Tim peneliti dari King’sCollege London menemukan, polusi udara yang tinggi menyebabkan bertambahnya penderita henti jantung (cardiac arrests), stroke, dan serangan asma. Dalam setahun, angka serangan henti jantung meningkat 124, penderita stroke bertambah 231 orang, dan angka anak-anak serta orang dewasa terkena serangan asma bertambah 193.
Angka-angka tersebut merupakan hasil penelitian dari tim itu di sembilan kota di Inggris, yaitu London, Birmingham, Bristol, Derby, Liverpool, Manchester, Nottingham, Oxford, dan Southampton.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO-+Ilustrasi: lansekap Kota Jakarta yang diselimuti asap polusi udara, Kamis (8/8/2019). Menurut data AirVisual, situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia, Kota Jakarta pada Kamis pukul 14.00 menjadi kota terburuk kualitas udaranya dengan nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) adalah 160 atau masuk dalam kategori tidak sehat
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Angka-angka tersebut diterbitkan menjelang KTT Udara Bersih Internasional (ICAS) di London, Rabu (23/10/2019) dan pertemuan jaringan pemerintah lokal Inggris, UK100.
Dr Heather Walton, salah satu peneliti dari tim peneliti tersebut mengatakan, kebijakan tentang pengurangan polusi udara berkaitan langsung dengan harapan hidup. “Bagaimanapun, studi kesehatan menunjukkan bahwa polusi udara luas kaitannya dengan kesehatan,” ujarnya seperti dikutip bbc.com, pada Senin (21/10/2019).
Data-data tersebut diambil dari data panggilan ambulans, di luar serangan jantung pasien di rumah sakit. Simon Stevens Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris mengatakan, temuan tersebut merupakan bukti “darurat kesehatan” dan menambah data yang sudah ada bahwa polusi udara berkontribusi pada kematian 500.000 bayi lahir prematur. Angka-angka peningkatan tertinggi kasus-kasus kesehatan tersebut didapati di London, dan yang angka-angka terendah terendah di kota Derby.
Risiko jangka panjang terkait dengan polusi udara tinggi yaitu terhambatnya perkembangan paru-paru (stunted lung growth), dan berat badan lahir rendah (low birth weight). Hasil lain dari penelitian tersebut yaitu, bahwa penurunan polusi udara hingga 20 persen akan mengurangi kasus kanker paru-paru antara 5 persen hingga 7 persen.
Hasil tersebut mendapatkan tanggapan dari Departemen Lingkungan, Pangan, dan Daerah, yang mengatakan, mereka “mengambil langkah urgen untuk meningkatkan kualitas udara dan mengatasi polusi” dan peraturan baru akan “meningkatkan kewenangan dalam menangani sumber-sumber penting polusi udara.” Menurut pejabat tersebut, “Kami telah bekerja keras untuk mengurangi emisi dari transportasi dengan investasi 3,5 miliar Poundsterling (sekitar Rp 64,225 triliun dengan kurs Rp 18.350)”.
Walikota London Sadiq Khan kepada BBC mengatakan, ancaman polusi udara adalah, ”Salah satu yang menyulitkan saja karena kita tidak bisa melihat materi partikulat, nitrogen dioksida, racun-racun, sehingga kita tidak menganggapnya serius.”
Setelah banyak dilakukan penelitian selama beberapa dekade terakhir, diketahui bagaimana gas nitrogen dioksida dan partikel-partikel amat kecil (PM) masuk ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kerusakan atau gangguan permanen.
Sejak 1979 lahir Konvensi Polusi Udara Lintas Batas (KPULB-Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution/CLRTAP) yang diratifikasi oleh 51 negara. Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi konvensi tersebut. Dari konvensi tersebut disusun kerangka kerja pengendalian dan pengurangan dampak polusi udara lintas batas terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Menurut yang termuat dalam laman UNECE (Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa)-sekretariat CLRTAP. Emisi beberapa polutan tertentu telah turun 40-80 persen, lapisan tanah hutan dan danau tercatat sudah pulih dari pengasaman (acidification), kematian bayi lahir prematur telah berkurang 600.000.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 21 Oktober 2019