Dewan Riset Nasional mengajukan usulan prioritas riset nasional. Kementerian Riset dan Teknologi melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional diharapkan dapat segera menyusun penugasan dan alokasi dana antar lembaga riset.
Dewan Riset Nasional melalui setiap komisi teknis mengajukan usulan prioritas riset nasional. Harapannya, Kementerian Riset dan Teknologi melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional dapat segera menyusun penugasan dan alokasi dana antar lembaga riset maupun perguruan tinggi untuk menerapkannya.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Ketua Dewan Riset Nasional Bambang Setiadi (kanan) bersama anggota DRN untuk Komisi Teknis Sosial Humaniora Komaruddin Hidayat (kiri) menyampaikan usulan prioritas riset dan masukan kepada pemerintah di Jakarta, Senin (2/12/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengumuman tersebut dilakukan di Jakarta, Senin (2/12/2019), oleh Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Bambang Setiadi. Terdapat sembilan komisi teknis (komtek) di DRN yang masing-masing mengajukan maksimal dua program jawara. Usulan diberikan kepada Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro.
Komtek Kesehatan dan obat mengajukan inovasi penyakit degeneratif melalui terapi sel dan mengembangkan obat kanker berbahan alam. Komtek Sosial Humaniora mengajukan sumber daya manusia unggul dan ekonomi berbasis inovasi.
Komtek Pertanian dan Pangan mengajukan pangan fungsional berbasis sumber-sumber lokal dengan pendekatan Industri 4.0. Komtek Teknologi Informasi mengajukan kemandirian dan pengembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik.
Komtek Material Maju mengajukan membangun industri material maju yang memakai mineral lokal. Komtek Energi mengajukan dekarbonisasi sektor energi. Komtek Transportasi mengajukan infrastruktur jalanan menggunakan bahan-bahan berteknologi self-healing dan membuat kapal tangki minyak nabati.
Komtek Lingkungan dan Kebencanaan mengajukan kawasan sains dan teknologi kebencanaan berbasis industri 4.0 menuju industri 6.0 serta sistem informasi inovasi manajemen kebencanaan terintegrasi. Adapun Komtek Pertahanan Keamanan mengajukan pengembangan radar GCI (ground-controlled interception) dan program integrasi keamanan siber.
“Penyusunan kebijakan berdasarkan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi juga akan segera dilakukan. Nanti BRIN bisa mengatur lembaga-lembaga riset atau pun perguruan tinggi terkait yang menjalankan risetnya,” kata Bambang.
Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro turut menyampaikan masukan tambahan kepada pemerintah bahwa dana riset jangan dimasukkan ke dalam anggaran pengadaan barang. Hal ini hendaknya berupa hibah karena riset bukan sesuatu yang akan langsung memberi hasil sesuai target. Butuh berbagai uji coba hingga sebuah riset boleh dikategorikan berhasil. Jika dana riset diperlakukan seperti pengadaan barang, peneliti berisiko terjerat pidana saat target tidak tercapai.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Ekonomi Nasional Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya koordinasi dalam pengembangan penelitian menjadi produk komersil dalam pertemuan dengan Dewan Riset Nasional di Jakarta, Senin (2/11/2019).
Lintas lembaga
Bambang Brodjonegoro menuturkan, dengan pembentukan BRIN penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan menjadi saling terkait dan bekerja dalam bentuk lintas sektor dan lintas lembaga. Ada lembaga yang melaksanakan penelitian dasar secara mendalam. Hasilnya jangan dibiarkan lembaga lain yang melakukan pengembangan dan penerapan, harus segera melanjutkan pengolahan hasil menjadi bentuk yang lebih kompleks.
“Misalnya penelitian dasar mengenai mikroba oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penemuannya bisa diturunkan ke berbagai riset terapan dan inovasi seperti membuat energi terbarukan berbasis mikroba atau untuk obat-obatan. Jadi keseluruhan penelitian dari hulu ke hilir tidak dibebankan ke satu lembaga saja. Adanya koordinasi meragamkan riset dan menghasilkan banyak inovasi,” ujarnya.
Ia mencermati berbagai riset yang patut diolah dan dikelola lebih lanjut karena langsung menyangkut kepentingan masyarakat luas. Misalnya penggunaan mahadata untuk membuat administrasi terintegrasi sehingga setiap penduduk tidak perlu memiliki banyak nomor identifikasi untuk Kartu Tanda Penduduk, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Cukup satu nomor yang menjadi identitas valid di semua sektor.
Contoh lain adalah pemanfaatan minyak inti sawit (industrial palm oil) untuk pembuatan bahan bakar biodiesel dan biogasolin. Katalis untuk pengolahannya sudah dibuat oleh Institut Teknologi Bandung. “Perlu perusahaan, baik swasta atau pun milik negara yang mau menghilirkan katalis ini agar bisa digunakan dalam jumlah besar. Nanti perusahaan seperti Pertamina contohnya bisa membangun kilangnya untuk produksi,” tutur Bambang.
“Triple helix
Ia menekankan pentingnya memaksimalkan triple helix, yakni koordinasi antara pemerintah, lembaga penelitian, dan perusahaan. Kerja sama timbal balik itu saling mengisi kebutuhan atas pemetaan pasar, penghiliran hasil riset dan inovasi, serta pemantauan mutu produk.
Menurut dia, Indonesia tidak perlu terpengaruh negara lain yang melakukan quarto helix, penta helix, atau pun jaringan koordinasi kompleks lainnya karena rawan membuat kinerja malah terjebak di birokrasi. Triple helix sebagai wujud koordinasi paling sederhana jika diterapkan secara benar akan sangat efisien dan maupun menjangkau semua pihak di masyarakat.
Anggota Komtek Kesehatan dan Obat DRN Ratna Sitompul yang juga Guru Besar Kedokteran Universitas Indonesia mengungkapkan, pihak terkait litbang kesehatan sudah bergerak. Namun arah dan waktu pergerakannya berbeda-beda sehingga sukar mencapai hasil yang memberi terobosan nasional. Oleh sebab itu perapihan koordinasi mendesak dilakukan.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 3 Desember 2019