Lembaga Eijkman memeriksa genetika masyarakat Baduy dan Kasepuhan. Hasil pemeriksaan ini akan melengkapi data DNA yang sudah ada dari 133 suku di Indonesia.
Untuk pertama kalinya, masyarakat Baduy dan Kasepuhan di Banten, diperiksa genetikanya. Selain untuk mengetahui asal-usul dan kekerabatan populasi, pemeriksaan ini juga untuk mengetahui kaitan penyakit terkait genetik.
Deputi Direktur Eijkman Herawati Supolo Sudoyo, Selasa (3/12/2019), di Lebak, Banten, mengatakan, sekalipun Lembaga Eijkman telah mengumpulkan DNA dari 133 suku di 16 pulau di Indonesia, namun data genetik tentang masyarakat Sunda di Jawa Barat dan Banten justru masih terbatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
–Peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memeriksa DNA dari masyarakat Baduy di Kampung Cisaban, Desa Kanekes, Lebak, Banten pada Selasa (3/12). Selain untuk mengetahui asal-usul dan kekerabatan populasi, pemeriksaan ini juga untuk mengetahui penyakit terkait DNA.
“Sekitar tahun 2000, kami pernah memeriksa DNA mitokondria dari 25 orang Sunda di Kota Bandung. Namun, data ini perlu diperbarui karena tidak representatif untuk studi yang mendalam tentang populasi karena masyarakat Sunda sendiri sangat kompleks,” kata Herawati.
Berdasarkan sampel DNA saat itu diketahui masyarakat Sunda memiliki komposisi genetik dominan Austroasiatik, yaitu kelompok populasi yang dulu tinggal di daratan Asia. Komposisi dominan berikutnya adalah Austronesia.
Pemeriksaan DAN saat itu juga masih terbatas pada DNA mitokondria untuk mengetahui asal-usul dari jalur perempuan, sementara saat ini Lembaga Eijkman sudah mengkaji keseluruhan genom sehingga bisa didapatkan data lebih lengkap. Tak hanya untuk mengetahui asal-usul, namun kajian DNA ini juga mengetahui penyakit terkait genetik.
“Kajian kali ini berupaya memperdalam pemahaman tentang orang Sunda, khususnya terhadap masyarakat Baduy dan Kasepuhan yang berada di sekitar Taman Nasional Halimun Salak,” kata Herawati.
Belum ada rincian
Keberadaan tentang Baduy dan Kasepuhan selama ini lebih banyak dari aspek antropologi, namun belum ada rincian tentang asal-usul, pembauran, dan migrasi leluhur mereka di masa lalu. Populasi mereka sekitar 26.000 orang, dan hingga saat ini masih mempertahankan kepercayaan tradisional.
Masyarakat Baduy Dalam masih tabu menggunakan barang-barang elektronik, melarang menggunakan listrik dan alat transportasi, dan berbagai produk modern lain. Sekalipun masih mempertahankan kepercayaan tradisional, masyarakat Baduy Luar sudah lebih longgar, seperti telah menggunakan alat transportasi.
Untuk pemeriksaan DNA di Baduy kali ini dilakukan di Kampung Cisabang, Desa Kanekes. Selain diambil sampel DNA, tim Eijkman yang bekerja sama dengan puskesmas setempat juga melakukan pelayanan kesehatan.
“Cisabang kami usulkan karena selama ini belum pernah ada pemeriksaan dan pelayanan kesehatan. Puskesmas terdekat dari Cisabang sekitar 15 kilometer,” kata, Jaro Saija, Kepala Desa Kanekes, yang juga turut diperiksa DNA-nya. “Kami harap pemeriksaan ini bisa berguna bagi kebaikan masyarakat Baduy juga.”
Sementara itu, masyarakat Kasepuhan yang hidup berdampingan dengan Baduy memiliki perbedaan adat-istiadat dan kepercayaan. Masyarakat Kasepuhan terdiri dari beragam kelompok, yang masing-masing juga memiliki kisah tentang asal-usul yang berbeda.
“Kalau berdasarkan cerita turun-temurun, leluhur kami berasal dari daerah sekitar Batu Tulis, Bogor. Kalau Kasepuhan Pasir Eurih dari sekitar Sukabumi. Kami berharap pemeriksaan ini bisa memperjelas asal-usul kami,” kata Dede, tokoh masyarakat Kasepuhan Cilebang.
Proses pembauran
Dari penelitian Lembaga Eijkman, sejauh ini populasi manusia Indonesia merupakan bauran dari berbagai asal-usul dengan gelombang kedatangan berbeda. Gelombang migrasi pertama tiba sekitar 50.000 tahun lalu dan merupakan nenek moyang orang Papua. Gelombang migrasi kedua ke Nusantara terjadi di akhir Zaman Es, 11.000 tahun lalu. Sekalipun akarnya juga dari Afrika, nenek moyang mereka pernah lama menetap di Asia daratan sebelum tiba di Nusantara.
Gelombang migrasi berikutnya ditandai dengan kedatangan penutur Austronesia (Out ofTaiwan) 4.000-5.000 tahun lalu. Mereka diperkirakan datang melalui dua jalur. Jalur pertama dari Taiwan, lalu Filipina, sebelum masuk ke Pulau Sulawesi dan menyebar ke Nusantara. Jalur kedua dari barat melalui Semenanjung Melayu, lalu ke Sumatera, Jawa, dan seterusnya.
–Penyebaran dan pembauran asal-usul manusia Indonesia
Migrasi tahap keempat terjadi di era sejarah seiring dengan intensifnya perdagangan antarbenua. Dari jalur barat datang pelaut-pelaut Arab dan India, dan berikutnya Eropa. Sementara dari timur datang para pelaut Tiongkok. Mereka berbaur dengan para migran yang lebih awal.
Jejak pembauran itu tampak dalam studi Karafet dan Lansing (2005 dan 2010) yang menemukan motif genetika India 12 persen pada orang Bali saat ini. Motif India juga ditemukan di Sumatera, Jawa, dan kawasan barat Indonesia lain. Bauran genetika India di Nusantara diperkirakan terjadi 2.500 tahun lalu. Adapun pengaruh genetika Tiongkok di Bali kurang dari 1 persen dan di Jawa sekitar 11 persen.
Oleh AHMAD ARIF
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 4 Desember 2019