Potensi Wisata Hiu Paus Teluk Saleh Rp 550 Juta Per Tahun

- Editor

Rabu, 26 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Teluk Saleh - Pemandangan Teluk Saleh terlihat dari perbukitan Tanjung Menangis di Desa Penyaring, Moyo Utara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Minggu (10/4). Perairan di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Moyo tersebut memiliki sejumlah lokasi penyelaman dengan kondisi ekosistem bawah laut yang relatif terjaga.

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA)
10-04-2016

Teluk Saleh - Pemandangan Teluk Saleh terlihat dari perbukitan Tanjung Menangis di Desa Penyaring, Moyo Utara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Minggu (10/4). Perairan di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Moyo tersebut memiliki sejumlah lokasi penyelaman dengan kondisi ekosistem bawah laut yang relatif terjaga. Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA) 10-04-2016

Penilaian potensi pariwisata di Desa Labuhan Jambu yang berada di Teluk Saleh, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat menunjukkan daya tarik hiu paus di daerah itu memberikan tambahan pemasukan untuk desa sekitar Rp 550 juta setiap tahun. Ini berdasarkan kajian yang dilakukan Conservation International Indonesia pada periode September 2018 hingga Mei 2019.

Estimasi nilai ekonomi ini diperoleh dari kajian pengeluaran langsung 90 wisatawan yang berkunjung pada periode tersebut, sejumlah 50 orang penyedia jasa, dan catatan pembukuan Kelompok Sadar Wisata Desa Labuhan Jambu sebagai pengelola. Dari data tersebut Desa Labuhan Jambu diperkirakan mendapatkan Rp 550 juta tambahan pemasukan dan Rp 50 juta dana konservasi apabila selama setahun berhasil menjual 72 paket.

ISMAIL SYAKURACHMAN–Seekor hiu paus (Rhincodon typus) berenang di perairan sekitar bagan Desa Labuhan Jambu di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat yang berada di Teluk Saleh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk setiap paket yang dibeli warga penyedia jasa mendapat keuntungan sebesar Rp 90.000 hingga Rp 480.000 sesuai dengan jasa yang disediakan. Selain itu, pariwisata ini memberikan peluang bagi warga mengembangkan usaha skala kecil seperti makanan ringan, cendera mata, warung makan, penyewaan alat selam, dan membuka lapangan pekerjaan sebagai pemandu dan penerjemah.

Kajian ini menyikapi peluncuran Desa Labuhan Jambu sebagai pariwisata hiu paus berbasis masyarakat pada September 2018, bertepatan saat menjadi tuan rumah Sail Moyo Tambora. Dikatakan berbasis masyarakat karena semua pengelolaan dan pendapatan dimiliki penuh oleh warga desa. Desa Labuhan Jambu menjual pariwisata ini dengan dua paket yaitu wisata dari darat dan wisata dengan kapal rekreasi.

Dalam penyediaan paket pariwisata, warga desa memanfaatkan aset yang dimiliki seperti kendaraan roda empat sebagai alat transportasi darat, kamar dalam rumah sebagai tempat menginap wisatawan, perahu motor untuk alat transportasi laut, dan perahu bagan sebagai media interaksi. Warga desa juga memasukkan biaya sebesar Rp 100.000 ke dalam paket sebagai dana konservasi. Dana tersebut akan digunakan nelayan untuk membetulkan jaring yang rusak akibat hiu paus yang terjerat.

Dalam siaran pers, Selasa 25 Juni 2019, Maulita Sari Hani, peneliti dari CI, mengatakan potensi ekonomi ini bisa dicapai jika model pariwisata hiu paus berbasis masyarakat diterapkan secara benar. “Artinya tidak boleh ada korupsi, pembukuan dilakukan secara teratur, konsistensi sesuai peraturan desa, memperhatikan daya dukung pariwisata, serta perubahan lingkungan, sosial, dan ekonomi,” kata dia.

Teluk Saleh – Pemandangan Teluk Saleh terlihat dari perbukitan Tanjung Menangis di Desa Penyaring, Moyo Utara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Minggu (10/4). Perairan di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Moyo tersebut memiliki sejumlah lokasi penyelaman dengan kondisi ekosistem bawah laut yang relatif terjaga. –Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA)
10-04-2016

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Pemandangan Teluk Saleh terlihat dari perbukitan Tanjung Menangis di Desa Penyaring, Moyo Utara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Minggu (10/4/2016). Perairan di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Moyo tersebut memiliki sejumlah lokasi penyelaman dengan kondisi ekosistem bawah laut yang relatif terjaga.

Pelibatan warga
Hal lain yang dapat mendukung kesuksesan pariwisata ini adalah pelibatan warga dalam perencanaan dan pengelolaan, peningkatan kapasitas untuk penyedia jasa, dan kerja sama. Selain itu, tak kalah penting adalah kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, agen perjalanan, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, serta asosiasi.

Warga Desa Labuhan Jambu telah mengetahui keberadaan hiu paus (Rhincodon typus) atau biasa dikenal dengan nama pakek torok sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, mereka baru menyadari bahwa hiu paus dapat menjadi tambahan pemasukan dari pengembangan pariwisata seperti di Maladewa yang memberikan nilai ekonomi tahunan sekitar Rp 130 miliar.

Muhaidin, Ketua Pokdarwis Desa Labuhan Jambu, beberapa waktu lalu menyebutkan masyarakat setempat tak pernah memburu hiu paus. Seperti halnya di Teluk Umar Nabire di Papua dan Teluk Triton Kaimana di Papua Barat, hiu paus setempat hadir rutin menghampiri bagan-bagan penangkap ikan.

Nelayan pada umumnya tak mengetahui bahwa ikan terbesar di dunia yang bisa mencapai panjang belasan meter tersebut, sangat digemari wisatawan dari dalam dan luar negeri. Dari sisi status, hiu paus telah dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi penuh berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18/Kepmen-KP/2013 tertanggal 20 Mei 2013.

Oleh karena itu, pemerintah setempat mulai dari tingkat desa sampai provinsi mendukung pengembangan pariwisata ini. Salah satunya adalah penerbitan Surat Keputusan Gubernur NTB Tahun 2019 mengenai Pembangunan Desa Wisata Prioritas Labuhan Jambu.

Temuan ini menjadi salah satu dari delapan topik yang dipaparkan oleh Conservation International pada acara International Whale Shark Conference di Exmouth, Australia Barat yang dilaksanakan pada 28-31 Mei 2019. Konferensi ini bertujuan mengumpulkan semua pihak di seluruh dunia untuk berbagi informasi mengenai aspek ekologis dan biologis hiu paus serta mengaplikasikannya dalam upaya konservasi dan pembangunan wisata hiu paus yang berkelanjutan. Konferensi ini dihadiri oleh 130 peserta dari 21 negara dan merupakan yang kelima kalinya setelah sebelumnya diadakan di Doha, Qatar tahun 2016.–ICHWAN SUSANTO

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 26 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB