Rektor Universitas Sebelas Maret Jamal Wiwoho mendorong agar generasi muda Indonesia berinovasi menyambut tantangan masa depan. Inovasi ini dapat dilakukan dengan mengolah keberagaman kekayaan alam ataupun budaya Nusantara. Ia yakin potensi ini dapat menjadi modal generasi muda untuk berkarya.
Seruan itu disampaikan Jamal dalam kegiatan Student Vaganza di Stadion Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Minggu (18/8/2019). Di awal pidatonya, Jamal menceritakan asal-usul kota Amsterdam. Ibu Kota Belanda itu berasal dari kata Amstel dan Dam. Amstel merupakan nama sungai yang dibendung dan diberi dam atau tanggul.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA–Tim Bengawan Formula Student Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, meluncurkan mobil balap Yudhistira di kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/8/2019). Mobil ini akan dipakai untuk lomba di ajang Formula Society of Automotive Engineers (SAE) Jepang, 27-31 Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sungai itu mengering dan menjadi sebuah daratan. ”Anda boleh setuju para insinyur Belanda hebat membuat dam. Tapi, siapa yang sebenarnya mendanai semua itu ? Ya, dana itu berasala dari negeri yang sangat kaya ini,” kata Jamal dalam teks pidatonya yang diterima Kompas di Jakarta.
Ia mengatakan, mereka datang ke sini mencari kekayaan rempah-rempah, alam, dan budaya Indonesia yang sangat beragam. Keberagaman tersebut merupakan sebuah pemberian yang datang kepada negeri ini tanpa diminta. Indonesia juga memiliki kekayaan berupa perbedaan bahasa, agama, dan bentuk fisik.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA–Rektor UNS Jamal Wiwoho
Jamal berharap, keberagaman itu tidak akan membuat bangsa Indonesia menjadi terpecah-belah. ”Kita tinggal di bumi yang sama, tanah yang kita huni sama, dan matahari yang kita pakai juga sama. Maka, kita ingin keberagaman ini menjadi dinamisator dalam memacu tumbuhnya inovasi-inovasi baru,” tuturnya.
Ia ingin bangsa Indonesia berinovasi sehingga dapat sejajar dengan negara Jepang dan Korea Selatan yang selalu berinovasi serta menghasilkan ekonomi kreatif. Ke depan, Indonesia akan menyongsong tantangan baru, yakni bonus demografi pada penduduk usia produktif yang harus dikelola dengan baik.
Jamal mengajak masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan pemikiran sempit dan radikal. Pemikiran yang selalu merasa dirinya paling benar dan bertentangan dengan Pancasila serta hakikat kerukunan umat manusia. Ia mengingatkan, bangsa lain sudah mulai sibuk dengan karya-karya baru dan besar yang berevolusi sangat cepat. Mereka sudah selesai dengan urusan tidak penting yang tujuannya memecah-belah karena beda pandangan politik dan keyakinan.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA–Ribuan mahasiswa baru Universitas Sebelas Maret mengikuti kuliah umum yang disampaikan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di halaman Rektorat UNS di Solo, Jawa Tengah, Selasa (13/8/2019).
Mereka sangat memahami apa yang harus dilakukan untuk bisa hidup di era industri 4.0. Bangsa-bangsa tersebut berubah menjadi produsen yang produktif dengan pertanian, teknologi, dan karya seni. Karena itu, ia ingin mahasiswa UNS berjanji pada diri sendiri melalui kegiatan Student Vaganza untuk berinovasi atau mati bersama-bersama.
”Jangan pernah berhenti bangga menjadi diri kita sendiri sebagai sebuah identitas kolektif dari sebuah bangsa yang bernama Indonesia,” ujar Jamal.
Adaptasi
Mengenai inovasi ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, perguruan tinggi di Indonesia harus berorientasi pada masa depan. Orientasi itu penting agar proses pendidikan yang diselenggarakan perguruan tinggi mampu menjawab berbagai tantangan yang muncul di masa mendatang.
”Apabila perguruan tinggi tidak melihat ke depan, maka dia akan jadi museum saja,” kata Kalla, Sabtu (4/5/2019), di kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sementara itu, Kepala Bidang Teknologi Pembelajaran Berbasis Multimedia dan Web Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gatot Pramono menyampaikan adanya langkah adaptasi pada perubahan yang terjadi. Salah satu bentuk adaptasi yang dimaksud adalah menerapkan teknologi pembelajaran berbasis digital.
”Masalah bangsa Indonesia kompleks. Jadi memang tidak mudah untuk berubah. Meski demikian, secara sistem sudah diarahkan ke sana (revolusi industri 4.0),” ujar Gatot, seperti dikutip Kompas, 11 April 2019.-+PRYOGI DWI SULISTYO
Editor ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 18 Agustus 2019