Kepedulian yang Berbuah Karya

- Editor

Rabu, 11 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keprihatinan bisa memunculkan ide brilian yang akan bermanfaat bagi sekitarnya. Itulah yang dialami para mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanuddin, Universitas Sumatera Utara, dan Institut Teknologi Bandung. Mereka membuat alat pengumpul biji buah sawit, alat penyerap polutan di dalam ruangan, kertas dari bahan dasar nonkayu, serta pengendali panen madu. Tim dari empat universitas negeri tersebut tampil di acara Tanoto Student Research Awards yang diadakan Tanoto Foundation, Rabu (27/11/2019), di Jakarta.

Keterlibatan Tanoto Foundation ke perguruan tinggi negeri tersebut, selain menjadi mitra yang menyediakan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi, juga membiayai proposal penelitian yang terpilih.

Di antara inovasi yang mendapat penghargaan, ada karya mesin pengumpul biji buah sawit bernama Erbron-C buatan mahasiswa IPB yang meraih medali emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Ke-32 tahun 2019. November lalu, alat yang sama meraih medali perak pada ASEAN-India Grassroot Innovation Forum yang diadakan Department of Science and Technology Republic of Philipines
tahun 2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kelahiran alat itu tak lepas dari kepedulian para penciptanya. Sekitar sepuluh tahun lalu, Tegar Nur Hidayat, mahasiswa Jurusan Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB, selalu bingung melihat ceceran biji sawit di area lahan kelapa sawit di Kalimantan Selatan tempat ayahnya bekerja. Biji sawit itu bagian dari brondolan (bonggolan) buah sawit yang dipanen oleh para pekerja, tetapi terjatuh pada proses panen.

Ia berpikir, alangkah sayang biji sawit itu terbuang sia-sia. Ia juga melihat betapa berat tugas buruh perkebunan kelapa sawit yang harus memunguti biji sawit dengan tangan mereka, Sejak itu, Tegar yang menghabiskan masa sekolah SD hingga SMA di sekitar perkebunan kelapa sawit mulai memikirkan cara mengatasi kondisi tersebut.

–Sanhaji (kiri) dan Tegar Nur Hidayat (kanan), kedunyaa mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Rabu (27/11/2019), di Jakarta menjelaskan alat temuan timnya. Tim dari IPB itu menjadi finalis Tanoto Student Resarch Awards 2019.

Kejadian yang sama dirasakan Sanhaji, kakak angkatan Tegar di Jurusan Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Ketika praktik kerja lapangan di perkebunan sawit di Jonggol, Jawa Barat, ia menjumpai pemandangan yang sama.

Para buruh perkebunan sawit juga berkeluh kesah serupa. “Para pekerja tak cukup punya waktu untuk mengumpulkan biji yang berjatuhan dalam jumlah banyak. Jam kerja mereka pukul 0700 sampai 10.00 atau 1100, lalu mobil perusahaan sudah menjemput biji sawit untuk dibawa ke pabrik,” ujar Sanhaji.

Tahun 2017, keduanya tak sengaja bertemu di kampus, lalu memperbincangkan kasus di perkebunan sawit. Mereka sepakat membuat inovasi yang kemudian diberi nama Erbron-C (ergonomic brondolan-collector).

Selain mereka, anggota tim lainnya adalah Affan Afrizal Gani, Dikki Pratama, dan Maulana Malik Yusuf. Mereka bahu-membahu membuat alat itu supaya bisa digunakan dengan mudah oleh buruh di lahan kelapa sawit pada lahan datar dan miring.

Hasil uji coba, alat tersebut bisa mengurangi kelelahan pada pekerja karena mereka tak lagi perlu membungkukkan badan untuk mengambil ceceran biji sawit. Alat yang memiliki semacam rol dari plastik untuk menangkap biji sawit) itu juga mempercepat pemungutan biji sawit sehingga bisa menambah jumlah sawit yang terkumpul.

Pada uji coba selama tiga jam, pekerja berhasil mengumpulkan 595 kilogram biji sawit yang tercecer. Jika menggunakan alat manual, hanya terkumpul 144 kilogram. Banyaknya biji sawit yang terkumpul, otomatis upah pekerja ikut naik. Pendapatan pekerja Rp 720.000 per bulan bisa naik menjadi Rp 2,97 juta per bulan.

Mereka menjual alat itu dengan harga Rp 3,5 juta per unit. Kini, Erborn-C sudah mendapat hak paten.

Menangkap polutan
Sementara itu, tiga mahasiswi Universitas Hasanuddin Makassar, Ainun Ade Putri dan Miftahul Jannah dari Fakultas Kehutanan serta Bulkis dari Fakultas Farmasi, membuat Papan Partikel Penyerap Polutan Hassanudin (4PHd). Papan yang dibalur ekstrak Sansiviera (tanaman lidah mertua) terbukti bisa menangkap polutan asap rokok. Ainun menjelaskan, timnya memilih tanaman lidah mertua karena fungsinya bisa menyerap polutan dalam jumlah besar.

“Meskipun anak kehutanan, aku tidak ingin terbatas di hutan saja. Dengan papan partikel penyerap polusi ini, aku juga bisa berkontribusi di aspek kesehatan,” kata Ainun. Ia dan kawan-kawan menyiapkan alat tersebut selama dua tahun di bawah bimbingan dosen Unhas, Dr Suhasman.

Sementara mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara membuat alternatif bahan baku pembuatan kertas ramah lingkungan. Para mahasiswa Jurusan Kimia, Rio Cahyono, Muhammad Delfis, dan Rina Afriani, awalnya prihatin melihat banyaknya kayu untuk bahan baku pembuat kertas.

Setelah penelitian selama enam bulan yang dibimbing oleh dosennya, Saharman Gea, mereka berhasil menemukan bakteri pengganti, yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri yang biasanya dibuat menjadi nata decoco ini diolah dengan metode agitasi agar menjadi lebih cair.

Bakteri tersebut lalu dicampur dengan bahan lain, seperti tapioka dan tawas. Adonan yang bisa menjadi kertas itu kemudian di tekan dengan mesin pada tekanan tertentu dan menghasilkan lembaran serupa kertas. Meskipun uji kelayakan masih terbatas pada uji daya tarik, penelitian sekaligus skripsi ini berhasil menemukan solusi baru untuk industri kertas.

Untuk membantu meningkatkan pendapat peternak lebah, tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang terdiri dari Yusuf Muhammad Wibisono dan Nia Puspita dari Jurusan Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Zainuddin Efendi Rambe (Jurusan Teknik Elektro), Wahyu Eko Nugroho (Jurusan Teknik Mesin), dan Anton Sudirman (Jurusan Matematika) membuat alat pengendali panen madu yang otomatis sekaligus bisa memeras madu.

Mereka juga mengupayakan pemakaian sarang lebah buatan dari plastik untuk mengundang lebah buatan Australia. Disayangkan, ketika akan diuji coba kepada peternak lebah di Cibacang, Sukabumi, para peternak menolak. “Kami akan menguji coba kepada peternak lebah di Jatinangor yang sudah menyatakan antusiasmenya,” tutur Yusuf.

Semua inovasi yang dilakukan mahasiswa diharapkan bisa memberi solusi untuk masyarakat yang membutuhkannya. (TR1/)

Sumber: Kompas, 11 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB