Penelitian ilmiah sering dipandang sebagai kegiatan yang serius dan menjenuhkan sehingga ada yang berusaha menghindarinya. Namun, bagi peserta Indonesian Fun Science Award, yang masih duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas, penelitian ilmiah menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Siswi Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Medan, Sumatera Utara, Zahra Annisa Fitri (17), gemar mengamati keadaan yang ada di sekitarnya. Salah satunya, ia tertarik dengan tingkah laku semut. Bagi Zahra, semut merupakan hewan yang setia kawan. Pandangannya pun diperkuat dengan buku-buku dan jurnal ilmiah yang ia baca.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Peserta Indonesian Fun Science Award menjelaskan hasil penelitiannya kepada dewan juri, Sabtu (9/3/2019), di Tangerang, Banten. Kegiatan ini diadakan untuk menumbuhkan kecintaan anak muda pada penelitian ilmiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya penasaran dan melakukan uji coba, apakah benar semut binatang yang setia kawan,” ujar Zahra, Sabtu (9/3/2019) di Tangerang, Banten. Ia bersama Nadya Khairussyifa (15), yang masih duduk di kelas X IPA, mengumpulkan 50 semut dan membaginya menjadi semut untuk obyek penelitian dan semut yang diberikan perangkap. Semut yang menjadi obyek penelitian diberi nasi dan gula.
Semut tersebut mereka letakkan di lantai yang diberi pembatas di sekitarnya dengan bentuk segitiga sama sisi. Adapun semut yang terperangkap diberikan perekat yang membuatnya tidak dapat bergerak.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Nadya Khairussyifa (kiri) dan Zahra Annisa Fitri (kanan)
Mereka melakukan tiga kali percobaan dan hasilnya, 60 persen semut lekas menolong temannya yang terperangkap. Dengan hasil tersebut, mereka menyimpulkan semut adalah hewan yang setia kawan.
Dalam penelitian tersebut, mereka mengamati tingkah laku semut secara detail. Mulai dari alasan semut memilih menolong temannya hingga semut yang memilih mendekat ke makanan atau berusaha melepaskan diri dari segita tersebut.
Penelitian mereka pun mendapatkan apresiasi positif oleh para dewan juri yang terdiri dari wartawan senior harian Kompas Andreas Maryoto, Supervisor Bank DKI Windra Mai Haryanto, Rektor Swiss German University (SGU) Filiana Santoso, Dosen Teknologi Pangan SGU A Muzi Marpaung, serta Kepala Bidang Pengelolaan dan Diseminasi Hasil Penelitian Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yenny Meliana.
Dalam perlombaan yang diadakan SGU tersebut, Zahra dan Nadya menjadi juara. Guru Bahasa Indonesia dan pembimbing SMAN 1 Medan, Ratna Mutiara, menuturkan, kedua muridnya tersebut merupakan siswa berprestasi yang sering ikut lomba karya ilmiah tingkat nasional.
Kebiasaan sehari-hari
Peringkat dua diperoleh SMA Negeri 1 Purworejo, Jawa Tengah yang dibawakan oleh siswa Kelas XI IPS, Mastri Imammusadin (17), dan Siswa Kelas XI IPA, Akhmad Nur Muzakki (16). Mereka meneliti perbedaan urine siswa IPA dan IPS di SMAN 1 Purworejo.
Mereka memperoleh ide untuk meneliti hal tersebut karena sering beradu argumen toilet di kelas IPA atau IPS yang lebih bau. Mereka pun meneliti 10 urine siswa IPA dan 10 urine siswa IPS dengan metode penelitian uji kimia. Mereka menghitung pH atau tingkat keasaman, uji glukosa, dan protein. Mereka juga mengamati dengan menggunakan mikroskop.
Dalam penelitian tersebut, mereka menarik kesimpulan pH dan glukosa urine siswa IPA cenderung lebih tinggi dari siswa IPS. Mereka berpandangan, hal tersebut terjadi karena pola makan tidak teratur dan pengaruh psikologis.
Kesimpulan tersebut membuat dewan juri bertanya, apakah tingginya pH dan glukosa urine tersebut dipengaruhi oleh mata pelajaran IPA yang dipandang lebih membuat stres dan lupa makan. Dewan juri menyarankan agar mereka melanjutkan penelitian dengan bertanya ke psikolog dan keluarga siswa IPA serta IPS untuk mengetahui kondisi psikologis responden.
Mereka mengaku, kesulitan mendapat sampel urine karena banyak temannya yang menolak memberikannya. Namun, mereka terus berusaha dengan meminta tolong dari orangtua responden. Mereka berjanji akan melanjutkan penelitiannya agar lebih matang.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Akhmad Nur Muzakki (kiri) dan Mastri Imammusadin (kanan)
Nur yang menjadi ketua Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Purworejo mengaku sering penasaran dengan sesuatu yang ada di sekitarnya. Ia bersama-sama temannya di KIR berusaha memecahkan persoalan yang menjadi keresahan mereka melalui penelitian ilmiah.
Menurut Nur, KIR menjadi wadah yang tepat untuk mengembangkan gagasan mereka. Meskipun demikian, KIR masih menjadi ekstrakurikuler yang dihindari oleh teman-temannya.
“KIR terasa menjenuhkan karena masih dituntut untuk berpikir lagi setelah dipenuhi dengan tugas-tugas pelajaran sekolah,” ujar Nur. Meskipun demikian, KIR di SMAN 1 Purworejo masih aktif berjalan dan berkegiatan.
Guru Biologi dan pendamping KIR SMAN 1 Purworejo, Trisni Atmawati, menuturkan, KIR menjadi wadah yang tepat agar remaja terus mengembangkan gagasannya melalui penelitian ilmiah. Untuk menjaga minat para siswa agar selalu aktif di KIR, Trisni mengajak anak didiknya meneliti di luar sekolah sebanyak dua kali dalam setahun.
Sementara itu, peringkat tiga diperoleh SMAN 1 Klaten, Jawa Tengah yang diikuti oleh siswi kelas XI IPA, Fauziah Listiana Putri (16) dan Priesta Mayestika Karunia Devi (16). Mereka penasaran dengan kebiasaan orang yang suka mencium aroma kotoran pada tepian kuku ibu jari kaki.
Mereka menyebarkan angket kepada 125 temannya. Dari angket tersebut, 85 responden mengaku pernah mencium aroma kotoran pada tepian kuku ibu jari. Dari wawancara dengan respondennya, sebagian besar dilakukan karena kebiasaan ketika ada waktu senggang.
“Mereka melakukannya tanpa sadar dan seperti ketagihan, meskipun hal tersebut terlihat menjijikkan,” ujar Fauziah.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Fauziah Listiana Putri (kiri) dan Priesta Mayestika Karunia Devi (kanan)
Guru Sosiologi dan pembimbing SMAN 1 Klaten, Titi Nur Aini, mengaku, ide tersebut murni muncul dari anak didiknya. Ia hanya mendampingi pada proses penelitiannya. Di SMAN 1 Klaten, kegiatan ekstrakurikuler KIR rutin diisi dengan penelitian ilmiah berdasarkan pengalaman yang ada di sekitar anak didik.
Fauziah mengaku sering penasaran dengan situasi ada di sekitarnya. Ia pun selalu tertarik untuk meneliti hal baru setiap hari.
Sementara itu, Priesta tertarik dengan penelitian ilmiah agar memiliki pengalaman dalam menulis ilmiah. Dengan pengalaman tersebut, ia berharap tidak kebingungan saat mengerjakan tugas karya ilmiah ketika kelak menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Gagasan lucu
Penggagas Indonesian Fun Science Award (IFSA), A Muzi Marpaung, menyatakan, dia ingin mendekatkan dunia penelitian pada anak muda melalui gagasan yang lucu. “Kegiatan sains tidak harus selalu serius, tetapi juga bisa lucu dan menghibur,” ujar Muzi.
Bagi Muzi, kegiatan penelitian ilmiah membutuhkan proses hingga seseorang mampu membuat riset dengan benar. Ia pun membuat IFSA dengan tujuan untuk menjadi wadah bagi anak muda dalam mengeluarkan gagasan yang lucu dan menyegarkan.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–A Muzi Marpaung
Ia ingin menumbuhkan minat anak muda pada penelitian ilmiah melalui hal-hal yang lucu dan menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah tersebut dapat menjadi bekal di masa mendatang ketika anak-anak tersebu dihadapkan pada penelitian yang lebih serius.
“Persoalan yang utama yakni konsistensi anak-anak melakukan penelitian ilmiah dan kesabaran mereka dalam berproses,” tutur Muzi. Ia berharap, melalui kegiatan yang digagasnya akan muncul peneliti baru di Indonesia.
Ketua Panitia IFSA Tabligh Permana menuturkan, karya dari para peserta akan dibuat menjadi sebuah jurnal ilmiah. Ia berharap, anak muda suka dan terbiasa dengan kegiatan penelitian ilmiah yang dapat dimulai dari sesuatu yang sederhana di sekitarnya.–PRAYOGI DWI SULISTYO
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 12 Maret 2019