78 Persen Emisi Disumbang 20 Negara Ekonomi Utama Dunia

- Editor

Rabu, 4 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim sebagian besar disumbang 20 negara ekonomi utama dunia atau G20. Upaya mengatasi tantangan perubahan iklim tak akan berhasil tanpa tindakan signifikan dari negara ini.

37265D15-F05D-41D3-A049-59E66648897A_1575374414-720x787.jpeg–Tren emisi karbon yang dikeluarkan negara-negara emitter utama sejak 1990-2018. Sumber: UNEP, 2019

Dampak perubahan iklim harus ditanggung seluruh umat manusia di Bumi, khususnya negara-negara kecil kepulauan. Namun demikian, emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim ini sebagian besar disumbangkan 20 negara ekonomi utama dunia atau G20.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Laporan Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan (UNEP) pada akhir November 2019 ini menyebutkan, anggota negara Kelompok 20 (G 20) menyumbang 78 persen dari emisi gas rumah kaca (GRK) global. Besarnya porsi mereka terhadap GRK membuat negara G20 mendapat sorotan dalam Konfrensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Madrid kali ini.

Anggota G20 tersebut yaitu Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Cina, India, Indonesia, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, dan Uni Eropa.

Sedangkan data dari World Resources Institute (WRI) menyebutkan, tiga penghasil emisi GRK teratas yaitu Cina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menyumbang lebih dari setengah total emisi global. Padahal, 100 negara penyumbang emisi terkecil hanya menyumbang 3,5 persen.

Secara kolektif, 10 penghasil emisi teratas menyumbang hampir tiga perempat emisi global. Oleh karena itu, upaya mengatasi tantangan perubahan iklim tidak akan berhasil tanpa tindakan signifikan dari negara-negara ini.

20191126-ANU-pengurangan-emisi-global-mumed_1574789487.jpgSecara kolektif, menurut laporan UNEP, negara G20 mereka masih berada di jalur untuk memenuhi Perjanjian Perancis 2015 untuk mengurangi emisi pada 2020. Namun demikian, tujuh negara saat ini tidak berada di jalur untuk memenuhi komitmen nasionalnya pada 2030, dan untuk tiga negara lainnya bahkan belum menetapkan target.

Tujuh negara yang dinilai melenceng dari target penurunan GRK sesuai target 2020 adalah Kanada, Indonesia, Meksiko, Republik Korea, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Sedangkan tiga negara yang belum membuat komitmen adalah Argentina, Arab Saudi dan Turki.

Terlepas dari Perjanjian Perancis 2015, emisi karbon global terus meningkat 1,7 persen pada 2017 dan lebih jauh 2,7 persen pada 2018. Tahun 2019 tingkat kenaikan diperkirakan akan menjadi yang tertinggi. Peningkatan emisi ini menyebabkan empat tahun terakhir menjadi rekor terpanas.

Tindakan cepat dapat mengurangi emisi karbon dalam waktu 12 tahun dan menahan kenaikan global di bawah 2 derajat celcius dan mungkin 1,5 derajat celcius. Berdasarkan Climate Action Tracker (CAT), Maroko dan Gambia merupakan dua negara dengan rencana untuk mengurangi emisi CO2 ke tingkat yang konsisten dengan membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat derajat.

Namun demikian, banyak negara lain cenderung menahan janji mereka sampai mereka melihat apa yang mungkin dilakukan negara lain. Konferensi Iklim PBB di Madrid ini akan menjadi momen terakhir bagi negara-negara yang mengeluarkan emisi terbesar untuk menunjukkan tanggung jawabnya.

“Setelah 30 tahun advokasi dan optimisme, kami melihat COP 25 sebagai kesempatan terakhir untuk mengambil tindakan tegas,” kata Duta Besar Janine Felson dari Belize, wakil ketua Aliansi Negara Pulau Kecil.

Oleh AHMAD ARIF

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 3 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB