Astronom telah menemukan 4.128 eksoplanet atau planet di luar tata surya yang tergabung dalam 3.068 sistem keplanetan. Sebagian besar belum memiliki nama definitif. Sayembara penamaan eksoplanet pun digelar.
KOMPAS/HAI-IAS.ORG/NAMEEXOWORLD–Posisi sistem keplanetan HD 117618 yang terdiri dari bintang HD 117618 dan eksoplanet HD 117618 b di rasi Centaurus.
Hingga awal November 2019, astronom telah berhasil menemukan 4.128 eksoplanet atau planet di luar tata surya yang tergabung dalam 3.068 sistem keplanetan. Sebagian besar sistem keplanetan itu baru ditemukan satu planet. Hanya 672 sistem keplanetan yang memiliki lebih dari satu planet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagian besar sistem keplanetan itu belum memiliki nama definitif. Karena itu, Persatuan Astronomi Internasional atau Internasional Astronomical Union (IAU) pada 2019 ini, seiring dengan peringatan 100 tahun berdirinya IAU, menyelenggarakan sayembara penamaan sistem keplanetan di luar Matahari.
IAU adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk merencanakan dan menetapkan nama-nama benda langit. Tahun ini merupakan kali kedua IAU mengagendakan pemberian nama eksoplanet setelah penyelenggaraan pertama pada 2015. Saat itu, ada 31 eksoplanet dalam 19 sistem keplanetan atau exoworld yang dinamai.
Namun yang membedakan, pada penyelenggaraan pertama, semua orang dari negara mana pun, baik atas nama individu, organisasi, atau negara boleh mengajukan nama sistem keplanetan. Namun untuk penyelenggaran kedua ini, IAU ingin melibatkan pastisipasi warga dunia sebesar-besarnya dengan mengajak masyarakat mengajukan nama dan memilih nama sistem keplanetan.
“Masyarakat perlu dilibatkan dalam pemberian nama eksoplanet karena banyak keingintahuan, pertanyaan, dan imajinasi terkait eksoplanet,” kata Ketua Himpunan Astronomi Indonesia Budi Dermawan, Kamis (7/11/2019). Penamaan eksoplanet ini juga membantu membangkitkan kesadaran publik tentang luar angkasa yang beragam dan menantang.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam pemberian nama eksoplanet karena banyak keingintahuan, pertanyaan, dan imajinasi terkait eksoplanet.
Nama Indonesia di antariksa sebenarnya bukan hal baru. Setidaknya, nama sejumlah kepala Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat sudah diabadikan sebagai nama asteroid. Namun eksoplanet dianggap lebih menarik bagi publik karena berkaitan dengan pencarian Bumi baru. Karena itu, untuk pemberian nama eksoplanet kali ini, IAU ingin menjaring seluas-luasnya partisipasi warga dunia.
Seperti dikutip dari situs IAU di iau.org, lebih dari 100 negara sudah mendaftarkan diri untuk mengajukan nama eksoplanet dari negara mereka. Sesuai ketentuan IAU, negara-negara itu diminta mengadakan sayembara usulan nama satu sistem keplanetan tertentu yang telah ditentukan IAU. Nama yang diajukan mencakup nama bintang induknya dan satu nama eksoplanet yang mengitarinya.
Untuk Indonesia, IAU menetapkan sistem keplanetan yang harus dinamai adalah HD 117618. Bintang HD 117618 adalah bintang katai kuning yang terletak di rasi Centaurus. Bintang ini terletak di atas bintang Alfa Centauri (Rigil Kentaurus) dan Beta Centauri (Hadar) serta rasi bintang Layang-layang (Crux) yang dengan mudah diamati dari wilayah Indonesia.
Meski demikian, untuk mengamati bintang katai kuning itu tidak mudah karena cahayanya redup. Magnitudo visual atau tingkat kecerlangan bintang ini hanya 7,17. Mata manusia, dalam kondisi langit yang gelap sempurna, masih bisa mengamati benda langit dengan mata telanjang hingga magnitudo 6. Dalam penghitungan kecerlangan bintang, makin besar nilai magnitudonya, berarti bintang itu makin redup.
Namun, “Bintang ini bisa diamati menggunakan teleskop standar astronomi,” kata Koordinator IAU-100 Indonesia Avivah Yamani.
Bintang HD 117618 berukuran sedikit lebih besar dari Matahari. Massanya 10 persen lebih masif dan ukurannya 17 persen lebih besar dibanding massa dan diameter Matahari. Bintang yang berumur sekitar 4 miliar tahun itu terletak pada jarak 124 tahun cahaya dari bumi.
Planet pertama dari bintang HD 117818 ditemukan pada 2004 dan diberi kode HD 117618 b. Eksoplanet ini merupakan planet gas raksasa yang memiliki massa 56,6 kali massa Bumi. Namun, besaran planet ini hanya seukuran Neptunus atau Uranus dan hanya seperenam dari ukuran planet terbesar di tata surya, Jupiter.
Data exoplanet.eu menyebut eksoplanet ini hanya berjarak 0,18 unit astronomi (jarak rata-rata Matahari-Bumi 150 juta kilometer/AU) atau sekitar 27 juta kilometer dari bintang induknya. Jarak yang sangat dekat membuat planet ini hanya butuh 25,8 hari untuk satu kali mengitari HD 117618.
Selain HD 117618 b, astronom sebenarnya sudah menemukan satu eksoplanet lain di sistem HD 117618. Untuk sementara, eksoplanet ini diberi nama HD 117618.02.
Eksoplanet kedua di sistem HD 117618 itu berukuran sedikit lebih besar dibanding eksoplanet HD 117618 b. Dia berjarak 0,93 AU dan butuh 318 hari untuk mengelilingi bintang induk. Namun menurut openexoplanetcatalogue.com, eksoplanet ini masih kontroversial, masih butuh konfirmasi lebih jauh untuk memastikan keberadaannya melalui metode pencarian lain.
KOMPAS/OPENEXOPLANETCATALOGUE.COM–Eksoplanet HD 117618 b memiliki ukuran 56,6 kali diameter Bumi atau 0,176 kali diameter Jupiter.
Pemberian nama
Meski masyarakat bebas mengusulkan kata apa saja untuk memberi nama eksoplanet, namun IAU sudah memberi batasan yang cukup ketat.
Menurut Avivah, nama orang boleh disematkan ke eksoplanet dengan syarat dia sudah meninggal lebih dari 100 tahun lalu. Nama juga tidak boleh terkait dengan politik, tidak melanggar hak cipta, dan bukan kata yang dibuat sendiri. Nama eksoplanet yang harus terdiri dari 4-16 karakter itu juga harus mudah diucapkan dan belum digunakan sebagai nama obyek langit lain.
Dari proses penjaringan usulan nama bintang dan planetnya dari sistem HD 117618 antara 7 September-7 Oktober 2019, terkumpul 247 nama usulan dari berbagai etnis dan daerah di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, tim kurator yang dipimpin peneliti etnoastronomi dari Planetarium dan Observatorium Jakarta Widya Sawitar memilih 10 nama terbaik untuk dipilih masyarakat.
Kesepuluh nama yang dipilih memiliki kaitan dengan budaya Nusantara dengan nama bintang dan eksoplanet yang diberikan saling memiliki keterkaitan. Nama itu juga belum digunakan di obyek langit lain. Salah satu nama yang diusulkan masyarakat adalah Krakatau, padahal nama ini sudah digunakan untuk asteroid.
Siapa yang jadi pemenang akan ditentukan berdasarkan besaran dukungan masyarakat melalui situs hai-ias.org/nameexoworlds hingga 12 November 2019. “Nama yang terpilih akan menjadi warisan sepanjang usia ilmu astronomi ada,” tambah Widya.
Meski demikian, HAI akan membawa tiga nama dengan dukungan tertinggi ke sidang IAU pada Desember 2019. Sesuai ketentuan IAU, negara-negara perlu menyiapkan dua nama cadangan jika nama pertama yang diusulkan memiliki kesamaan dengan nama yang diajukan negara lain, khususnya yang memiliki kemiripan budaya dengan Indonesia.
Apapun nama yang ditetapkan IAU nanti, Indonesia dengan banyak suku dan budaya memiliki kekayaan pengetahuan langit yang luar biasa. Namun, banyak pengetahuan lokal tentang langit itu terancam punah karena jarang digunakan.
Sebenarnya, banyak nama benda langit yang masih lekat dalam ingatan masyarakat. Namun, mereka sulit menunjukkan benda langit yang dimaksud, apalagi mencari padanan namanya sesuai pengetahuan astronomi modern. Makin terangnya langit malam hingga berbagai kesibukan manusia modern membuat keindahan langit malam yang jadi warisan peradaban manusia makin terabaikan.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 13 November 2019