Penyakit jantung dan pembuluh darah dikenal sebagai pembunuh nomor wahid manusia abad ini. Gangguan kesehatan itu bisa terjadi pada semua orang di segala usia dan sembarang waktu. Gaya hidup modern yang serba sibuk, kebiasaan makan tinggi kadar garam dan lemak, serta kurang berolahraga meningkatkan kejadian penyakit itu.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah atau 31 persen dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia. Di Indonesia diperkirakan prevalensi penyakit jantung bawaan 8-9 per 1000 kelahiran hidup. Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stroke naik dari 7 per mil (1000 penduduk) tahun 2013 jadi 10,9 per mil pada 2018.
Prevalensi penyakit jantung untuk semua kelompok umur 1,5 persen. Penderita stroke dan serangan jantung pun kian banyak, menyerang lelaki dan perempuan. Namun, laporan British Heart Foundation yang dilansir Seiencedaily menyebutkan, penyakit jantung kerap dianggap sebagai penyakit pria sehingga perempuan sering mengalami salah diagnosis dan mendapat perawatan lebih buruk ketimbang pria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait hal itu, tanggal 29 September diperingati sebagai Hari Jantung Sedunia. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat, kewaspadaan bagi penderita, dan meningkatkan akses pengobatan penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung. Tahun ini, kampanye fokus pada
menciptakan komunitas global peduli kesehatan jantung.
Organ jantung terletak di dalam rongga dada sedikit ke kiri, berukuran sebesar kepalan tangan kita. Menurut ahli jantung Prof Peter Kabo, dalam buku Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner, jantung dibagi menjadi dua bagian, yaitu jantung kanan dan jantung kiri. Tiap bagian terdiri dari bilik dan serambi yang dipisahkan katup.
Jantung berfungsi sebagai pompa darah, terbentuk dari serabut otot dilengkapi jaringan saraf, dan memberi rangsangan berdenyut bagi otot jantung. Jantung memompa darah kaya oksigen dan zat makanan ke seluruh tubuh serta darah kurang oksigen ke paru-paru untuk mengambil oksigen.
Riset jantung dilakukan sejak beberapa abad silam. William Herderson menjadi orang pertama yang menguraikan gejala penyakit jantung koroner pada 1768, yakni “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan saat berjalan, oleh nyeri di dada dan bisa berakibat fatal”. Itu disebut angina pektoris. Gejala lainnya antara lain sesak napas, detak jantung tidak teratur, lemas, dan pusing.
Tahun 1900-an menandai periode peningkatan minat, studi, dan pemahaman penyakit jantung, Menurut artikel yang dimuat di situs healthline, para dokter pun bereksperimen dengan menjelajahi arteri koroner dengan kateter dan berkembang menjadi teknik kateterisasi jantung. Kini prosedur
itu biasanya digunakan untuk mengevaluasi penyakit arteri koroner dan menentukan perawatan lebih lanjut.
Di tengah perkembangan teknologi kedokteran jantung, hal terpenting ialah mengendalikan faktor risiko. Selain mengelola stres, konsumsi makanan tinggi kadar garam dan lemak, merokok, serta inflamasi harus dihindari. Pola hidup sehat itu menjadi kunci merawat kesehatan organ vital manusia itu.– Evy Rachmawati
Sumber: Kompas, 2 Oktober 2019