Di luar persoalan organisasi, beberapa profesor riset mengecam penghapusan koleksi tesis dan disertasi yang disimpan di Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah, yang dulu bernama Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia. Menurut mereka penghilangan tesis dan disertasi berupa buku tersebut merupakan kehilangan besar bagi dunia ilmu pengetahuan Indonesia dan internasional.
Ketika Kompas ke lantai 5 Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PDDI) di kantor LIPI Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Jumat (8/3/2019), ruangan telah disekat menjadi dua bagian. Sementara di ruangan koleksi yang masih ada, lebih dari 10 rak penyimpanan tesis dan disertasi telah kosong.
Di ruang penyimpanan PDDI, di bagian tesis dan disertasi rak-rak yang jumlahnya lebih dari 10 sudah kosong tanpa satu pun buku. Seorang petugas menunjukkan buku-buku yang dikelompok-kelompokkan antara yang sudah dipindai dan disimpan dalam bentuk file PDF dan yang belum. Proses pemindaian buku-buku untuk diubah menjadi PDF dan didigitalisasi terhenti karena terkendala soal anggaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/BRIGITTA ISWORO LAKSMI–Rak rak di seksi Tesis dan Disertasi nampak kosong di Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PDDI) LIPI. Foto diambil pada Jumat (8/3/2019)
“Saya kaget sekali, saya tidak tahu apa indikasi itu benar bahwa ada dua truk (berisi buku) dikeluarkan dari PDDI konon bukan pada hari kerja, pada hari libur atau malam,” ujar profesor riset politik Asvi Marwan Adam, Jumat (8/3/2019), di Jakarta.
Sementara profesor riset bidang sosiologi perkotaan dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Henny Warsilah, mengatakan, PDDI adalah pusat dokumentasi dan informasi yang berdiri sejak 1965 sebelum LIPI. “Koleksinya banyak karena ada ketentuan untuk mengirim (tesis dan disertasi ke LIPI). Dia jadi pusat ilmu pengetahuan,” ujar Henny.
“Ini sebuah kehilangan yang amat besar. Bukan hanya itu, tapi kehilangan bagi dunia pengetahuan Indonesia. Dan LIPI ini diminta menjadi lembaga penelitian world class ini tentunya harus didukung pusat dokumentasi yang bisa diandalkan. Tapi ini dihancurkan. Maka makin jauh dari tujuan menjadi lembaga penelitian kelas dunia,” tegas Asvi.
Sementara Henny mengatakan, “Itu suatu pelecehan terhadap ilmuwan dan dunia ilmunya sendiri.”
Dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, “Saya pastikan informasi itu tidak benar. Yang dilakukan adalah stock opname dan penghapusan rutin dari koleksi fisik di perpustakaan yang memang sudah dianggap tidak relevan.”
Menurut dia, khususnya jurnal luar negeri saat ini sudah tersedia versi elektronik yang bisa diakses, termasuk untuk edisi lama. Sehingga, dilakukan penghapusan koleksi fisik.
Memperlemah ilmu
Henny mengatakan, LIPI diminta menjadi lembaga penelitian berkelas internasional. Langkah penghapusan koleksi itu bisa memperlemah LIPI.
Semua mahasiswa yang menulis disertasi baik dari dalam dan luar negeri mencari bahan dari sana. Mahasiswa dari luar Jawa pun sering mencari bahan dari LIPI. Semua penelitian tentang Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa luar dan dalam negeri juga disimpan di sana.
Selain disertasi dan tesis, dulu PDII juga mengumpulkan jurnal berisi informasi tentang indeks dan abstrak semua tulisan di jurnal internasional. Sebagian ruangan penyimpanan koleksi di PDDI sudah diubah menjadi ruangan untuk staf administrasi semua satuan kerja dan humas.
Pusat dokumentasi tersebut didirikan tahun 1965 sebagai Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional (PDIN), tahun 1986 berubah nama menjadi Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Dan baru tahun ini sebagai bagian dari reorganisasi LIPI, PDII berubah menjadi Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 9 Maret 2019