Indonesia Lebih Cepat Alami Kepunahan Hayati

- Editor

Kamis, 9 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian spesies flora dan fauna di Indonesia diperkirakan bakal punah lebih cepat dibandingkan rata-rata globalnya. Beberapa spesies juga tinggal menunggu waktu untuk punah dan tidak mungkin lagi diselamatkan karena populasinya di alam tidak memungkinkan lagi berkembangbiak.

Di antara spesies yang laju kepunahannya sangat tinggi adalah serangga. “Angka pasti kepunahan serangga di Indonesia sulit diperoleh. Tetapi, taksiran saya spesies serangga di Indonesia yang menuju kepunahan sekitar 30-40 persen. Untuk Jawa bahkan bisa mencapai 70 persen yang punah. Kepunahan akan terus meningkat dengan cepatnya perubahan ekosistem,” kata ahli serangga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga anggota Panel Ahli Multidisiplin dari The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) PBB perwakilan Asia Pasifik, di Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Dalam laporan IPBES tentang ancaman kepunahan flora dan fauna di tingkat global mencapai 1 juta spesies, dan sekitar 10 persen di antaranya diperkirakan dari spesies serangga (Kompas, 8/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Sebanyak 25 ekor gajah Sumatera masih berkeliaran di kawasan Duri, Riau pada 2015. Gajah ini beradaptasi dengan perkebunan kelapa sawit warga yang merambah kawasan hutan Suaka Margasatwa Balai Raja yang dahulunya merupakan rumah gajah. KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI

Menurut Rosichon, serangga yang rentan punah terutama kelompok Hymenoptara seperti tawon, lebah, dan semut, Lepidoptera seperti kupu-kupu dan ngengat, serta Coleopteraseperti kumbang. Penyebab utama kepunahan spesies serangga di Indonesia disebabkan kehilangan habitat karena konversi dan kebakaran lahan.

“Apalagi belakangan konversi semakin intensif untuk berbagai kebutuhan, seperti pertanian dan infrastruktur. Sedangkan kebakaran lahan yang masif seperti di Sumatera terutama memunahkan serangga terestrial atau yang tidak bisa terbang,” kata dia.

Untuk serangga penyerbuk, menurut Roscihon, kondisinya juga sangat mengkhawatirkan karena sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama penggunaan pestisida. Penurunan populasi serangga penyerbuk ini mengancam produksi tanaman, termasuk tanaman pangan.

“Setiap spesies di alam pasti ada fungsinya bagi ekosistem. Sebagai contoh di Brazil beberapa tahun lalu tiba-tiba ada jenis anggrek tertentu yang punah. Ternyata, kepunahan ini disebabkan serangga penyerbuknya, yaitu sejenis lalat telah punah,” kata dia.

Punahnya serangga jenis predator, juga bisa memicu ledakan serangga yang lain, terutama hama tanaman, selain juga serangga yang bisa menularkan penyakit pada manusia, di antaranya nyamuk dan lalat.

“Ada spesies tertentu yang menempati meledak populasi, seperti beberapa waktu lalu muncul ledakan tomcat, laron, dan ulat bulu. Ini karena musuh alaminya hilang. Yang juga rawan ledakan populasi adalah nyamuk, terutama karena habitatnya meluas seiring pemanasan global,” kata dia.

Tidak terselamatkan
Tak hanya serangga, mamalia besar di Indonesia juga memiliki penurunan populasi yang semakin cepat. “Empat spesies mamalia besar kita, yaitu gajah, harimau, badak, dan orangutan kondisinya kritis semua dan populasinya menurun sangat cepat. Misalnya gajah sumatera (Elephas maximus ssp. sumatranus) berdasarkan Red List IUCN telah naik statusnya dari endangeredmenjadi critically endangered sejak 2013. Saya terlibat dalam penentuan status gajah ini,” kata Sunarto, peneliti dan ekolog satwa World Wildlife Fund (WWF) Indonesia.

Status critically endangered dalam daftar International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) ini merupakan satu tingkat menuju kepunahan di alam liar. Sekalipun ada upaya konservasi, termasuk pelepasliaran, namun menurut Sunarto, sulit untuk mempertahankan laju kepunahan mamalia besar yang memiliki teritori tertentu ini.

Menurut Sunarto, sejumlah satwa liar saat ini hanya menunggu waktu untuk punah karena besaran populasinya terlalu kecil tidak memungkinkan lagi untuk berkembang, contohnya badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang statusnya critically endangered sejak 2008. Fenomena ini disebut dalam biologi sebagai allee effect.

“Kecilnya populasi menyebabkan peluang terjadinyna perkawinan sangat terbatas. Kalaupun terjadi cenderung insest sehingga bisa melahirkan individu yang tidak sehat. Ditambah lagi, badak sumatra sangat sulit bereproduksi dan sangat sensitif dengan makanannya,” kata dia.

Menurut Sunarto, hingga 10 tahun lalu populasi badak sumatera diperkirakan masih 300 ekor, namun 5 tahun lalu hanya sekitar 100 ekor. “Tiga tahun lalu hanya tinggal belasan dan sekarang menjadi tanda tanya besar keberadaannya. Harapannya tinggal ada di Aceh, itu pun belum masih ada berapa. Badak jawa dan badak kalimantan nasibnya kemungkinan sama,” kata dia.

Ancaman kepunahan juga terjadi pada jenis burung. Misalnya, jalak bali (Leucopsar rothschildi), yang menurut daftar IUCN per Agustus 2018 berada dalam tingkat critically endangered dan populasinya di alam liar sekitar 1- 49 ekor.

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 9 Mei 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB