Pengembangan dan pemanfaatan teknologi peringatan dini, mitigasi bencana, penanganan darurat, dan pemulihan pascabencana di Indonesia perlu dipercepat. Sebab, bencana alam, terutama bencana geologi dan hidrometeorologi, kerap terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian ekonomi besar.
Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza, dalam Kongres Teknologi Nasional (KTN) 2019, di BPPT, Jakarta, Rabu (20/3/2019), untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi, perlu teknologi peringatan dini bencana lebih sistematis, terpadu, dan mudah dipahami masyarakat.
KOMPAS/YUN–Drone Alap-alap BPPT
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam membangun sistem peringatan dini bencana, kapasitas dan kemampuan di berbagai kementerian dan lembaga terkait perlu dipadukan. ” Teknologi modifikasi cuaca diperlukan BPPT untuk mitigasi bencana kekeringan, kebakaran hutan, dan mengurangi curah hujan. Untuk bencana geologi, perlu pemetaan area berbasis potensi bencana untuk penataan tata ruang tangguh bencana,” ujarnya.
Terkait hal itu, sistem deteksi dan peringatan, seperti buoy, kabel, dan radar, diintegrasikan dengan sistem peringatan dini yang ada perlu dikembangkan. Itu didukung sistem komunikasi berbasis generasi 4.0.
Untuk mengurangi jumlah korban jiwa akibat bencana geologi, struktur bangunan tahan gempa perlu diterapkan. Dalam penyediaan hunian sementara di masa tanggap darurat, BPPT merancang bangun rumah komposit dan teknologi penyediaan kebutuhan pokok.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Hammam Riza
Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Wijaya mengatakan, pihaknya akan melanjutkan penerapan masterplan atau rencana induk kebencanaan. Kini pihaknya menyiapkan penguatan sistem peringatan dini multi-ancaman dengan empat program, yakni perkuatan rantai peringatan dini, pembangunan tempat evakuasi sementara, penguatan kapasitas, dan kemandirian teknologi instrumentasi kebencanaan.
Menurut Wisnu, tantangan besar penanganan kebencanaan ialah akurasi dan penyampaian informasi. Data akurat terbatas karena minimnya riset tentang ancaman dan keterbatasan moda komunikasi yang menjangkau semua penduduk. Informasi peringatan yang diberikan tak mudah dipahami atau terlalu teknis. ”Informasi ini penting untuk mengarahkan warga menyelamatkan diri,” ujarnya.
Empat Fokus
Selain bidang teknologi kebencanaan, lanjut Hammam, topik KTN 2019 difokuskan pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, Perkeretaapian, serta Inkubasi Bisnis Teknologi. Empat tema besar tersebut sesuai dengan isu aktual dan untuk mendukung akselerasi program prioritas pembangunan pemerintah.
Kongres Teknologi Nasional merupakan acara tahunan yang diselenggarakan BPPT. Selain sebagai media penyampaian hasil-hasil inovasi dan layanan teknologi yang telah dicapai, acara itu juga sebagai media komunikasi intensif antara pemangku kepentingan, ruang mediasi antara perekayasa dengan dunia industri, dan wujud pertanggungjawaban pada publik terhadap kinerja BPPT, lembaga riset, perguruan tinggi dan industri.
Transportasi merupakan jantung perekonomian dan menentukan kualitas konektivitas perkotaan maupun regional. Pola moda transportasi di Indonesia umumnya masih didominasi transportasi darat non-rel yaitu bus, truk, kendaraan roda empat dan roda dua. Sementara transpotasi berbasis rel berkontribusi hanya 7 persen untuk penumpang dan 0,6 persen untuk barang terhadap seluruh moda angkutan secara nasional.
Pertumbuhan jumlah penumpang yang pesat seiring meningkatnya populasi dan aktivitas ekonomi membutuhkan moda transportasi massal berbasis rel berkapasitas besar, cepat, dan terjangkau masyarakat. Penggunaan transportasi berbasis rel akan jadi solusi mengatasi kemacetan, mendorong penghematan energi, dan menurunkan polusi udara dari sektor transportasi di Indonesia.
Terkait upaya percepatan implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), perlu penguatan infrastruktur SPBE yang terintegrasi dengan mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan efefektivitas biaya serta menggunakan teknologi terkini antara lain teknologi komputasi awan.
Cara tersebut merupakan solusi yang efisien dan ramah lingkungan. Untuk itu BPPT ditugaskan dan siap mengembangkan serta mengelola salah satu pusat data nasional. Itu tentu disertai peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi belanja dalam membangun aplikasi SPBE serta memudahkan integrasi proses bisnis pemerintahan, BPPT siap mendukung upaya memercepat penggunaan aplikasi berbagi pakai. “Agar tidak terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah (middle income trap), Indonesia harus mampu mentransformasi perekonomiannya dari yang berbasis komoditas menjadi berbasis inovasi,” paparnya.
Oleh YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 21 Maret 2019