Sejarah Baru IPM Indonesia

- Editor

Rabu, 11 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia untuk pertama kalinya naik kelas ke kelompok negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kategori tinggi.

Badan PBB, UNDP, melalui Laporan Pembangunan Manusia (HDR) 2019 mengumumkan bahwa Indonesia untuk pertama kalinya naik kelas ke kelompok negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kategori tinggi.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI –Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Christophe Bahuet berdiskusi dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali (kanan) dalam acara penutupan proyek Uni Eropa dan UNDP Indonesia / EU-UNDP SUSTAIN (Suppport for Reform of the Justice Sector in Indonesia) di Jakarta, Selasa (16/7/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut hasil IPM yang dirilis UNDP minggu ini, Indonesia beranjak meninggalkan kelompok negara Pembangunan Manusia Menengah, setelah bertahan selama 20 tahun. Pencapaian ini merupakan sebuah tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia.

IPM dikembangkan oleh UNDP untuk mengukur tingkat keberhasilan proses pembangunan yang lebih berorientasi kepada kesejahteraan manusia, bukan semata pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh Produk Domestik Buto (PDB). IPM merupakan indeks komposit berdasarkan empat indikator, yaitu: (1) kesehatan, lewat angka harapan hidup (life expectancy), (2) pendidikan, lewat rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), (3) harapan lama sekolah (expected years of schooling), (4) pendapatan, lewat Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita.

UNDP melansir IPM sejak t1990, lewat Laporan Pembangunan Manusia (HDR), yang mengusung tema pembangunan berbeda di setiap edisinya. Untuk tahun ini, UNDP mengusung tema ‘Melampui pendapatan, Melampaui rata-rata, Melampaui Hari ini: Melihat Ketimpangan Pembangunan Manusia di Abad ke 21’ (Beyond Income, Beyond Averages, Beyond Today: Inequalities in Human Development in the 21st Century).

KOMPAS/ZULKARNAINI–Penerima bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) memperlihatkan sejumlah kartu sebagai tanda penerima bantuan tersebut, Minggu (16/10), di Banda Aceh, Aceh. Mulai November 2016, Kementerian Sosial menambahkan jumlah penerima bansos PKH dari 3,5 menjadi 6 juta keluarga.

Nilai IPM Indonesia untuk 2018 adalah 0,707. Angka ini menempatkannya dalam kategori kelompok pembangunan manusia yang tinggi, peringkat 111 dari 189 negara dan wilayah. Jika dicermati lebih lanjut, perubahan status ini hal lumrah karena sudah sesuai tren pergerakan IPM Indonesia tiga dekade terakhir yang cenderung terus meningkat.

Antara 1990 dan 2018, nilai IPM Indonesia berubah dari 0,525 menjadi 0,707 atau meningkat 34,6 persen. Peningkatan juga terjadi dalam setiap indikator IPM. Antara 1990 dan 2018, harapan hidup saat lahir meningkat 9,2 tahun menjadi 71,5 tahun, rata-rata lama sekolah meningkat 4,7 tahun menjadi 12,9 dan angka harapan lama sekolah meningkat 2,8 tahun menjadi 8 tahun. Sementara itu PNB per kapita Indonesia melonjak hampir 156 persen antara tahun 1990 dan 2018.

Pencapaian Indonesia di indeks IPM 2018 tentunya patut diapresiasi, karena ini hasil kerja keras Pemerintah Indonesia yang telah meningkatkan investasi di bidang pendidikan, kesehatan serta jaminan sosial. Kemajuan ini ditopang oleh arah kebijakan kemajuan ekonomi yang berorientasi terhadap pembangunan manusia. ‘Naik kelas’ ini juga seiring dengan dinamika yang terus berkembang, sehingga Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah, dan berhasil memangkas angka kemiskinan lebih dari setengah dalam 20 tahun terakhir.

Ketimpangan, faktor penahan
Namun, kemajuan ini bukan tanpa catatan karena Indonesia belum memanfatkan dengan penuh potensinya untuk kemajuan pembangunan manusia. Faktor utama yang menahan potensi IPM adalah tingkat ketimpangan Indonesia yang cukup dalam. Bila faktor ketimpangan dimasukan ke penakaran IPM, nilai IPM Indonesia anjlok 17,4 persen. Padahal, rata-rata penurunan nilai IPM di negara Asia Timur dan Pasifik akibat ketimpangan adalah 16,6 persen.

Sebagai perbandingan, IPM Indonesia di 2018 (0,707) masih jauh di bawah rata-rata negara dalam kelompok pembangunan manusia tinggi (0,750) dan di bawah rata-rata negara-negara Asia Timur dan Pasifik (0,741). Di Asia Timur dan Pasifik, negara-negara yang mendekati peringkat IPM dan ukuran populasi Indonesia adalah China dan Filipina, dengan peringkat IPM ke 85 dan 106. Indonesia hanya lebih rendah pada satu indikator IPM, rata-rata lama sekolah dibandingkan Filipina. Sedangkan, dibandingkan China, Indonesia lebih rendah di hampir keempat indikator IPM kecuali rata-rata lama sekolah. Indeks Ketimpangan Gender Indonesia juga di bawah posisi China dan Filipina.

IPM di Indonesia berpotensi naik lebih tinggi, dan melampui nila rata-rata negara dengan IPM tinggi, apabila penanganan ketimpangan lebih dipertajam. Meski secara rata-rata masyarakat Indonesia telah melampaui pencapaian indikator dasar pembangunan manusia, namun masih ada ketidakmerataan pada pencapaian indikator yang lebih maju.

Misalnya pencapaian angka partisipasi murni sekolah dasar telah mencapai hampir 100 persen, namun hanya sekitar 60 persen anak usia sekolah menengah atas memiliki kesempatan berpartisipasi di sekolah. Proporsi ini akan lebih rendah untuk partisipasi di tingkat perguruan tinggi. Selain itu, meski angka harapan hidup ketika dilahirkan telah meningkat, angka harapan hidup di atas 70 tahun masihlah rendah.

Ketimpangan pembangunan manusia tidak akan membaik tanpa perbaikan kebijakan dan penyediaan layanan dasar sehingga kesetaraan pada indikator yang lebih maju akan tercapai. Ini penting untuk segera diupayakan karena tantangan ketimpangan abad 21 akan lebih berat terkait krisis perubahan iklim dan revolusi era digital 4.0.

Rekomendasi kebijakan
Lalu bagaimana Indonesia bisa menjawab tantangan ketimpangan di era abad 21 dan melanjutkan kemajuan IPM. HDR memuat beberapa rekomendasi kebijakan yang cukup sesuai dengan keadaan di Indonesia. Pertama, pemikiran revolusi digital 4.0 dapat mengurangi permintaan akan tenaga kerja itu tidak tepat.

Hal ini karena otomasi akan meningkatkan produktivitas dan juga menciptakan lapangan pekerjaan yang sebelumnya tak ada seperti influencers atau Youtuber, dan terutama kewirausahaan ekonomi berbasis digital. Tak dapat dimungkiri, akan ada beberapa pekerjaan yang akan tergantikan oleh teknologi.

Akan tetapi, dengan kebijakan yang tepat, teknologi dapat menjadi pendorong percepatan pembangunan manusia. Kebijakan yang diperlukan adalah pelatihan yang mendorong kaum muda dan tenaga kerja menjadi pembelajar sepanjang hayat sehingga mereka selalu siap dengan perubahan yang dinamis di dunia kerja di masa depan.
Kedua, perlu adanya peningkatan investasi infrastruktur untuk memperlancar konektivitas yang inklusif. Inklusif dalam arti pembangunan konektivitas yang mencangkup aspek fisik dan non-fisik seperti jaringan internet untuk memastikan semua masyarakat termasuk yang tinggal di pulau terpencil memiliki akses, memperoleh keuntungan dan terlibat di kegiatan di era digital 4.0. Prinsip inklusif ini sesuai yang diamanatkan oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), yang sudah menjadi komitmen resmi Pemerintah Indonesia.

IMG_20191211_093438.jpgKOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Seorang anak dengan naik gerobak, diajak memulung di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (23/11/2019).

Selanjutnya, penguatan kebijakan terkait distribusi kapasitas pembangunan manusia dan pendapatan. Indonesia, memiliki beberapa program perlindungan sosial, salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang bertujuan membantu mengatasi masalah pendapatan saat ini dan investasi kesehatan dan pendidikan generasi mendatang. Program perlindungan sosial seperti PKH akan lebih efektif mengurangi ketimpangan jika dikuti oleh peningkatan penyediaan layanan dasar berkualitas ke seluruh pelosok Indonesia.

Salah satu rekomendasi HDR yang relevan bagi Indonesia untuk mengurangi ketimpangan adalah penciptaan serangkaian kebijakan pembangunan manusia yang komprehensif untuk menangkap situasi pra-pasar kerja, di pasar kerja dan pasca masuk pasar kerja untuk mengurangi ketimpangan. Kebijakan pra-pasar kerja dapat difokuskan pada pengurangan ketimpangan pada kapabilitas sehingga membantu semua orang masuk ke pasar kerja dengan lebih terampil.

Di pasar kerja, perlu kebijakan yang memastikan tak adanya diskriminasi kesempatan dan pendapatan serta mendorong fleksibilitas kerja agar lebih banyak perempuan masuk pasar tenaga kerja. Penguatan kebijakan pasca-pasar kerja terfokus pada perbaikan sistem perpajakan guna menjamin tersedianya cukup dana untuk mendukung intervensi pra dan di pasar kerja.

KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA–Anak-anak dari keluarga kurang mampu belajar di Sekolah Bingkai Jalanan, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (26/10/2019). Mereka hari itu praktik tentang simulasi letusan gunung berapi.

Laporan UNDP memperingatkan, untuk mengatasi tantangan pembangunan abad 21, setiap negara harus terus mengurangi ketimpangan yang ada serta mencegah munculnya jenis ketimpangan baru akibat kemajuan teknologi dan perubahan iklim. Laporan ini juga menyatakan, dengan kemauan politik yang kuat dan kebijakan yang benar, tujuan ganda ini dapat dicapai.

(Christophe Bahuet, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia)

Sumber: Kompas, 11 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB