Gangguan kesuburan dialami sebagian pasangan di dunia. Dengan teknologi kedokteran, masalah kesuburan atau infertilitas itu bisa diatasi melalui terapi. Namun, hasil studi terbaru menunjukkan, kaum lelaki yang menjalani terapi kesuburan berisiko lebih tinggi terkena kanker prostat di kemudian hari.
Demikian hasil riset yang dipublikasikan di British Medical Journal. Studi yang dilakukan tim peneliti dari Lund University tersebut memakai data nasional kehamilan dan kanker nasional untuk melihat 1,2 juta kehamilan di Swedia selama lebih dari 20 tahun pada 1994-2014.
KOMPAS/RIZA FATHONI (RZF)–Dokter tengah membekukan embrio salah satu pasangan untuk disimpan di Klinik Kesuburan Morula IVF di Menteng, Jakarta, Sabtu (11/4/2015). Embrio yang disimpan biasanya menunggu kesiapan calon ibu untuk proses penanaman embrio di rahim dalam proses bayi tabung (in-vitro fertilization).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka yang menjalani ICSI, terapi infertilitas pada pria, memiliki risiko kanker prostat lebih tinggi. Namun, Prostate Cancer UK menyatakan, para peneliti harus melihat faktor usia sebelum menyimpulkan kaum pria yang mendapat pengobatan infertilitas berisiko tinggi terkena kanker prostat.
Sekitar 97 persen dari jumlah total bayi dikandung secara alami dan 20.618 bayi (1,7 persen) dikandung dengan menggunakan IVF (in vitro fertilization) atau pembuahan in vitro yang biasa disebut program bayi tabung, meski data tidak menunjukkan apakah masalah kesuburan itu dialami lelaki atau perempuan.
Sebanyak 14.882 (1,3 persen) kelahiran dihasilkan dari terapi kesuburan atau ICSI, di mana satu sperma berkualitas bagus diseleksi dan diinjeksi langsung ke sel telur. ICSI pertama kali digunakan di Swedia pada 1992, dengan setiap kasus tercatat data nasional.
Menawarkan tes
Di antara kelompok konsepsi nasional, ada 3.244 (0,28 persen) didiagnosis dengan kanker prostat, dibandingkan dengan 77 (0,37 persen) di kelompok IVF, dan 63 (0,42 persen) di antara mareka yang menjalani ICSI. Kaum pria di kelompok ICSI juga berisiko lebih tinggi mengalami kanker prostat lebih dini, berusia di bawah 55 tahun.
Prof Yvonne Lundberg Giwercman, yang memimpin studi itu, Kamis (26/9/2019), menyatakan kepada BBC, ”Jumlah kasus kanker prostat kecil, tetapi mereka berusia sangat muda. Mereka kelompok kecil berisiko tinggi dan kami akan mengikuti mereka lebih dekat.” Harapannya, ada studi lanjutan untuk menginvestigasi mengapa ada kaitan itu.
Sementara Allan Pacey, professor andrologi di University of Sheffield, menyatakan, penting untuk dijelaskan bahwa kanker prostat tidak disebabkan teknik yang membantu reproduksi, tetapi kemungkinan disebabkan keduanya memiliki penyebab sama dalam beberapa cara.
Karena itu, semua pria yang didiagnosis mengalami masalah kesuburan pada usia 20 dan 30 tahun perlu diberi informasi apa artinya hasil studi tersebut bagi mereka saat berusia 50 dan 60 tahun. Pada prinsipnya, mereka yang mengalami masalah kesuburan dianjurkan waspada dan memeriksakan diri ke dokter.–EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 27 September 2019