Iklim kolaborasi dalam pengembangan riset dan inovasi di Indonesia perlu semakin dibangun. Kolaborasi ini terutama antara pemerintah, industri, dan perguruan tinggi. Selain untuk mendukung terwujudnya hilirisasi riset yang dihasilkan perguruan tinggi, kolaborasi ini bertujuan mengatasi ketimpangan kompetensi lulusan yang belum sesuai dengan kebutuhan industri.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Presiden Direktur PT Dexa Medica Ferry Soetikno (kiri) memberikan piagam penghargaan kepada salah satu pemenang yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan magister dalam acara penganugerahan Dexa Award Science Scholarship 2019 di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/6/2019).
Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) Bunyamin Maftuh menuturkan, kompetensi lulusan yang belum sesuai dengan kebutuhan industri bisa disebabkan karena tenaga pendidik yang kurang mengikuti perkembangan industri. Tenaga pendidik, terutama yang berada di pendidikan vokasi dan politeknik masih banyak yang hanya menguasasi teori tanpa didukung kemahiran praktik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) Bunyamin Maftuh
“Skema dosen paruh waktu diharapkan bisa menjadi solusi. Jadi, para ahli yang mahir di industri diberi kesempatan untuk menjadi dosen. Kami akan berikan NIDK (nomor induk dosen khusus) sehingga ada pengakuan statusnya sebagai dosen,” ujarnya di sela-sela acara penganugerahan Dexa Award Science Scholarship 2019 di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/6/2019).
Dexa Award Science Scholarship merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh PT Dexa Medica dengan memberikan beasiswa penuh bagi mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan magister. Tahun ini ada tiga mahasiswa yang terpilih. Masing-masing mahasiswa mendapatkan beasiswa sekitar Rp 300 juta.
Bunyamin menambahkan selain mendorong para praktisi untuk terlibat dalam sistem pendidikan tinggi, industri pun diharapkan bisa lebih terbuka untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Kegiatan pemagangan yang selama ini telah berjalan perlu dioptimalkan. Kesempatan mahasiswa untuk belajar di industri harus dimaksimalkan.
Presiden Direktur PT Dexa Medica Ferry Soetikno menuturkan, kerjasama dengan perguruan tinggi mulai banyak dilakukan, terutama dalam pengembangan riset dan inovasi. Menurutnya, riset di Indonesia masih banyak celah yang bisa dikembangkan, terutama riset di bidang farmasi.
Ia menyontohkan, produk fitofarmaka atau sediaan obat bahan alam yang telah terverifikasi masih bisa dikembangkan lebih luas. Indonesia memiliki ribuan bahan alam yang bisa dimanfaatkan sebagai obat, namun bahan baku obat yang selama ini digunakan sebagian besar adalah bahan baku impor.
“Jika dalam riset produk fitofarmaka ada kolaborasi yang baik antara perguruan tinggi dan industri, hilirisasi riset tentu lebih mudah dicapai. Kolaborasi adalah kunci untuk pengembangan riset. Sementara riset adalah ujung tombak dari pembangunan bangsa,” katanya.
Direktur Eksekutif Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata menambahkan, industri juga bergantung pada akademisi di perguruan tinggi. Ide dan pemikiran akademisi sangat diperlukan untuk mengembangkan inovasi produk bagi industri.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–(kiri-kanan) Direktur Eksekutif Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata dan Presiden Direktur PT Dexa Medica Ferry Soetikno.
“Jika memang mau meningkatkan hasil riset menjadi produk massal, paradigma akademisi perlu diubah. Riset yang dilakukan jangan hanya untuk menambah publikasi jurnal ilmiah tetapi riset itu harus menjadi produk yang dibutuhkan masyarakat. Tidak mudah memang. Untuk itu, kolaborasi dengan industri dibutuhkan,” ucapnya.–DEONISIA ARLINTA
Editor M FAJAR MARTA
Sumber: Kompas, 27 Juni 2019