Paparan asap rokok pada ibu hamil menjadi salah satu penyebab terganggunya pertumbuhan janin selama kehamilan. Ancaman ini bisa semakin besar karena terjadi peningkatan jumlah perokok, baik pria maupun wanita, dan persentase pajanan rokok dalam rumah tangga berdasarkan Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Tahun 2015, sekitar 85 persen.
Berdasarkan hasil penelitian, pajanan atau paparan asap rokok kepada ibu hamil dapat menyebabkan berat lahir dan berat plasenta bayi lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan pajanan asap rokok. Risiko terjadinya gangguan pertumbuhan janin akan semakin tinggi jika peluang pajanan rokok ibu hamil lebih besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/PRIYOMBODO–Ilustrasi ibu hamil
Penelitian ini berjudul Pengaruh Pajanan Pasif Asap Rokok pada Ibu Hamil terhadap Gangguan Pertumbuhan Janin: Pengukuran Pajanan Melalui Kadar Nikotin Tali Pusar. Penelitian dibuat sebagai syarat gelar untuk mendapatkan gelar doktor ilmu kesehatan masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada April 2019.
Penelitian yang mengkaji pengaruh kesehatan ibu dan outcome kehamilan pada perokok pasif tidak sebanyak penelitian serupa pada perokok pasif. Sejauh ini, masih terdapat kontroversi dan inkonsistensi efek pajanan asap rokok selama kehamilan dengan hasil kelahiran jika dinilai hanya berdasarkan self reported (Khaeder, Al-akour, Alzubi & Lataifeh, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan, wanita dengan rata-rata pajanan asap rokok per minggu tinggi berisiko lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah daripada wanita dengan rata-rata pajanan asap rokok per minggu rendah (Abu-baker, Haddad, &Savage, 2010; Bachok & Omar, 2014). Namun, sebaliknya penelitian pada 1.757 ibu hamil di Kepulauan Kyusu dan Okinawa gagal membuktikan adanya hubungan kuat antara pajanan asap rokok dan outcome kelahiran (Miyake, Tanaka, & Arakawa, 2013).
Penelitian yang melihat pengaruh pajanan asap rokok ibu hamil bukan perokok aktif terhadap gangguan pertumbuhan janin dengan menggunakan pengukuran biomarker nikotin dalam darah tali pusar belum ada, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bisa membantu memberikan informasi valid sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan kesehatan maternal dan neonatal terkait rokok.
Darah tali pusar
Populasi penelitian ini melibatkan 128 ibu hamil trisemeter 3, hamil janin tunggal, tidak memiliki riwayat penyakit kronis, bukan perokok aktif, bukan mantan perokok, dan bersedia terlibat dalam penelitian. Para ibu hamil yang diteliti berdomisili di Kota Bengkulu dan melakukan pemeriksaan antenatal di 16 puskesmas, 30 bidan praktik swasta, dan 6 rumah sakit.
Kriteria kehamilan trisemester 3 (?32 minggu) ditetapkan karena usia kehamilan ini hingga persalinan faktor lingkungan (pajanan polutan dan toksin) lebih berperan dalam terjadinya gangguan pertumbuhan janin dibandingkan trisemester lainnya. Adapun pemilihan sampel ibu hamil janin tunggal karena bayi lahir kembar cenderung memiliki berat badan lahir lebih rendah. Hal ini karena terjadi persaingan nutrisi dan keterbatasan ruang saat dalam kandungan (Kliegman, 2011).
Sepanjang pengetahuan penulis, penilaian pajanan asap rokok ibu hamil menggunakan pengukuran nikotin tali pusar dan melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan janin dengan mengukur berat, panjang, dan lingkar kepala bayi segera setelah lahir belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Untuk itu, penelitian ini menilai gangguan pertumbuhan janin saat lahir, berdasarkan berat, panjang, lingkar kepala, dan berat plasenta bayi yang dilahirkan.
Penilaian pajanan pasif asap rokok ibu didasarkan pada pemeriksaan kadar nikotin darah tali pusar dengan batasan nilai 1 ng/ml atau lebih dengan teknik pemeriksaan Gas Chromatography–Mass Spectrometry. Metode ini menjamin ketepatan pengukuran berat lahir, panjang lahir, lingkar kepala, dan berat plasenta karena pengukuran dilakukan segera setelah lahir oleh tenaga kesehatan terlatih dan terampil, dengan menggunakan alat ukur terstandar WHO.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Kunjungan bidan Puskesmas Kerinci Kanan ke rumah ibu hamil.
Hasil penelitian mendapatkan rata-rata kadar nikotin sebesar 1,3 ng/ml. Temuan ini sejalan dengan penelitian Ivorra et al, 2014, dengan kadar nikotin 1,4 ng/ml. Kadar nikotin yang lebih tinggi (88,2 ng/ml) didapatkan pada penelitian Berlina et al, 2010 terhadap ibu hamil perokok aktif.
Hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh pajanan pasif asap rokok terhadap gangguan pertumbuhan janin. Pajanan pasif asap rokok ibu hamil dapat mengurangi berat lahir sebesar 205,6 gram dan berat plasenta sebesar 51 gram.
Plasenta
Nikotin bersifat sangat larut dalam air sehingga asap rokok yang memasuki saluran pernapasan ibu akan dengan mudah larut dalam darah. Selanjutnya, darah ibu yang mengandung nikotin beredar ke seluruh tubuh, termasuk pembuluh darah plasenta.
Padahal, plasenta diketahui memiliki fungsi penting untuk tumbuh kembang janin karena semua zat yang diperlukan untuk pertumbuhan janin dihantarkan melalui plasenta. Selain mengantarkan nutrisi, plasenta juga merupakan media respirasi, ekskresi, dan proteksi janin.
Plasenta sebagai proteksi dapat menjadi penghalang terhadap masuknya infeksi bakteri, virus, dan zat-zat toksik agar tidak sampai pada janin. Namun, plasenta tidak bisa menyaring nikotin karena berat molekulnya yang sangat rendah dan daya larut sangat tinggi dalam lemak.
KOMPAS/ADI SUCIPTO–Suasana di salah satu sudut kampung di Desa Doudo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Senin (23/7/2018). Di setiap rumah terpasang tempat parkir rokok di depan rumah masing-masing warga. Ada yang terbuat ada tempurung, dan ada yang terbuat dari kaleng bekas. Hal itu bertujuan agar perokok tidak merokok di dalam rumah untuk melindungi kesehatan anak dan wanita. Warga juga tidak merokok sembarangan.
Studi terdahulu mendapatkan bukti nikotin ditransfer dengan mudah dan cepat melalui plasenta. Hanya dalam waktu 5 menit setelah masuk ke sirkulasi ibu, nikotin dapat dideteksi dalam sirkulasi janin (Pastrakuljic A.et al., 1998).
Nikotin dalam darah ibu mengganggu pertumbuhan janin dalam dua jalur. Secara langsung, nikotin mengganggu penyerapan kalsium, vitamin C, dan vitamin lain, serta mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan fetus. Pada jalur lain, nikotin menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah yang berakibat aliran darah ke janin melalui tali pusar janin berkurang. Akibatnya, distribusi zat makanan yang diperlukan oleh janin berkurang.
Penelitian ini juga membuktikan adanya pengaruh pajanan pasif asap rokok terhadap berat lahir. Berat lahir bayi ibu yang mendapat pajanan asap rokok lebih rendah 205,6 gram dibandingkan bayi yang lahir dari ibu tidak mendapatkan pajanan pasif asap rokok. Ternyata bayi ibu hamil perokok aktif juga sama.
Ini, artinya, pajanan asap rokok ibu selama hamil, baik sebagai perokok aktif maupun pasif, sama-sama memberikan dampak buruk terhadap berat lahir bayi. Kenyataan ini semakin menunjukkan pentingnya pengendalian pajanan asap rokok pada ibu hamil melalui program pengendalian tembakau di Indonesia.
Hasil penelitian juga mendapatkan adanya pengaruh asap rokok terhadap berat plasenta. Didapatkan defisit berat plasenta sampai dengan 51,2 gram akibat pajanan asap rokok. Hal ini karena asap rokok mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi plasenta.
Penelitian ini juga mengukur panjang lahir dan lingkar kepala sebagai indikator gangguan perubahan janin bayi ibu perokok pasif. Namun, pengurangan panjang lahir dan lingkar kepala akibat paparan asap rokok tidak terbukti pada penelitian ini.
Tidak ada level aman untuk pajanan asap rokok bagi kesehatan. Sedikit apa pun pajanan yang didapat memberikan konsekuensi buruk bagi kesehatan ibu dan janin yang dikandung.
Menghilangkan kebiasaan merokok di ruang tertutup tidak sepenuhnya melindungi bukan perokok dari pajanan asap rokok; memisahkan perokok dari bukan perokok; membersihkan udara dan ventilasi bangunan, tidak dapat sepenuhnya menghilangkan paparan asap rokok. Diperlukan upaya berupa kebijakan yang melindungi ibu hamil dari pajanan asap rokok lingkungan.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Dr Mery Ramadani
Penulis: Dr Mery Ramadani, Fakultas Kesehatan Masyarakat, lahir di Bukittinggi, 16 Juli 1981. Sebelum menyelesaikan doktor ilmu kesehatan masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), ia menyelesaikan S-1 Kesehatan Masyarakat di FKM UI tahun 2005, dan Magister Kesehatan Masyarakat di FKM UI tahun 2009. Ia menjadi staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat sejak 2006-sekarang.
Diedit oleh: Kompas/Ester Lince Napitupulu
Sumber: Kompas, 5 September 2019