siak, dan menyaksikan perubahan bentuk matahari itu melalui kaca gerhana spontan berkata, “Wowww….”. Selanjutnya, panitia Festival Gerhana Matahari Cincin 2019 langsung mengajak warga untuk bershalawat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perubahan bentuk matahari dari bulat sempurna menjadi seperti cincin itu terjadi karena di Siak dan sejumlah daerah di Indonesia, Kamis (26/12/2019) sedang berlangsung gerhana matahari cincin. Di wilayah Sungai Apit, cincin matahari itu terlihat selama 3 menit 39 detik, antara pukul 12.16.02-12.19.40 WIB

“Menakjubkan, seperti cincin,” kata Radho Apriansyah, siswa kelas VI sekolah dasar asal Kampung Sungai Apit yang datang ke lokasi pengamatan gerhana bersama ayahnya Masnur (40). Ini adalah kesempatan pertama Radho menyaksikan langsung gerhana matahari cincin.

KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Masyarakat berusaha mengabadikan momen langka gerhana matahari cincin menggunakan kamera telepon selular yang telah ditutupi bagian kameranya dengan kacamata gerhana di Lapangan Kampung Bunsur, Sungai Apit, Siak, Riau, Kamis (26/12/2019).

Jalur gerhana matahari cincin 26 Desember 2019 memiliki lebar 117-164 kilometer (km) yang terentang sejauh 12.900 km dari tenggara Jazirah Arab, Laut Arab, selatan India, Teluk Benggala, Indonesia, Singapura, Laut Sulawesi, Guam dan berakhir d Pasifik Barat. Total gerhana berlangsung selama 5 jam 36 menit.

Di Indonesia, jalur gerhana cincin itu melintasi tujuh provinsi dan 25 kabupaten/kota di Sumatera dan Kalimantan. Namun, puncak gerhana dengan waktu gerhana cincin terlama selama 3 menit 39 detik, berlangsung di atas wilayah Sungai Apit yang berjarak sekitar 1,5 jam berkendara dari kota Siak Sri Indrapura.

Sejumlah daerah lain yang bisa menyaksikan gerhana matahri cincin itu antara lain Sinabang (Aceh), Sibolga (Sumatera Utara), Batam (Kepulauan Riau), Singkawang (Kalimantan Barat) dan Tanjungselor (Kalimantan Utara). Sementara itu, seluruh wilayah Indonesia di luar jalur gerhana cincin bisa menyaksikan gerhana matahari sebagian saja.

Peristiwa langka
Langkanya kesempatan menyaksikan gerhana cincin tersebut membuat masyarakat dari berbagai daerah rela datang ke Bunsur yang terletak di tepi Selat Lalang. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Pemerintah Kabupaten Siak menjadikan Bunsur sebagai lokasi pengamatan gerhana.

KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI-+Masyarakat menyaksikan gerhana matahari cincin menggunakan kacamata gerhana di Lapangan Kampung Bunsur, Sungai Apit, Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Ribuan warga dari berbagai daerah datang ke lokasi itu untuk menyaksikan peristiwa alam langka yang peluang terjadinya di satu wilayah rata-rata 375 tahun sekali.

“Ini adalah peristiwa langka,” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin. Sebuah gerhana dapat terjadi di wilayah yang sama rata-rata butuh waktu hingga 375 tahun.

Gerhana matahari terjadi ketika bulan terletak di antara matahari dan bumi. Berbeda dengan gerhana matahari total seperti yang terjadi di Indonesia pada 9 Maret 2016, piringan matahari pada gerhana cincin tidak tertutup seluruhnya oleh piringan bulan.

Kondisi itu terjadi karena bulan sedang berada atau menuju titik terjauhnya dari bumi (apogee) hingga ukuran piringan bulan dari bumi terlihat lebih kecil. Kecilnya ukuran piringan bulan membuat bulan hanya mampu menutup bagian tengah piringan matahari.

Akibatnya, tepi piringan matahari tetap memancarkan cahaya terang saat puncak gerhana matahari cincin. Masih adanya cahaya matahari itu membuat langit selama puncak gerhana cincin tidak gelap seperti saat gerhana matahari total, tetapi hanya jadi redup seperti tertutup mendung.

Langkanya peristiwa gerhana matahari membuat masyarakat dari berbagai daerah rela berbondong-bondong pergi ke Siak. Lauwwira (55) dari Padang, Sumatera Barat rela meninggalkan ajakan berlibur akhir tahun ke Melbourne, Australia demi menyaksikan gerhana cincin.

KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Masyarakat bersiap menyaksikan gerhana matahari cincin menggunakan kacamata gerhana di Lapangan Kampung Bunsur, Sungai Apit, Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Ribuan warga masyarakat dari berbagai daerah datang ke lokasi itu untuk menyaksikan peristiwa alam langka yang peluang terjadinya di satu wilayah rata-rata 375 tahun sekali.

“Sudah tahu informasi tentang adanya gerhana matahari cincin di Siak sejak setahun lalu,” katanya. Sebelumnya, pria ini sudah menyaksikan gerhana matahari total 2016 di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, ia tak puas dengan penampakan gerhana yang dilihatnya waktu itu karena terhalang asap pabrik.

Besarnya keinginan masyarakat menyaksikan gerhana matahari cincin terlihat dari padatnya lapangan Kampung Bunsur. Jalanan yang kecil membuat lokasi parkir menuju lokasi pengamatan terpisah sangat jauh, berbeda desa. Selain itu saat acara selesai, kemacetan panjang di jalanan kampung tak bisa dielakkan.

Pengamatan gerhana cincin itu dikemas pemerintah setempat dengan tabligh akbar, sholat gerhana, aneka wahana edukasi astronomi milik Lapan, serta pertunjukan musik religi.

Sejak pagi, masyarakat dari Siak Sri Indrapura dan berbagai daerah di sekiarnya bergerak menuju Bunsur menggunakan motor, mobil penumpang, maupun mobil bak terbuka. Tak jarang, motor yang mereka tumpangi kelebihan penumpang karena dinaiki lima orang. Sebagian juga membawa tas bekal yang berisi aneka makanan, lengkap dengan termosnya.

“Mumpung liburan, jadi sekalian mengajak anak-anak jalan-jalan sambil melihat peristiwa yang langka,” kata Ellis (39), warga Pekanbaru, Riau yang datang bersama tujuh anggota keluarganya yang lain.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO–Antusiasme warga menggunakan kacamata gerhana saat melihat gerhana matahari cincin yang teramati di Lapangan Bunsur, Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Fenomena gerhana matahari cincin ini disambut antusias masyarakat setempat dan juga berbagai pendatang dari berbagai kota di Indonesia. Sepanjang tahun 2019, gerhana ini merupakan gerhana kedua yang bisa diamati di wilayah Indonesia setelah gerhana bulan sebagian 17 Juli 2019.Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)26-12-2019

Riset
Selain untuk mengedukasi masyarakat dan mengenalkan peristiwa astronmi ke masyarakat, peristiwa gerhana matahari cincin ini juga dimanfaatkan sejumlah peneliti untuk melakukan sejumlah riset atau mendokumentasikan gerhana.

Di Siak, peneliti Lapan menggunakan tiga teropong untuk mengabadikan momen gerhana. “Masing-masing teropong untuk live streaming (siaran langsung) gerhana, mengambil video dan mengambil foto gerhana,” kata Muhamad Zamzam, peneliti di Pusat Sains Antariksa Lapan Bandung. Sedangkan peneliti Lapan di tempat lain melakukan penelitian lain sesuai bidang mereka.

KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Peneliti dari Tim Observasi Gerhana Matahari, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung dan Pusat Sains Antraiksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bandung mengamati dan merekam data terkait gerhana matahari cincin di Lapangan Kampung Bunsur, Sungai Apit, Siak, Riau, Kamis (26/12/2019).

Selain dari Lapan, peneliti lain yang melakukan pengamatan di Siak berasal dari Tim Observasi Gerhana Matahari (Togema), Laboratorium Bumi dan Antariksa, Universitas Pendidikan Indonesia. Judhistira Aria Utama, salah satu anggota Togema mengatakan mereka membawa peralatan all-sky camera untuk mengukur tingkat keredupan cahaya langit selama proses gerhana dan lux meter untuk mengukur perubahan intensitas cahaya matahari selama gerhana.

“Jika cuaca memungkinkan, kami juga akan mengamati hilal Jumadil Awal (bulan kelima dalam kalender hijriah),” katanya. Gerhana matahari pasti terjadi saat matahari, bulan (moon) dan bumi segaris atau konjungsi yang menjadi tanda masuknya fase berputaran bulan (moon) baru sebagai patokan bulan (month) baru dalam kalender hijriah.

Kemeriahan Festival Gerhana Matahari Cincin 2019 di Siak dan bertemunya masyarakat dari berbagai latar belakang itu menunjukkan gerhana matahari kini bukan hanya menjadi peristiwa alam milik ilmuwan, peneliti, atau tokoh agama semata.

Kini, gerhana matahari bisa dikemas menjadi peristiwa budaya yang dinikmati semua lapisan masyarakat. Bahkan dengan pengemasan yang baik, peristiwa astronomi juga bisa dijadikan agenda wisata yang menggerakkan ekonomi masyarakat dan daerah.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB