Pertanian tanaman pangan tidak hanya menghadapi tantangan terus terjadinya alih fungsi lahan, tetapi juga cuaca ekstrem. Kondisi itu sama-sama mengancam pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
Menghadapi tantangan itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tengah mengembangkan varietas padi yang tidak hanya memiliki produktivitas tinggi, namun juga tahan terhadap berbagai cuaca ekstrem dan varietas yang cocok untuk lahan marjinal.
Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan usai panen raya padi varietas Kahayan di Desa G1 Mataram, Tugumulyo, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9/2019) mengatakan selama ini pengembangan varietas padi masih terkonsentrasi untuk mencapai produktivitas tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Petani di Desa G1 Mataram, Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9/2019) tengah memanen padi mereka. Tanaman padi yang dipanen itu berasal dari varietas Kahayan yang dikembangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Dari perhitungan Dinas Pertanian Musi Rawas, varietas Kahayan itu memiliki tingkat produktivitas sebesar 8,6 ton gabah kering panen atau 7,38 ton gabah kering giling per hektar.
Dengan terjadinya perubahan iklim, maka kebutuhan untuk memiliki varietas padi yang tahan cuaca ekstrem diperlukan. Saat ini, seringkali saat musim kemarau tiba, cuaca menjadi amat kering hingga padi kekurangan air. Sebaliknya saat musim hujan, banjir kerap menenggelamkan tanaman padi.
“Batan ingin menghasilkan varietas padi yang tak hanya punya produktivitas tinggi dan antiserangan hama, namun juga bisa bertahan di tengah cuaca ekstrem,” katanya.
Kepala Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan, Irawan Sugoro menambahkan Batan saat ini sudah memiliki beberapa galur mutan harapan yang tahan terhadap tekanan cuaca ekstrem.
Varietas padi yang akan dihasilkan dari galur mutan itu dirancang akan tetap mampu menghasilkan bulir padi dalam kondisi sawah yang kering atau pengairan yang terbatas. Meski demikian, produktivitas varietas itu tetap akan lebih rendah dibanding jika padi diairi secara optimal.
Proses pembuatan varietas padi tahan kering itu saat ini masih dalam proses seleksi tahap ketiga atau keempat. Proses seleksi akan dilakukan hingga enam tahap atau ketika diperoleh varietas baru dengan sifat genetika yang sudah stabil. Setelah terbukti stabil, varietas itu akan diajukan ke Kementerian Pertanian sebagai varietas baru.
“Varietas itu ditargetkan bisa diluncurkan pada tahun 2021,” katanya.
Sementara untuk varietas padi yang tahan genangan, tanaman ini dirancang tetap bisa tumbuh atau menghasilkan bulir padi saat banjir sudah surut. Pertumbuhan itu tetap berlangsung meski padi terendam banjir sekitar dua minggu. Pengembangan varietas padi tahan genangan itu masih tahap awal seleksi sehingga diprediksi baru bisa diluncurkan pada tahun 2023 atau 2024.
Baik varietas padi tahan kekeringan atau tahan genangan itu sama-sama dikembangkan dari varietas nasional yang diradiasi. Dengan proses radiasi buatan itu, varietas baru bisa dihasilkan hanya dalam waktu 3-5 tahun, tergantung umur tanaman. Jika mengandalkan proses radiasi alami dari sinar matahari, maka pembentukan varietas baru butuh waktu ribuan tahun.
KOMPAS/MUCHAMAD ZAID WAHYUDI–Petani di Desa G1 Mataram, Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9/2019) tengah memanen padi mereka. Dengan pengairan irigasi yang memadai, panen padi tetap bisa dilakukan meski berada di puncak musim kemarau. Tanaman padi yang dipanen itu berasal dari varietas Kahayan yang dikembangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Dari perhitungan Dinas Pertanian Musi Rawas, varietas Kahayan itu memiliki tingkat produktivitas sebesar 8,6 ton gabah kering panen atau 7,38 ton gabah kering giling per hektar.
Varietas lokal
Selain mengambangkan varietas baru dengan karakteristik khusus, lanjut Anhar, Batan juga ingin mengembangkan varietas padi lokal yang tersebar di seluruh Indonesia. Varietas lokal umumnya memiliki karakter utama berupa rasa yang enak, namun waktu tanamnya panjang dan batang padinya tinggi hingga rentan terhadap sejumlah masalah.
“Pengembangan varietas lokal itu dilakukan dengan memperbaiki sejumlah karakternya, seperti memperpendak masa tanam, namun cita rasanya tetap,” katanya.
Sejumlah padi varietas lokal yang sudah dikembangkan Batan antara lain Rojolele yang populer di Jawa. Varietas Rojolele baru yang dikembangkan bersama Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, itu kini memiliki umur tanam 105 hari (3,5 bulan) dari sebelumnya 160 hari (5 bulan 10 hari). Tinggi tanaman padi juga dipangkas dari 155 sentimeter jadi 110 cm.
Adapun varietas padi lokal di Musi Rawas adalah padi Dayang Rindu yang merupakan jenis padi gogo. Dengan radiasi yang dilakukan Batan bersama pemerintah setempat, umur tanam padi dengan cita rasa khas ini diperpendek dari 6 bulan menjadi 3 bulan 1 minggu.
Irawan menambahkan, Indonesia memiliki banyak padi varietas lokal. Di tengah ancaman perubahan iklim dan alih fungsi lahan, belum semua padi varietas lokal itu terdokumentasi dan dikembangkan karakternya.
Meski demikian, pengembangan padi varietas lokal dilakukan dengan tetap menjaga keaslian varietas aslinya sebagai kekayaan plasma nutfah Indonesia, tidak menghilangkan sama sekali varietas aslia yang terbentuk di alam dalam waktu sangat lama.
“Varietas padi lokal asli yang terbentuk di alam memiliki kestabilan genetik lebih baik. Dia lebih tahan terhadap tekanan alam karena proses adaptasinya berlangsung ribuan tahun,” katanya. Karena itu, varietas asli itu tetap harus dijaga sehingga masih bisa dimanfaatkan lagi saat peneliti ingin mengembangkan kembali karakternya.–M ZAID WAHYUDI
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 5 September 2019