Kehadiran kereta moda raya terpadu tak ayal mengundang decak kagum para penggunanya. Stasiun yang modern, kereta yang nyaman, dan perjalanan 30 menit dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Lebak Bulus adalah beberapa hal yang dipuji para penumpang selama masa uji coba. Orang rela berdesakan sejak masuk stasiun, demi merasakan perjalanan sekitar 16 kilometer itu.
KOMPAS/RIZA FATHONI–Warga mengantre untuk menaiki kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Ratangga di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/3/2019). MRT Jakarta Fase 1 rute Bundaran HI – Lebak Bulus diresmikan oleh Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Wow! Akhirnya bisa melihat wujud MRT di negara sendiri. Terpukau!” ujar Camelia (43), salah satu pengguna MRT, Selasa (19/3/2019).
Carmelia, karyawan swasta yang sehari-hari beraktivitas di Sudirman, akrab dengan kemacetan yang kian menjadi-jadi selama masa pembangunan MRT sejak tahun 2013. Jalan di Sudirman, seperti juga di sepanjang jalur MRT, kerap menyempit lantaran digunakan untuk alat berat.
Saat pembangunan MRT itu pula, Carmelia penasaran dengan apa yang sedang terjadi di bawah tanah. Saat menyeberang lewat jembatan penyeberangan orang, ia sering memerhatikan kegiatan para pekerja.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Pekerja konstruksi bawah tanah Stasiun Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuju pintu keluar stasiun, 12 September 2018. Pembangunan stasiun berlanjut setelah Asian Games XVIII usai. Pembangunan pintu masuk, yang tadinya dihentikan sementara, kembali dilanjutkan.
Hari itu, rasa penasaran itu terpuaskan. Bersama ribuan orang yang saban hari menjajal MRT selama masa uji coba, Carmelia merasakan langsung kereta yang melaju di terowongan bawah tanah, tepat di pusat kota Jakarta.
Sekitar 6 km dari rute MRT fase 1 ini memang berada di bawah tanah. Baru dari Senayan hingga Lebak Bulus, kereta MRT melaju di jalur layang.
Ia juga menemukan berbagai fasilitas yang disiapkan MRT, mulai dari toilet, ruang menyusui, akses untuk difabel, hingga tangga. Fasilitas bagus dan modern itu diharapkan bertahan lama sekaligus menarik para pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum.
Fasilitas di MRT juga dirancang untuk memudahkan penyandang disabilitas. Retno (52) bisa mendorong kursi rodanya dari gerbang masuk Stasiun HI hingga ke peron. Ia kembali mendorong kursi roda untuk mengantre di depan kereta 3 dan 4. Di kedua kereta itu, ada ruang untuk pengguna kursi roda. “Ini kami diarahkan untuk masuk ke sana,” tutur Retno, Sabtu (16/3).
Tomy Asmoro, seorang tuna netra, juga merasakan keramahan fasilitas MRT bagi difabel. Hanya saja, ia berharap lift di stasiun juga dilengkapi audio untuk membantu tunanetra mengetahui bila mereka sudah sampai di lantai yang dituju.
Warna lantai pemandu yang abu-abu juga kurang menarik perhatian teman-teman pendamping tunanetra.
KOMPAS/RIZA FATHONI–Pekerja memasang ubin semen di jalur pedestrian di kolong Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menata area itu khusus bagi pejalan kaki untuk mempermudah perpindahan penumpang dari moda transportasi ke moda lainnya di kawasan Transit Oriented Develompent (TOD) tersebut. Kawasan ini menghubungkan Stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun KRL Sudirman, Stasiun BNI City dan Halte Transjakarta jalur reguler.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengatakan, infrastruktur yang ramah bagi disabilitas adalah salah satu misi badan usaha milik daerah ini.
“Kalau masih ada kekurangan dari yang sudah kami bangun, nanti akan kami sesuaikan secara bertahap supaya seluruh stasiun MRT ini ramah disabilitas,” katanya.
Membentuk kebiasaan
Di sisi lain, kebaruan kereta MRT masih menyisakan pekerjaan rumah yakni membentuk kebiasaan baru bagi para penggunanya.
Beredarnya foto penumpang yang makan di peron stasiun, sampah yang berserakan di area stasiun, penumpang di peron yang menghalangi penumpang yang turun, penumpang yang bergelantungan di pegangan tangan (handgrip) kereta, atau menginjak tempat duduk merupakan beberapa di antara perilaku pengguna yang perlu diubah.
Saat Kompas mengikuti uji coba publik MRT, 16 Maret, tidak banyak yang disampaikan petugas saat penukaran tiket elektronik. Di stasiun, poster tentang cara menggunakan transportasi berbasis rel itu juga belum banyak terlihat.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Masyarakat menunggu keberangkatan kereta Moda Raya Terpadu di Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (18/3/2019). PT MRT membuka kesempatan masyarakat umum untuk menjajal MRT hingga 23 Maret 2019.
Hanya sesekali, satpam mengingatkan untuk mengantre di lantai yang sudah dipasangi stiker berwarna kuning. Adapun lantai berstiker hijau ditujukan untuk penumpang yang turun dari kereta. Berbagai kampanye justru banyak ditemukan di akun sosial media PT MRT Jakarta, khususnya Instagram.
Koalisi Pejalan Kaki (KoPK) sempat menanyai sejumlah pengguna MRT. “Hasilnya, banyak warga bingung dengan moda transportasi modern ini. Papan pengumuman di stasiun, hingga petugas sebaiknya lebih disiagakan untuk menegur mereka belum tertib,” ujar Alfred Sitorus dari KoPK.
Sosiolog Universitas Indonesia Daisy Indira Yasmin berpendapat, fenomena itu menunjukkan masih ada gegar budaya (culture shock) saat teknologi baru masuk. Oleh karena itu, perlu ada kampanye, edukasi, dan pembudayaan secara terus menerus. Paling tidak, pembudayaan itu tidak boleh putus selama satu tahun sejak MRT beroperasi.–HELENA F NABABAN/DIAN DEWI PURNAMASARI
Editor AGNES RITA
Sumber: Kompas, 25 Maret 2019