Sejak status Pluto sebagai planet dicabut pada tahun 2006, Tata Surya hanya memiliki delapan planet. Namun, para astronom terus mencari planet kesembilan yang sesungguhnya. Kini, hipotesis keberadaan planet X makin terang dan diharapkan bisa ditemukan ujudnya pada satu dekade mendatang.
Keberadaan Planet X sebenarnya sudah ada sejak lama, meski belum jelas menunjuk pada benda apa. Bahkan saat isu kiamat 2012 lalu muncul, rumor tentang kehadiran Planet X sebagai planet rekaan yang akan menabrak Bumi juga terjadi.
Namun, penggunaan istilah Planet X secara ilmiah baru muncul setelah dua astronom dari Institut Teknologi California, Pasadena, Amerika Serikat, Konstantin Batygin dan Mike E Brown mengumumkan potensi keberadaannya melalui simulasi komputer pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
CALTECH/R HURT (IPAC))–Konsep artis tentang Planet X atau Planet Kesembilan yang terletak di pinggir Tata Surya.
Keberadaan planet itu muncul dari adanya gangguan orbit sejumlah obyek di Sabuk Kuiper serta konfigurasi obyek tersebut yang mengelompok di satu sisi Tata Surya.
Planet X itu juga disebut Planet Kesembilan, Plenat Raksasa Kelima (setelah Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus), atau Planet Berikutnya (Next). Sementara Sabuk Kuiper adalah wilayah Tata Surya setelah planet Neptunus yang berjarak antara 30-50 unit astronomi (UA) atau jarak rata-rata Matahari-Bumi. Di wilayah itu terdapat banyak planet katai yang disebut juga obyek Sabuk Kuiper atau obyek trans-Neptunian, seperti Pluto, Haumea dan Make-make.
Orbit sejumlah obyek di Sabuk Kuiper itu sangat elips, beda dengan orbit delapan planet yang umumnya hampir bulat. Mereka juga umumnya bergerak searah, meski kecepatannya berbeda-beda, hingga mengelompok pada satu sisi Tata Surya. Situasi itu memunculkan dugaan adanya obyek masif di sisi lain Tata Surya.
“Pengelompokan orbit dan bentuk orbit obyek Sabuk Kuiper itu tidak terjadi secara acak, tapi ada suatu benda yang mempengaruhinya,” kata Brown seperti dikutip Kompas, 23 Januari 2016.
Planet hipotesis itu diperkriakan memiliki diameter empat kali diamater Bumi, bermassa 5-10 kali massa Bumi, dan terletak di tepi Tata Surya atau berjarak 400-500 UA. Jarak yang jauh itu membuat planet itu butuh 10.000-20.000 tahun Bumi untuk satu kali mengelilingi Matahari.
Keberadaan Planet X itu juga diyakini Scott Sheppard, astronom dari Lembaga Sains Carnegie (CIS) di Washington DC, AS. Jika Batygin dan Brown menduganya dari simulasi komputer, maka Sheppard memperkirakan keberadaannya dari temuan sejumlah planet katai, seperti 2015 TG387.
Juga planet katai 2012 VP113, Sedna dan beberapa obyek trans-Neptunian lain yang ditemukan Sheppard bersama Chadwick Trujillo, astronom di Observatorium Gemini di Hilo, Hawaii, AS.
Semua planet katai yang berjauhan itu memiliki orbit yang khas hingga membawa pada hipotesis adanya gravitasi benda lain di Sabuk Kuiper yang sangat besar. Benda dengan pengaruh besar itulah yang diduga Planet Kesembilan.
“Obyek-obyek di Sabuk Kuiper yang saling berjauhan itu bagaikan remah roti yang membawa kita pada Planet X,” kata Sheppard seperti dikutip space.com, 2 Oktober 2018.
Meski demikian, yang meragukan keberadaan planet hipotesis itu tak kalah banyak. Salah satunya, duo astrofisikawan Antranik A Sefilian dari Universitas Cambridge, Inggris dan Jihad R Touma dari Universitas Amerika di Beirut, Lebanon.
Pemodelan yang mereka lakukan dan dipublikasikan di Astronomical Journal, 27 November 2018 menunjukkan benda yang mengganggu orbit sejumlah planet katai itu tidak mesti benda tunggal yang besar dan masif. Gangguan itu bisa ditimbulkan oleh gravitasi sekumpulan benda-benda kecil di Sabuk Kuiper yang membentuk piringan.
Nyatanya, obyek Sabuk Kuiper yang bisa diamati masih terbatas. Karena itu, kuat dugaan ada jauh lebih banyak obyek Sabuk Kuiper yang belum ditemukan.
“Jika kemungkinan adanya Planet X dihilangkan dari pemodelan dan diganti banyak benda-benda kecil di Sabuk Kuiper, maka orbit planet katai yang sangat lonjong itu tetap terjadi,” kata Sefilian seperti dikuti sciencealert.com, 21 Januari 2019.
Namun, baik studi Batygin dkk, Sheppard dkk, dan Sefilian dkk, semuanya sama-sama hipotesis. Selama keberadaan Planet X atau banyak obyek Sabuk Kuiper belum bisa dibuktikan melalui observasi, semuanya sah-sah saja.
CALTECH/LANCE HAYASHIDA–Duo astronom dari Institut Teknologi California, Pasadena, Amerika Serikat yang memperkirakan keberadaan Planet Kesembilan, Mike Brown (kiri) dan Konstantin Batygin.
Pencarian
Karena itu, pekerjaan besar para astronom saat ini adalah membuktikan keberadaan Planet X melalui pengamatan menggunakan teleskop dan teknologi yang ada. Ini bukan pekerjaan mudah karena Planet X bisa ada di bagian langit manapun. Itu berarti, astronom harus menyapu medan langit yang luas. Belum lagi, posisinya yang jauh dari Matahari akan membuat Planet X sangat redup karena sedikitnya sinar Matahari yang bisa dipantulkannya.
Meski demikian, Batygin, Brown dan beberapa peneliti lain dalam ulasan terbarunya yakin keberadaan Planet Kesembilan itu bakal ditemukan satu dekade mendatang. Keyakinan jarak planet itu lebih dekat dari perkiraan awal, yaitu hanya 400-500 UA dari sebelumnya 600-800 UA.
Jarak yang makin dekat akan meningkatkan kecerlangan planet. “Situasi itu membuat Planet Kesembilan akan lebih mudah diidentifikasi daripada perkiraan sebelumnya memakai teleskop optik konvensional,” kata Batygin seperti dikutip space.com, Kamis (28/2/2019).
Bahkan Batygin yakin peluang ditemukannya Planet X dalam satu dekade mendatang itu mencapai lebih dari 90 persen. Sementara keyakinan Sheppard atas peluang ditemukannya Planet X mencapai 80-90 persen.
Sejumlah teleskop optik landas Bumi bisa dimanfaatkan untuk mencari Planet X, seperti Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System (Pan-STARRS) di Hawai, AS atau Large Synoptic Survey Telescope di Chile yang diperkirakan akan beroperasi pada 2020.
LSST–Konsep artis tentang Large Synoptic Survey Telescope di Cile yang diperkirakan akan beroperasi pada 2020.
Kalau Planet X itu nantinya ditemukan, itu adalah capaian luar biasa manusia dalam menaklukkan Tata Surya. Temuan itu juga akan memperbaharui pemahaman manusia tentang asal usul dan evolusi rumah besarnya. Namun kalaupun ternyata belum ditemukan, setidaknya manusia telah berikhtiar, mengoptimakan nalar dan kemampuannya untuk memahami lingkungannya, Tata Surya.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 2 Maret 2019