Perusahaan Dharma Hydro atau PT North Sumatera Hydro Energy menyatakan dalam adendum analisis mengenai dampak lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Batang Toru selesai dalam tiga bulan mendatang. Perubahan tersebut memasukkan keberadaan orangutan Tapanuli yang belum disebut dalam dokumen sebelumnya.
Ini mengikuti arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Batang Toru pertama, tahun 2014 dan mengalami adendum pertama tahun 2016 belum menyebut orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) karena primata ini baru teridentifikasi sebagai spesies baru pada tahun 2017.
KOMPAS/RIZA FATHONI–Sejumlah aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memperingati Hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus dengan menggelar aksi di depan kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB), Gaoto Subroto, Jakarta Selatan untuk memprotes proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, Senin (20/8/2018). Aksi protes digelar WALHI atas pembangunan PLTA Batang Toru karena proyek tersebut dinilai akan berdampak pada ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara yang kaya akan biodiversitas dan merupakan rimba terakhir di Sumatera Utara. WALHI menegaskan jika proyek PLTA dibangun akan menghancurkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di hilir bendungan, terutama masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian, perikanan dan transportasi air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perkiraan penyelesaian adendum amdal ini disampaikan saat Dharma Hydro saat bertandang ke redaksi harian Kompas, Senin (8/4/2019), di Jakarta. Perusahaan diwakili Tito Pranolo (Staf Khusus Komisaris Utama), Agus Djoko Ismanto (Adviser Lingkungan PT NSHE), dan Firman Taufick (Vice President Communications and Social Affairs).
“Yang kami lakukan sekarang adalah memperbaiki amdal yang diminta oleh Kementerian (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu,” kata Tito Pranolo. Ditegaskan, target 3 bulan itu selesai di internal perusahaan dan diajukan ke pemerintah.
Tito mengatakan isu orangutan telah dibahas dalam The Equator Principles terkait Environment, Social, and Health Impact Assessment (ESHIA) yang dibuat pada tahun 2015. Persyaratan internasional ini kerangka aturan main yang disusun institusi keuangan pemberi pinjaman yang mengikat perusahaan.
“Sebagian sudah ada di ESHIA itu dimasukkan dalam amdal. Jadinya amdal plus-plus karena isu orangutan akan dominan di amdal yang diperbaiki,” paparnya.
Kepadatan orangutan
Beberapa informasi terkait orangutan Tapanuli tersebut yaitu studi dan monitoring yang menemukan 2 – 6 orangutan di sekitar areal proyek PLTA Batang Toru. Sedangkan survei Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara dan Badan Penelitian dan Pengembangan KLHK Aek Nauli menyatakan kepadatan orangutan di sekitar proyek 0,41 per kilometer persegi atau 1 individu per 250 ha.
Pada kesempatan itu, Agus Djoko Ismanto pun menunjukkan di antara dua bukit curam yang dipisahkan oleh Sungai Batang Toru terdapat jembatan alam berupa pohon yang saling terhubung. Jembatan alam ini yang diduga kuat digunakan orangutan untuk berpindah-pindah.
“Di sepanjang 17 kilometer (aliran sungai/wilayah kerja PLTA Batang Toru) hanya ditemukan satu titik (jembatan alam),” kata dia.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia pun mendesak PT NSHE memperbaiki rencana pembangunan PLTA karena keberadaan orangutan tapanuli. Aktivitas pembangunan PLTA serta operasionalnya nanti dikhawatirkan mengganggu kehidupan orangutan.
Di sisi lain, ia pun menegaskan pihaknya bukan pada tahap mengusir apalagi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang termasuk sumber energi terbarukan. “Kami melihat ada masalah dalam pembangunan PLTA ini,” kata dia. Masalah lain, disebutkannya terkait risiko gempa serta gangguan debit air bagi kebutuhan sawah warga di hilir.
Firman Taufick mengatakan, pembangunan PLTA Batang Toru dapat mengurangi penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit diesel. Selama beroperasi, PLTA Batang Toru dapat mengurangi penggunaan solar yang dipakai sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Sumatera Utara. Dalam setahun, penghematannya bisa mencapai Rp 5,6 triliun. Listrik yang dihasilkan dari PLTA Batang Toru akan masuk ke sistem kelistrikan Sumatera Utara.
PLTA Batang Toru dibangun dengan kapasitas 510 megawatt (MW) yang terdiri dari empat unit mesin turbin. PLTA ini direncanakan beroperasi secara komersial mulai 2022. Investasi yang digelontorkan untuk pembangunan PLTA Batang Toru mencapai 1,6 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 22,5 triliun. (BRIGITTA ISWORO LAKSMI / ARIS PRASETYO / PRAYOGI DWI SULISTYO)–ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 9 April 2019