Tim gabungan imigrasi, Badan Intelijen Strategis TNI, dan kepolisian menangkap empat warga Polandia karena mengambil flora fauna dari hutan konservasi Bukit Kelam, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat tanpa izin. Mereka masuk ke Indonesia dengan visa turis dan tidak mengantongi izin penelitian di Indonesia.
Dua orang ditangkap di pinggir hutan Hutan Bukit Kelam pada Senin (18/3/2019) dan dua lagi di Goa Maria, Bukit Kelam pada Selasa (18/3/2019). Berdasarkan data paspor mereka, keempat warga Polandia tersebut bernama Jakub Michal, Rafal Piotr, Grzegorz Mariusz, dan Piotr Henryx.
–Berbagai jenis flora fauna yang diambil empat warga negara Polandia secara ilegal dari Hutan Bukit Kelam, Kalimantan Barat. –Dokumentasi: Tim Gabungan Imigrasi, TNI, Polri-Ristek Dikti
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Keempat warga negara asing ini ditangkap di Sintang, Kalimantan Barat. Mereka masuk ke Indonesia tanpa izin riset dan diduga melakukan sejumlah pelanggaran lain karena mengambil flora dan fauna,” kata Kepala Subdirektorat Perizinan Penelitian, Direktorat Jenderal Litbang, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sri Wahyono, di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Menurut Sri, Kemristek Dikti telah mengirim surat ke Kantor Imigrasi Sanggau dengan tembusan ke Kementerian Hukum dan HAM agar empat warga Polandia tersebut ditindak sesuai prosedur hukum. Imigrasi Sanggau membawahkan Kabupaten Sanggau, Sintang, Sekadau, dan Malawi.
Kepala Subseksi Intelijen Kantor Imigrasi Sanggau, Hendra Saputra mengatakan, “Mereka masuk melalui Bandara Soekarno Hatta dengan visa turis sejak tanggal 2 Maret dengan penerbangan dari Belanda.”
Menurut Hendra, keempat warga negara asing ini juga diketahui telah mengambil sejumlah flora dan fauna Indonesia. Selain anggrek, mereka mengambil beberapa serangga seperti tarantula dan lipan yang diduga langka.
“Seumur-umur saya baru lihat ada lipan kaki biru dan kaki merah. Mereka sudah menyiapkan tabung-tabung kecil untuk menempatkan hewan itu. Kurang lebih ada enam kotak dengan puluhan tabung,” kata dia.
Karena diduga juga melakukan pengambilan material dari hutan lindung, menurut Hendra, saat ini keempatnya diserahkan ke Kantor Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat untuk diperiksa lebih lanjut.
“Dari interogasi awal, satu orang diketahui sudah berulangkali ke Indonesia dan dia yang menjadi petunjuk jalannya, tiga lainnya baru pertama kali datang,” kata dia.
Pelanggaran riset oleh peneliti asing, menurut Sri Wahyono, saat ini semakin marak seiring dengan kemudahan masuk wilayah Indonesia dengan visa turis. Sebelumnya, pelanggaran riset juga dilakukan oleh peneliti asing dari Amerika Serikat dan Australia terkait temuan lebah raksasa di Maluku Utara pada Februari 2019.
Izin penelitian
Menurut Sri, saat ini izin penelitian untuk peneliti asing telah dimudahkan dengan sistem daring. Dalam waktu lima hari, proposal riset dari peneliti asing akan dibahas tim gabungan dan diputuskan pemberian izinnya. “Seharusnya tidak ada alasan untuk melakukan penelitian tanpa izin,” kata dia.
Keempat warga negara Polandia ini diduga memiliki kaitan dengan para kolektor dan peneliti yang menemukan spesies baru talantula biru (Birupes simoroxigorum) di Serawak, Malaysia. Temuan talantula biru ini dipublikasikan di The Journal of the British Tarantula Society pada Februari 2019 lalu. Temuan ini dipersoalkan Pemerintah Malaysia karena sampelnya diduga diselundupkan oleh tiga kolektor dari Polandia, yaitu Krzysztof Juchniewicz, Emil Piorun, dan Jakub Skowronek (Sciencemag.org).
Sri menambahkan, selain melanggar izin penelitian, keempat warga asing ini diduga melanggar Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (3). Setiap orang dilarang mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Selain itu, mereka juga melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE). Disebutkan, bagi pelanggarnya terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. Sedangkan ancaman untuk pelanggaran Undang-Undang Imigrasi Nomor 6 tahun 2011 ancamannya adalah kurungan maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 21 Maret 2019