Kebijakan yang dihasilkan pemerintah terkait kesehatan dinilai belum memanfaatkan basis data secara maksimal. Padahal, pemanfaatan mahadata dapat menjadikan kebijakan publik menjadi lebih tepat sasaran, mudah dieksekusi, dan berdampak jangka panjang.
Ketua Dewan Pembina Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih di Jakarta, Rabu (16/10/2019), mengatakan, data kesehatan yang dimiliki Indonesia sebenarnya sudah banyak. Namun, data tersebut masih tersebar di beberapa kementerian dan lembaga sehingga integrasi data belum bisa berjalan.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Ketua Dewan Pembina Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih dalam acara jumpa pers bertema “Potensi Pemanfaatan Big Data dalam Pembuatan Kebijakan Kesehatan” di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia sudah mengarah pada integrasi data yang selama ini masih tersebar dan belum terkelola dengan baik. Diharapkan, satu data ini juga diimplementasikan secara maksimal untuk data-data terkait kesehatan. Ini penting karena pemerintah punya fokus pada kesehatan masyarakat, terutama terkait gizi dan tengkes (stunting),” ujarnya.
Menurut dia, sejumlah data yang sudah bisa dimanfaatkan sebagai basis kebijakan kesehatan yang tepat sasaran adalah data Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statisitik, serta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait jenis penyakit peserta JKN-KIS.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Suasana di Pavilion B Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, Jumat (9/8/2019). Hampir 90 persen pasien yang berobat di Pavilion B Rumah Sakit Siloam adalah peserta BPJS Kesehatan.
Dari data-data tersebut, pemerintah bisa membuat sistem manajemen data yang terintegrasi agar bisa memetakan persoalan kesehatan di masyarakat.
“Posyandu, puskesmas, dan klinik swasta juga memiliki data dasar terkait tinggi badan dan berat badan anak balita. Jika data ini bisa diolah sampai ke pusat dalam jangka waktu panjang, evaluasi terhadap penanganan tengkes di Indonesia bisa dilakukan secara komprehensif,” ujarnya.
Standar berbagi data
Direktur PT Xquisite Informatics Briliantoro menambahkan, pemanfaatan mahadata kesehatan di Indonesia membutuhkan kerja sama lintas sektor. Data tiap kementerian dan lembaga dinilai hanya dikumpulkan dan belum dimanfaatkan maksimal untuk intervensi penyelesaian masalah di masyarakat.
Ia mengatakan, kementerian dan lembaga masih ragu untuk berbagi data karena belum ada regulasi yang jelas mengenai standar data yang boleh dibagikan kepada pihak lain. Hal ini menyangkut perlindungan terhadap data pribadi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Direktur PT Xquisite Informatics, Briliantoro
Selain regulasi standar data, Briliantoro berpendapat, kesepakatan pengumpulan data sejak hulu sangat penting untuk dirumuskan. Masalah pembersihan (cleansing) data hampir ditemui di semua lintas sektor ketika akan melakukan integrasi data.
“Penggunaan data pada KTP elektronik harus digunakan secara baik dan benar. Selama ini, KTP elektronik belum dimanfaatkan secara maksimal. Masih banyak yang justru menuliskan data secara manual. Jadi rentan terjadi kesalahan teknis, seperti penulisan huruf dan tanda baca,” katanya.–DEONISIA ARLINTA
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 16 Oktober 2019